Jumat, 17 Agustus 2012

Posted by Heri I. Wibowo | File under : ,
                Ada yang pernah membuat susu untuk bayi? Pasti bakal pada bilang,”Alah, gampang banget tuh. Tinggal ikutin aja petunjuk di bungkusnya mas bro..” Yaaah, anda bisa saja ngomong seperti itu karena belum merasakan serunya memasukkan susu bubuk ke dalam botol dot ketika mobil yang Anda tumpangi melaju dengan kecepatan tak konstan pada kisaran 50-80 km/h. Yang ada, itu akan membuat bubuk susu memiliki percepatan relative terhadap mobil-juga mulut botol dot-sehingga memasukkan materi mikro berwarna putih itu tanpa tumpah merupakan hal yang “menyenangkan”. Belum lagi ketika harus menambahkan air panas dari termos, jadi berpikir lebay,”Apa ini yang nanti akan ku pelajari pada mata kuliah ‘Mekanika Fluida’?” –a hahahaha.

                Lebih susah lagi jika waktu Anda melakukannya sang empunya yang mau minum susu(halah, bilang aja Ibu si bayi napa) berkata,”Ayo Mas Heri, buat latihan ntar kalo udah punya bayi” . Dan saya pun hanya menjawab dengan diplomatis,”#$@%%#??<>*&#$%#”. (Yaah, jawaban ane disimpen buat entar aje ye ;) )


                Tapi ada satu hal yang ingin aku komentari. Namun, sebelumnya aku ingin berbagi percakapanku dengan salah satu ikhwan super saat aku silahturahim ke rumahnya. Saya(A) dan ikhwan(B) itu berbincang mengenai hal yang berhubungan dengan hal di atas.

B           : “Akh, makin ke sini manusia makin fisik kuat ya.”
A         :“He? Kok bisa? Bukannya dengan kemajuan teknologi kekuatan fisik manusia akan        melemah?”(Jawaban sok analitis ane)
B          :”Sapi sama manusia kuat siapa hayo?”
A          :”Harusnya kuat sapi, kayaknya ane mulai nyambung nih.”(Padahal sok-sokan doang :P)
B        :”Yup, bagus kalo antum udah mudeng. Akhir2 ini ane miris, makin banyak aja fenomena anak manusia yang jadi anak sapi.”
A          :”Oh, hmm. Jadi?”(Sambil manggut2 minum tehnya dulu dah hehehe untuk menutupi kebingungan)
B           :”Coba aja antum pikir. Anak manusia itu minumnya ya ASI, bukan ASS.”
A           :”Eh, Ass? B*k*ng?”(Kaget ane)
B           :”Bukan gitu akh. ASI = Air Susu Ibu. ASS =Air Susu Sapi. Paham antum?”
A           :”Ehehehe, paham kok. Dari tadi juga udah paham, ass hahahahaha.”(mabuk teh panas? --“)

                Sangat menggelitik bukan? Jika ada yang menganggap itu tidak sopan, silahkan dikritik biar saya hapus konten ini dari blog saya. Tapi sungguh, kami benar-benar miris mengena hal ini. Betapa banyak ibu muda yang dengan alasan-alasannya yang (dibuat-buat) logis, mengharuskan sang anak harus minum susu formula. Dan sejauh ini, susu formula untuk para bayi itu sebagian besar berasal dari susu sapi. Padahal Alloh ‘azza wa jalla berfirman :

وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آَتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuhyaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” [QS al-Baqoroh : 233]

Lafadz ayat : [وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنّ...َ], bentuknya adalah khobar (pengabaran) tapi bermakna perintah, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Mandzur dalam Lisanul Arob (8/125), as-Sa’di dalam tafsirnya (hal. 103), dll.

Berkata al-Hafidz Ibnu Katsir dalam tafsirnya (1/633) : “Ini merupakan petunjuk dari Alloh ta’ala kepada para ibu agar mereka menyusui anak-anaknya dengan penyusuan yang sempurna yaitu 2 tahun, maka tidak dianggap sebagai ‘menyusu’ jika lebih dari itu. Oleh karena itu Alloh berfirman : [لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ] “yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan“, dan kebanyakan para imam berpendapat bahwa persusuan tidaklah menjadikan mahrom kecuali jika usia yang disusui masih di bawah 2 tahun, sehingga jika seorang anak menyusu sedangkan umurnya sudah lebih dari 2 tahun maka hal itu tidak menjadikannya mahrom.” –selesai nukilan dari Ibnu Katsir-

                Dalam ayat di atas jika dipahami sepintas terlihat sangat membolehkan menyapih sebelum 2 tahun. Namun, lihatlah penjelasannya pada note bahwa menyusui itu sebaiknya sampai 2 tahun-dengan ASI tentunya. Soal keutamaan ASI, tentu sudah banyak yang tahu jika dibandingkan dengan susu sapi yang paling baik sekalipun. Karena yang pernah saya dengar-juga sesuai dengan logika saya-ASI itu adalah yang paling mudah, murah,dan pas. Ya gimana enggak pas, orang yang menakar Tuhan Semesta Alam sendiri kok. Sehebat-hebatnya imu pengetahuan, tak ada yang bisa membuat takaran susu sebaik ASI kan?

                Tentang dalil, aku nukilkan lagi ya dari blog sebelah hehe:

وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آَتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” [QS al-Baqoroh : 233]

أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ وَإِنْ كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآَتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى

“Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah dicerai) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.“[QS ath-Tholaq : 6]

Berkata al-Hafidz Ibnu Katsir (8/153) :

أي: وإن اختلف الرجل والمرأة، فطلبت المرأة أجرة الرضاع كثيرًا ولم يجبها الرجل إلى ذلك، أو بذل الرجل قليلا ولم توافقه عليه،
 فليسترضع له غيرها فلو رضيت الأم بما استؤجرت عليه الأجنبية فهي أحق بولدها.

“Yakni : jika seorang laki-laki berselisih dengan seorang wanita (istri yang dicerai yang sudah melahirkan bayi, pent), lalu wanita itu meminta upah penyusuan yang banyak dan laki-laki itu tidak setuju dengan itu, atau laki-laki tersebut cuma mau mengeluarkan sedikit upah dan wanita tersebut tidak setuju dengannya, maka hendaknya laki-laki tersebut mencari wanita lain yang mau menyusui bayinya selain wanita tadi. Seandainya ibu bayi tersebut telah ridho (untuk menyusui anaknya) dengan besar upah yang diberikan kepada wanita lain itu, maka ia lebih berhak terhadap anaknya.”

Dan di sini tidak disebut ataupun disindir sama sekali tentang susu-susu lain selain ASI jika ibu bayi tersebut tidak bisa menyusuinya, akan tetapi yang disebutkan adalah ASI dari ibu susu sebagai pengganti ASI ibu bayi tersebut. Ini menandakan ASI adalah makanan terbaik bagi bayi.

            Bahkan, ada suatu kisah yang penuh ibrah dalam suatu hadits Nabi sebagaimana berikut:

Dalam kisah wanita al-Ghomidiyyah yang mengaku berzina dan minta dirajam terdapat faidah tentang pentingnya menyusui bagi anak. Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam menunda hukuman rajamnya sampai ia melahirkan dan menyapih anaknya. Kami nukilkan kisahnya secara ringkas dari hadits Buroidah rodhiyallohu anhu:

فَجَاءَتْ الْغَامِدِيَّةُ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي قَدْ زَنَيْتُ فَطَهِّرْنِي وَإِنَّهُ رَدَّهَا فَلَمَّا كَانَ الْغَدُ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ تَرُدُّنِي لَعَلَّكَ أَنْ تَرُدَّنِي كَمَا رَدَدْتَ مَاعِزًا فَوَاللَّهِ إِنِّي لَحُبْلَى قَالَ إِمَّا لَا فَاذْهَبِي حَتَّى تَلِدِي فَلَمَّا وَلَدَتْ أَتَتْهُ بِالصَّبِيِّ فِي خِرْقَةٍ قَالَتْ هَذَا قَدْ وَلَدْتُهُ قَالَ اذْهَبِي فَأَرْضِعِيهِ حَتَّى تَفْطِمِيهِ فَلَمَّا فَطَمَتْهُ أَتَتْهُ بِالصَّبِيِّ فِي يَدِهِ كِسْرَةُ خُبْزٍ فَقَالَتْ هَذَا يَا نَبِيَّ اللَّهِ قَدْ فَطَمْتُهُ وَقَدْ أَكَلَ الطَّعَامَ فَدُفِعَ الصَّبِيُّ إِلَى رَجُلٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَحُفِرَ لَهَا إِلَى صَدْرِهَا وَأَمَرَ النَّاسَ فَرَجَمُوهَا

“Lalu datang seorang wanita al-Ghomidiyyah, ia berkata : “wahai Rosululloh, aku telah berzina, maka sucikanlah aku!” Dan Rosululloh menolaknya. Ketika keesokan harinya, wanita itu berkata : “Wahai Rosululloh, mengapa engkau menolakku? Mungkin engkau menolakku sebagaimana engkau telah menolak Ma’iz, maka demi Alloh aku ini hamil!” Rosululloh berkata : “Tidak, pergilah sampai engkau melahirkan.” Ketika ia sudah melahirkan, ia mendatangi Rosululloh dengan membawa bayinya pada sebuah kain, ia berkata : “Ini aku sudah melahirkan.” Rosululloh berkata : “Pergilah dan susuilah ia sampai engkau menyapihnya!” Ketika ia telah menyapihnya, ia mendatangi Rosululloh dengan bayinya yang membawa remukan roti di tangannya, maka ia berkata : “Ini wahai Nabi Alloh, aku sudah menyapihnya dan ia sudah makan makanan.” Maka anak itu diserahkan kepada seseorang dari kaum muslimin, kemudian beliau memerintahkan untuk merajamnya, maka digalikan untuknya lubang sedalam dadanya lalu beliau memerintahkan orang-orang, kemudian mereka merajamnya.”
 [HR. Muslim no. 1695, Abu Dawud no. 4442, Ahmad no. 22999, Ibnu Abi Syaibah no. 28809, dll dari jalan Abdulloh bin Buroidah, dari Buroidah]

Dalam riwayat lain Rosululloh berkata :
إِذًا لَا نَرْجُمُهَا وَنَدَعُ وَلَدَهَا صَغِيرًا لَيْسَ لَهُ مَنْ يُرْضِعُهُ فَقَامَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ فَقَالَ إِلَيَّ رَضَاعُهُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ قَالَ فَرَجَمَهَا

“Kalau begitu kita tidak bisa merajamnya sedangkan kita biarkan anaknya yang masih kecil tanpa ada yang menyusuinya.” Lalu bangkit seorang dari Anshor, ia berkata : “aku yang akan menanggung persusuannya wahai Nabi Alloh.” Buroidah berkata : lalu wanita itu dirajam.
[HR. Muslim no. 1695 dari jalan Sulaiman bin Buroidah, dari Buroidah]

Al-Imam an-Nawawi berkata dalam Syarh Muslim (11/202) : “Dan Ketahuilah! Bahwa madzhab asy-Syafi’i, Ahmad, Ishaq, dan yang masyhur dari madzhab Malik : bahwa seorang wanita boleh tidak dirajam sampai didapatkan orang lain yang menyusui bayinya, dan jika tidak didapatkan maka wanita itu sendiri yang menyusuinya sampai disapih, baru kemudian dirajam.”
Seandainya menyusui bayi dengan ASI adalah perkara yang sepele atau tidak penting bagi bayi tersebut, tentu Rosulullohshollallohu alaihi wa sallam tidak akan menunda hukum rajam tersebut. 


             

             Nah, tuh kan. Bahkan hukuman rajam pun ditunda demi pemberian ASI. Kalo yang menurut ilmu pengetahuan modern, katanya ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi. Setidaknya sampai usia 6 bulan. Eh ntar deh, masalah keunggulan ASI bisa kalian search sendiri lah di mbah gugel. Tulis aja “manfaat ASI”, pasti ketemu banyak banget kok hehe.



        Tapi yang paling aku soroti adalah dalil bahwa saudara sepersusuan itu bisa menjadikan mahram(dalilnya lihat di sini, udah kepanjangan euy :P). dan definisi mahram adalah mereka yang tidak boleh saling menikah karena dkatnya hubungan kekerabatan. Hikmahnya adalah bahwa perkawinan dengan saudara yang punya hubungan darah terlalu dekat akan menjadikan anak yang dilahirkan mengalami kecacatan. Dan dekatnya hubungan darah artinya miripnya bentuk genetic. Hal itu, aku simpulkan bahwa ASI juga berperan dalam membentuk-atau menyempurnakan-genetik manusia.



    Sekarang, kalo ASI diganti ASS(Air Susu Sapi), apa yang bisa kita simpulkan pula?



           Oh ya, kita kalau di pesantren kilat atau kultum tarawih pernah dengar kan tentang kewajiban seorang anak terhadap orang tua, terutama ibunya. Bagaimana kita harus menghormatinya dan berbakti pada Ibu. Namun, tidakkah ada yang terlupa? Ya, bahwa para IBU JUGA MEMILIKI KEWAJIBAN TERHADAP ANAKNYA. Dan salah satunya, adalah menyusui anaknya. Bahkan sering kita dapati perkataan bahwa Ibu adalah madrasah pertama bagi anaknya. Dialah yang paling menentukan sifat anaknya karena menurut salah satu iklan susu juga, usia 1-3 tahun adalah usia emas pembentukan diri anak.



            Namun yang perlu digaris bawahi tidak ada yang melarang para Ibu bekerja lho ya. Ya boleh bekerja, tapi tolong ada skala prioritas. Bagilah waktu Anda sedemikian rupa hingga tidak mengganggu peran utama Anda. Kan mengasuh anak adalah kewajiban Anda yang paling mulia, sedangkan mencari nafkah adalah kewajiban ayah. Relakah Anda jika nanti sang putra tercinta merasa kurang disayang dibandingkan dengan pekerjaan Anda? Dan untuk para ayah(buat yang masih calon juga hehe), bertindaklah sebagaimana laki-laki. Penuhi kewajibanmu, jangan bermalas-malasan, hingga para Ibu tak perlu susah payah dan dobel tanggung jawab. (Kata salah seorang mentorku nih hehehe)



              Oh ya, mengenai jawabanku saat ditanya seperti di awal post ini adalah,”InsyaAllah saya gak perlu serepot ini kok. Kan ada ASI ekslusif” :)
Aamiin...





0 komentar:

Posting Komentar