Jumat, 18 Oktober 2019

Posted by Heri I. Wibowo | File under : ,
Image result for broken heart



Assalamu’alaikum.

               Ini adalah tulisan saya sejak, yah, mungkin setahun yang lalu. Tulisan kali ini mungkin akan terasa sedikit serius, tidak seperti biasanya yang penuh candaan. Dan saya akan memulai kisah ini dengan cerita seorang pria paripurna. Manusia paling baik yang pernah menginjakkan kaki di dunia ini. Seorang ayah yang tanpa cela: Kanjeng Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam.

                Ibrahim, putra beliau, saat itu berusia antara 16-18 bulan. Apabila beliau selesai menerima para utusan, mengurus masalah-masalah kaum Muslimin, menunaikan kewajiban kepada Allah serta hak kewajiban seluruh keluarganya, beliau selalu melihat Ibrahim dan mengawasi pertumbuhannya.

Kamis, 10 Mei 2018

Posted by Heri I. Wibowo | File under : , ,


                Apa yang kalian pikirkan ketika mendengar kata “mendaki gunung”? Keindahan? Perjuangan? Ataukah persahabatan? Buat saya, ketika mendegar frasa itu, yang teringat adalah Ninja Hatori. Karena jilbab istri saya (cieee istri ciee) mirip dengan Ninja Hatori yang “mendaki gunung, lewati lembah. Sungai mengalir indah ke samudra. Bersama teman bertualang.” Bah, lupakan intro tidak jelas di atas. Intinya, ini adalah pengalaman mendaki gunung saya yang pertama—bersama istri ehehehe.

                Cerita bermula ketika seorang kawan yang kini berprofesi sebagai Asisten Akademik di Jurusan Teknik Mesin ITB (cerita tentang dia ada di sini) melempar wacana ke grup Line mengenai pendakian ke Gunung Prau, Dieng. Karena saya ingat pernah berjanji pada istri untuk ajak dia naik gunung, saya pikir kesempatan ini layak untuk di follow up. Karena jujur, untuk naik gunung berdua saya masih belum berani. Maklum, saya juga masih newbie di urusan beginian hehe.

Senin, 26 Maret 2018

Posted by Heri I. Wibowo | File under : , , ,
                Cikarang hari ini masih seperti biasanya, panas agak kering berangin, serupa dengan tempat saya menghabiskan 15 tahun hidup saya—Semarang. Namun malam ini agak mendingan, karena musim pancaroba masih sanggup menjadikan uap air yang seadanya ini berkondensasi (Halah, ngomong aja gerimis sok-sok an puitis ya). Hingga gerah sedikit terobati oleh hembusan angin dingin yang sepoi-sepoi. Tetapi tetap, tak bisa menggantikan nyamannya Bandung yang mengisi 4 tahun hidup saya, cieeeeh.

                Lama tidak menulis, sepertinya saya perlu merenggangkan jari-jemari dan otak untuk merangkai sebuah cerita. Ditambah lagi ada permintaan dari wanita yang paling saya cintai setelah ibu saya. Katanya, sebelum menggenapi tulang rusuk saya dia sudah suka membaca dongengan di blog ini. Meski isinya campur aduk dari urusan test pack sampai demokrasi, dari tugas Teknik Mesin sampai cerita cebok pakai uang kertas hahaha. Nah sekarang, “Kok sepi?” begitu katanya. Ya terang saja sepi, dulu jaman kuliah itu lowong banget waktunya. Lha sekarang kan sudah mencari nafkah, ya makin lowong waktunya #eh. Cuma makin malas saja hahahaha.

Minggu, 18 Desember 2016

Posted by Heri I. Wibowo | File under : , ,


            Dalam setiap persahabatan, akan ada hal-hal menarik karena merupakan pengalaman yang pertama. Dan salah satu hal yang paling menarik pada persahabatan di antara para pria adalah ketika salah satu dari mereka ada yang memiliki keberanian untuk “merelakan kebebasannya” demi menggapai sesuatu yang hebat; menikah…

            Well, di sini saya akan mengabadikan momen tersebut. Momen ketika salah satu dari “Seven Dwarfs” Djawa alias Ojo Dumeh  melenggang ke keputusan besar tersebut.

Tegangnya sudah mulai

Sabtu, 01 Oktober 2016

Posted by Heri I. Wibowo | File under : , , , ,


                Beberapa hari belakangan ini sedang sangat ramai mengenai Mukidi. Mulai dari grup WA, Line, hingga sebaran di Facebook. Well, saya memang cukup aktif di medsos sih hehe. Dan sampai sekarang saya masih belum paham (si)apa dan bagaimana sebenarnya Mukidi itu. Apalagi soal Mukidi yang gemar menuduh seseorang masuk organisasi terlarang. Ah, entahlah, mungkin dia sedang mabuk amplop.

Kodok Mukidi


                Justru kali ini saya ingin berbagi pemikiran saya mengenai kodok. Yap, kodok rebus. Lebih tepatnya, mengenai cara merebus kodok.

Merebus Kodok

Minggu, 04 September 2016

Posted by Heri I. Wibowo | File under :


                Beberapa waktu belakangan ini saya memang jarang menulis. Entahlah, saya sendiri tak mengerti. Dan dapat dipastikan, efek langsung dari macetnya tulisan adalah semakin ramainya saya berdebat di medsos. Saya pikir, kini saatnya saya kembali melemaskan jari sambil mengisi blog yang satu ini.

                Oke, saya akan bercerita mengenai pengalaman saya menonton film. Mari kita mulai ceritanya…

Pemeran Utama

                Saya berani bertaruh, dalam semua—setidaknya sebagian besar—film pastilah ada yang namanya pemeran utama. Tak peduli jika film itu bercerita mengenai serombongan superhero yang tawuran atau manusia “setengah dewa” yang tidak jadi mati gara-gara memiliki nama ibu yang sama dengan calon pembunuhnya. Baik jika film itu sekolosal LOTR atau pun sekedar FTV picisan yang diangkat jadi layar lebar. Semuanya pasti memiliki pemeran utamanya bukan?

Minggu, 05 Juni 2016

Posted by Heri I. Wibowo | File under : , , ,


Baca Part 1 di sini.

          Kekhawatiran-kekhawatiran ini sungguh membuat malas bangun di pagi hari. Karena bagi saya, seringkali semua hal tersebut hilang lalu muncul kembali. Dan saat paling pasti bahwa ia akan hilang hanyalah di saat tidur.

            Itulah masalahnya. Sekarang, mari berbicang mengenai kemungkinan penyebab dan solusinya.

1. Kurang Bersyukur

            Ya, di dalam kitab suci telah diterangkan mengenai rumus bahwa jika kita bersyukur maka akan ditambahkan nikmat kita. Setidaknya, nikmat itu dapat berupa ketenangan. Urusan konkritnya begini. Alih-alih kita menyesali masa kini yang tak seindah masa lalu, mengapa kita tidak mengubah paradigma kita?

Indah bukan? ;)
            Alih-alih berpikir tentang indahnya kenangan dan ingin kembali, mengapa tidak bersyukur bahwa dalam posisi sebagai hamba yang penuh dosa ini Tuhan masih Berkenan Memberikan kita sepotong kehidupan yang indah?

            Alih-alih berpikir bahwa masa dewasa sungguh menakutkan, mengapa kita tidak bersyukur bahwa telah diberikan kesempatan untuk menjadi lebih dewasa setiap harinya? Dihadapkan pada tantangan yang akan menandakan kita naik kelas?