Jumat, 17 Juli 2015

Posted by Heri I. Wibowo | File under : , , ,


Tadinya saya ingin berbagi cerita tentang saya yang masih mengetik TA padahal malam takbiran dan kisah lebaran saya di tanah rantau. Bagaimana kadang keisengan itu harus dibayar dengan kesepian #ceileeeeh. Yah, sepertinya cerita tentang ini harus menunggu beberapa waktu lagi. Sekarang, saya akan bercerita tentang debat saya.

Ya, bukannya makan-makan sampai puas (tadi udah makan-makan sih, tapi belum puas haha), saya justru meladeni debat orang di line tentang Idul Fitri di Tolitoli. Debat pun melebar hingga ke urusan toleransi. Kasusnya diawali dengan saya yang membagikan maklumat ini:





Nah, ini awal komen lawan debat saya:



Dan ini seluruh transkrip debatnya:
H= Heri
A= dia

A    : Wkwkwkwkwkw yang kayak gini diumbar umbar. giliran agama situ yang bakar dan hancurin gereja gimana tuh? yang sampe bikin rusuh ke gereja. kalian bangun masjid dimana mana. berisik kalo adzan toa nya bareng bareng. Ini kita pun masih pemberitahuan doang. kalian tanpa pemberitahuan langsung asal hancurin aja. mikir please...

A    : mikir please siapa yang ga toleransi sekarang. Banyak gereja yang kasih spanduk kok kalo lagi lebaran, buat ngucapin selamat hari lebaran. kalian masjid masjid pernah ngga ngasih spanduk ucapan natal? hahh.. plis lah kita kurang toleransi apa. Padahal agama kalian ngajarin buat ngehormatin agama lain. Tapi kalian kayak gitu.

Rabu, 15 Juli 2015

Posted by Heri I. Wibowo | File under :

Hari ini hari yang sama, sayang
Debu, panas, dan beberapa suara yang familiar
Meski kau lihat wajah yang berbeda
Sejatinya cerita ini tetap sama


Hari ini masih sama, sayang
Ketika jalanan di sana tak lebih dari lorong kosong
Dan bangunan lebih mirip tempat petak umpet
Tanpa bekas meski sekedar kotoran unta

Sabtu, 11 Juli 2015

Posted by Heri I. Wibowo | File under : , , ,


sumber: http://chuisme.blogspot.com/2012/04/tips-meminjam-barang.html

       Pinjam meminjam adalah hal yang wajar di dunia ini. Mulai dari pinjam alat tulis sampai “meminjamkan” rakyat. Yang pertama adalah khas anak sekolah, yang kedua adalah mengenai para ”penguasa dunia yang menguasai suplai uang” (siapa mereka? Bukan tempatnya di blog ini untuk membahas mereka). Pinjam meminjam telah sedemikian mengakar dalam kehidupan bermasyarakat, hingga dapat digunakan sebagai parameter hubungan di antara dua pihak. (Bahkan kata para Bankir, hutang adalah tanda kemajuan suatu bangsa—dan itu kata-kata yang pup banteng sekali)

Misalnya nih:

”Bro, bolpenmu lagi dipakai nggak?”
”Nggak, kenapa cuy?”
”Ehm, sori ya ngrepotin. Aku pinjem bentar boleh? Tiba-tiba bolpenku gak ada nih hehe.”
”Oh iya, santai aja kali. Nih, tapi 2 jam lagi aku kelas, udah bisa balik?”
”Oke, siap. Makasih yo!”

Nah, kalau diperhatikan mereka itu hanya sekedar teman :)