Jumat, 08 Mei 2015

Posted by Heri I. Wibowo | File under : ,



            Aku melihat banyak benda itu, terserak di sepanjang perjalanan kita. Namun kau mengacuhkannya. Kau tak ambil sedikit pandang pun padanya. Lalu kuambil satu, dan kutunjukkan padamu. Entah kenapa, aku melihat binar di mata coklat beningmu yang aneh itu. Selaksa aku melihat pagi yang kurindukan setiap harinya, namun seringkali kandas karena kalah dengan godaan kasur setelah beribadah. Aku, selalu menemukan ganti pagi di matamu.

            Kau ambil benda itu dari tanganku, kau perhatikan dengan seksama. Padahal, tak ada beda antara yang kuambilkan dengan yang terserak di jalanan. Kau pandangi lekat, dengan senyum janggal yang tak pernah kujumpai selama ini, selain darimu. Suatu senyum yang dulunya sempat kukira seringai. Kau berganti menatapku, dan seperti biasanya, aku terpana—jerawatmu bertambah satu. “Apa ini?”, tanyamu. “Buah pinus,” kataku singkat. Menjawab pertanyaan, mengingat kau yang jarang bertanya. Aku, selalu menemukan harapan di setiap tanyamu.
            Aku pun mulai membual, dari urusan getah pinus yang gampang terbakar hingga aroma buah pinus yang seperti mangga. Padahal aku hanya mengais sedikit ingatan ketika pernah membaca mengenai suatu gunung di wikipedia, lalu ada kata “pohon pinus” yang merupakan link ke artikel terkait. Juga sedikit ingatan saat aku menonton acara “Jejak Petualang: Survival”. Kau pun seperti biasanya, mendengarkanku dengan seksama. Tidak bertanya, tidak memotong, pun juga tidak mengacuhkan. Hanya diam dan memperhatikan, selalu sukses membuatku salah tingkah. Apalagi saat itu, kita belum sedekat ini. Jalan kita bahkan lebih berkabut daripada Segara Anak di sore hari ketika dilihat dari Plawangan Sembalun. Aku, selalu menemukan misteri pada setiap diammu.
            Kau simpan buah itu, meski aku pun lupa pernah sengaja memberikannya padamu. Hingga kau ingatkan aku. Hingga kau tunjukkan padaku bahwa kau menyimpannya. Entah apa yang kurasakan. Geli kah? Lucu kah? Atau justru “jatuh”, karena kau masih menyimpan sesuatu yang aku lupa pernah memberikannya (secara sengaja)? Aku, selalu terkesan dengan tindakanmu yang tak biasa.
            Lalu aku pun berpikir. Aku pun merenung. Di antara sekian banyak buah pinus yang terserak, kau memilih menyimpan buah pinus yang kuambil dengan tanganku. Mungkin, aku telah menitipkan doa, janji, dan harapan akan masa depan pada buah pinus itu.

Catatan dari seseorang yang pernah, telah, dan akan terus mengagumimu. Hingga Allah Menurunkan keputusannya akan kita.

0 komentar:

Posting Komentar