Pendahuluan
Kali
ini saya ingin berbagi sesuatu. Sebuah cerita yang mungkin benar-benar sekedar
cerita, bahkan saya sendiri tak ada motivasi untuk berbagi hikmah. Meskipun bahkan
pada hal cerita paling tidak mutu di blog ini pun saya selalu ingin berbagi
hikmah—seperti pada serial “Jalan-Jalan#” dan “Berasa Bodoh#”, namun untuk yang
satu ini biarkan ada yang berbeda. Yah, bisa dibilang ini adalah salah satu hal
yang benar-benar serupa curhat di blog ini.
Dan mohon dipahami pula, bersamaan dengan
tidak adanya motivasi untuk memberi pelajaran maka sebenarnya tak ada pula
tendensi apa pun. Tak ingin menyindir siapa pun. Dan tak ingin menyenangkan
siapa pun pula—kecuali diri saya hahaha. Jadi, sebenarnya saya mau curhat apa?
Kemarin saya membaca sebuah
novel—pinjaman—yang sangat bagus dengan judul “Ayahku (Bukan) Pembohong”. Banyak
hal yang akan saya dapatkan, kata yang punya novel, darinya. Sebagian besar
bagaimana cara mendidik anak sebagai seorang ayah, bagaimana bersikap ke ayah,
dan bagaimana yang lainnya. Bahkan pada bagian belakangnya ada sebuah frasa
yang sangat menarik:
Mulailah membaca novel ini dengan hati lapang, dan saat tiba di halaman
terakhir, berlarilah secepat mungkin menemui ayah kita, sebelum semuanya
terlambat, dan kita tidak pernah sempat mengatakannya. (Sungguh membuat
penasaran bukan?)