Lelaki Sejati

                 Belum lama ini, aku menonton sebuah film India. Yaaah, meski titelnya film India insyaAllah ada hikmah yang aku ambil. Tetap penuh dengan nyanyian dan tari-tarian sih, tapi paling tidak  gak ada itu tarian yang mamerin baju kurang bahan hahahaha. Ingat kan hadits yang berbunyi,”Hikmah itu milik orang beriman yang tercecer, dimana pun kalian temukan, pungutlah!”

                Film lama juga sebenarnya ini, tapi aku tertarik saat liat link dari seorang kawan. Apanya yang bikin tertarik? Tentu nama Aamir Khan,yang menurutku itu sebuah jaminan kualitas seperti halnya dalam film “3 Idiots” itu.Bahkan aku juga telah membuat tulisan yang diinspirasi oleh fim tersebut. Nah, judul film yang akan aku bahas ini berjudul “Taree Zameen Par”, kalo gak salah artinya “Every Child is Special” buatan tahun 2007.Dan memang, di dunia ini banyak anak-anak yang membuatku merasa kalah atas kehebatan maupun keberanian mereka dalam mengarungi hidup.

Anak-anak Gaza sedang belajar dengan segala keterbatasannya

                Pasti kalian berpikir, Child? Apa hubungannya dengan  judul tulisan ini? Hehe, bentar ya. Di sini aku gak akan banyak membahas tentang sisi psikologis anak-anak atau apa itu dyslexia, karena aku memang kurang berkompeten di bidang itu(iyalah, orang anak teknik-,-“). Aku akan membahas sisi yang mungkin kurang diperhatikan orang-orang

.

                Sering kita menyangka untuk menjadi seorang lelaki, yang dibutuhkan cukup badan yang kuat, sikap tegas, merokok(penulis waktu SMP sempet mikir gini lho ckckckck), berani berkelahi dan lain-lain. Ini tidak benar, meski juga tidak sepenuhnya salah juga. Lelaki punya pendirian dan badan yang kuat, itu baik. Karena mereka adalah calon-calon imam keluarganya. Dan merekalah yang dibebani kewajiban oleh Allah untuk mencari nafkah. Bisa dibayangkan kalo lelaki itu penakut dan lembek(orang bilang melambai?), gimana dia bisa menjadi imam dan pelindung?

                Namun, apakah hanya cukup itu? Dengan bisa menghadapi 10 orang dalam suatu pertarungan, utuhkah ia sebagai lelaki? Menurutku belum. Aku ingat iklan di TV dulu, bahwa bukan tato, motor gede atau otot yang bikin si cowok disebut lelaki. Tapi saat dia mengangkat seorang bayi, dan berkata,” Menjadi ayah adalah yang membuatku bisa disebut lelaki.” See???? Be a father!!!!

Apa ini yang disebut lelaki sejati?

Atau ini?

                                                                ATAU KEDUANYA??

                Tapi menjadi ayah pun masih kurang untuk bisa disebut lelaki sejati yang baik, dia harus menjadi ayah yang baik dulu baru bisa disebut demikian. Kalian pasti tambah mikir, kok makin gak jelas sih? Apa hubungannya sama si “Taree Zameen Par”? Oke, gini.  Bagi yang udah nonton, pasti udah tahu kan tentang si Guru tokoh utama yang bernama Pak Nikumbh(Aamir Khan). Dia membuka mataku, bahwa untuk menjadi seorang ayah-atau lelaki-perlu belajar. Salah satu caranya adalah lebih dekat dengan anak-anak. Betapa memang sebenarnya setiap anak itu special, dan setiap anak perlu merasakan bahwa mereka benar-benar diinginkan orang tuanya.

                Bagaimana mungkin, seorang yang tak suka pada anak-anak bisa menjadi ayah baik? Mungkin bisa, tapi itu menurutku suatu pengecualian, pencilan kanan dalam sebuah fungsi distribusi yang biasanya kita sebut fungsi Gauss(apapula ini, TS mulai ngoceh gak jelas). Aku pun, ku akui, sebenarnya agak sulit dalam berhubungan dengan anak kecil, apalagi jika jumlah mereka begitu banyak dengan keinginan yang macam-macam. Aku lupa bahwa setiap anak itu pasti berbeda, karena mereka masih murni, belum terkena dengan apa yang aku sebut “pembunuhan kreativitas oleh system penyeragaman”. Aku lupa bahwa mereka jiwa-jiwa suci yang bahkan jika mati telah dijamin dengan surga. Aku pun lupa jika anak-anak adalah anak-anak, bukan miniatur orang dewasa. Dan aku begitu takjub pada seorang pria yang mampu begitu enjoy dengan anak kecil, dan aku sungguh ingin belajar bagaimana caranya. Untungnya aku mengenal beberapa dari mereka sebagai kawanku, alhamdulillah.

                Mungkin ini terjadi karena aku sampai usia 10 th masih bertitel sebagai anak tunggal, dan dididik dengan cara yang cukup keras. Bukan, bukan aku berarti menyalahkan orang tuaku. BUKAN!!! Merekalah orang yang paling aku hormati dan cintai di dunia ini setelah Rasulullah shalalahu ‘alaihi wassalam. Ayahku telah membentukku  menjadi seorang dengan pendirian sekuat karang, yang mampu melihat sesuatu secara obyektif tanpa pengaruh emosi yang tak perlu. Membuatku selalu merasa bahwa aku unik dan siap menghadapi dunia yang semakin tak ramah ini. Beliau telah membekaliku dengan sesuatu yang bisa beliau berikan, tanpa ada bualan kata-kata. Hanya tindakan. Dan Ibuku pun adalah wanita yang paling aku cintai, yang telah membekali kelembutan yang tergagap aku serap. Namun beliau tak menyerah, dan kinilah tugasku untuk belajar mengeja kata kelembutan. Dan sampai kapan pun, aku akan bangga dan hormat pada mereka, insyaAllah.

                Oke, kembali pada masalah lelaki sejati. Contoh yang paling sempurna tentu ada pada seorang Nabi Muhammad. Beliaulah sebaik-baik mausia, otomatis beliaulah sebaik-baik lelaki. Setiap tindakannya begitu syarat akan hikmah, karena akhlaknya sendiri adalah Al-Qur’an. Ah, nikmatnya menjadi seorang yang ber-dien Islam. Tuhannya jelas, kitabnya jelas, hukumnya jelas, bahkan contohnya pun ada! Mana ada ideology lain yang punya  contoh seperti ini?

                Beliau telah menjadi eksportir dan importir sukses untuk sebuah kafilah dagang internasional pada usia 25 tahun. Mencapai gelar sebagai manusia yang paling di percaya di jazirah arab, meski masih muda dan kondisi moral di sana sedang dalam titik terendah. Sampai-sampai menjelang hijrahnya ke Madinah, beliau mesti meninggalkan Ali untuk mengembalikan barang-barang tetangga yang dititipkan pada beliau. Lihat! Meski diusir, para tetangganya masih percaya padanya untuk menjaga barang-barang mereka.

     Sebagai lelaki, pendirian beliau tak perlu diragukan lagi. Bahkan jika pun matahari diletakkan di tangan kanannya dan bulan di tangan kirinya yang mulia agar beliau menghentikan dakwahnya, maka beliau tak akan melakukannya. Juga perkataan terkenal beliau menjelang perang Uhud ketika para shahabat meminta agar tidak jadi keluar menghadapi musuh, namun cukup mengambil posisi bertahan saja dalam kota Madinah yang penuh berkah. ”Pantang bagi seorang Rasul untuk menarik ucapannya bila telah diputuskan dan baju perang telah dikenakan!” Dan jangan lupa juga betapa pemberaninya Beliau, saat terdengar huru hara di perbatasan kota Madinah, Beliau sebagai Amir langsung menyongsong ke arah datangnya suara seorang diri dengan senjata lengkap.

                Tentang bagaimana hebatnya Beliau sebagai panglima perang, Beliau memimpin sendiri lebih dari 30 perang dan mengirimkan 300 sariyah(detasemen ekspedisi) selama 23 tahun masa hidupnya. Rasul juga merupakan orator yang ulung, mampu berpidato dari shubuh sampai dzuhur, dilanjutkan lagi selepas dzuhur sampai petang. Dan tidak ada seorang pun yang mengantuk!!!! Beliau benar-benar seorang pemimpin paling sukses sepanjang masa, di mana pengikat antara beliau dan pengikutnya adalah sebuah ikatan ukhuwah dalam naungan panji Islam. Bukan kekayaan, kemuliaan(meski beliau pun pasti sangat mulia) maupun sebuah ketakutan. Manusia begitu aman dan nyaman dalam pemerintahannya. Sampai-sampai beliau mengikatkan kerikil pada perutnya yang kempis karena lapar, disebabkan beliau tak mau menyusahkan umatnya. Meski hanya untuk sekedar makanan! Allahuakbar, memang beginilah seharusnya seorang lelaki dan pemimpin bersikap.

                Namun, beliau tidak melupakan sisi kelembutan beliau. Bagaimana beliau memperpanjang sujudnya, karena Husein cucunya sedang main kuda-kudaan di punggung sang kakek. Tentang kelembutan beliau ketika menegur seseorang. Beliau pernah menyuruh seorang anak kecil untuk suatu keperluan, Zaid kalau tidak salah. Namun Zaid malah keasyikan bermain dan lupa akan perintah Rasul. Lama Rasul menunggunya, dan saat melihat Zaid justru keasyikan bermain, beliau tidak marah. Justru menepuk pundaknya dengan ramah(kalo ortu jaman sekarang udah marah2 kali), dan berkata sambil tersenyum,”Anakku, sudahkah kau laksanakan perintahku?”. Zaid yang malu langsung menjawab,”Belum Ya Rasulullah, tapi sekarang juga akan aku laksanakan!”, “Ya, baiklah”, jawab Rasul sambil tersenyum. Betapa Rasul pun tak hanya bersahabat dengan malaikat, komandan perang, pemimpin kabilah, namun juga pada anak-anak!

               Aku jadi teringat sebuah kata-kata bijak,”Lelaki harus memiliki dua kelompok wajah, satu ketika ia menghadapi dunia dan satunya lagi ketika ia bersama keluarganya.” Seperti yang telah aku katakan, aku pun sedang belajar bagaimana mengasah kemampuanku ini(mohon doanya juga ya). Agar bisa lebih memahami dan menikmati saat-saat bersama anak kecil. Untuk mempersiapkan diri  menjadi lelaki sejati dan agar memenuhi nasihat Rasul,”Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Dan akulah yang paling baik di antara kalian dalam bermuamalah dengan keluargaku.”(H.R Tirmidzi & beliau mengomentari hadits ini hasan gharib shahih. Ibnu Hibban &Al-Albani menilai hadits tersebut shahih). Yuk, mari senantiasa mencontoh Rasul :)