Ada yang pernah membuat susu
untuk bayi? Pasti bakal pada bilang,”Alah, gampang banget tuh. Tinggal ikutin
aja petunjuk di bungkusnya mas bro..” Yaaah, anda bisa saja ngomong seperti itu
karena belum merasakan serunya memasukkan susu bubuk ke dalam botol dot ketika
mobil yang Anda tumpangi melaju dengan kecepatan tak konstan pada kisaran 50-80
km/h. Yang ada, itu akan membuat bubuk susu memiliki percepatan relative terhadap
mobil-juga mulut botol dot-sehingga memasukkan materi mikro berwarna putih itu tanpa
tumpah merupakan hal yang “menyenangkan”. Belum lagi ketika harus menambahkan
air panas dari termos, jadi berpikir lebay,”Apa ini yang nanti akan ku pelajari
pada mata kuliah ‘Mekanika Fluida’?” –a hahahaha.
Lebih susah lagi jika waktu Anda
melakukannya sang empunya yang mau minum susu(halah, bilang aja Ibu si bayi
napa) berkata,”Ayo Mas Heri, buat latihan ntar kalo udah punya bayi” . Dan saya pun hanya menjawab
dengan diplomatis,”#$@%%#??<>*&#$%#”. (Yaah, jawaban ane disimpen
buat entar aje ye ;) )
Tapi ada satu hal yang ingin aku
komentari. Namun, sebelumnya aku ingin berbagi percakapanku dengan salah satu
ikhwan super saat aku silahturahim ke rumahnya. Saya(A) dan ikhwan(B) itu
berbincang mengenai hal yang berhubungan dengan hal di atas.
B : “Akh, makin ke sini manusia makin
fisik kuat ya.”
A :“He?
Kok bisa? Bukannya dengan kemajuan teknologi kekuatan fisik manusia akan melemah?”(Jawaban
sok analitis ane)
B :”Sapi sama manusia kuat siapa
hayo?”
A :”Harusnya kuat sapi, kayaknya ane
mulai nyambung nih.”(Padahal sok-sokan doang :P)
B :”Yup,
bagus kalo antum udah mudeng. Akhir2 ini ane miris, makin banyak aja fenomena
anak manusia yang jadi anak sapi.”
A :”Oh,
hmm. Jadi?”(Sambil manggut2 minum tehnya dulu dah hehehe untuk menutupi
kebingungan)
B :”Coba aja antum pikir. Anak manusia
itu minumnya ya ASI, bukan ASS.”
A :”Eh, Ass? B*k*ng?”(Kaget ane)
B :”Bukan gitu akh. ASI = Air Susu
Ibu. ASS =Air Susu Sapi. Paham antum?”
A :”Ehehehe, paham kok. Dari tadi
juga udah paham, ass hahahahaha.”(mabuk teh panas? --“)
Sangat menggelitik bukan? Jika ada
yang menganggap itu tidak sopan, silahkan dikritik biar saya hapus konten ini
dari blog saya. Tapi sungguh, kami benar-benar miris mengena hal ini. Betapa banyak
ibu muda yang dengan alasan-alasannya yang (dibuat-buat) logis, mengharuskan
sang anak harus minum susu formula. Dan sejauh ini, susu formula untuk para
bayi itu sebagian besar berasal dari susu sapi. Padahal Alloh ‘azza wa jalla
berfirman :
وَالْوَالِدَاتُ
يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ
الرَّضَاعَةَ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا
مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ فَإِنْ أَرَادَا
فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا وَإِنْ
أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا
سَلَّمْتُمْ مَا آَتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ
اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Para ibu
hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu
bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan
dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani
melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita
kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun
berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun)
dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas
keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka
tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.
Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang
kamu kerjakan.” [QS al-Baqoroh : 233]
Lafadz ayat : [وَالْوَالِدَاتُ
يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنّ...َ],
bentuknya adalah khobar (pengabaran) tapi bermakna perintah, sebagaimana yang
dikatakan oleh Ibnu Mandzur dalam Lisanul Arob (8/125), as-Sa’di
dalam tafsirnya (hal. 103), dll.
Berkata al-Hafidz Ibnu Katsir dalam tafsirnya
(1/633) : “Ini merupakan petunjuk dari Alloh ta’ala kepada para
ibu agar mereka menyusui anak-anaknya dengan penyusuan yang sempurna
yaitu 2 tahun, maka tidak dianggap sebagai ‘menyusu’ jika lebih dari itu.
Oleh karena itu Alloh berfirman : [لِمَنْ أَرَادَ أَنْ
يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ] “yaitu
bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan“, dan kebanyakan para imam
berpendapat bahwa persusuan tidaklah menjadikan mahrom kecuali jika usia yang
disusui masih di bawah 2 tahun, sehingga jika seorang anak menyusu sedangkan
umurnya sudah lebih dari 2 tahun maka hal itu tidak menjadikannya
mahrom.” –selesai nukilan dari Ibnu Katsir-
Dalam
ayat di atas jika dipahami sepintas terlihat sangat membolehkan menyapih
sebelum 2 tahun. Namun, lihatlah penjelasannya pada note bahwa menyusui itu
sebaiknya sampai 2 tahun-dengan ASI tentunya. Soal keutamaan ASI, tentu sudah
banyak yang tahu jika dibandingkan dengan susu sapi yang paling baik sekalipun.
Karena yang pernah saya dengar-juga sesuai dengan logika saya-ASI itu adalah
yang paling mudah, murah,dan pas. Ya gimana enggak pas, orang yang menakar
Tuhan Semesta Alam sendiri kok. Sehebat-hebatnya imu pengetahuan, tak ada yang
bisa membuat takaran susu sebaik ASI kan?
Tentang
dalil, aku nukilkan lagi ya dari blog sebelah hehe:
وَإِنْ أَرَدْتُمْ
أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ
مَا آَتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ
بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dan jika
kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila
kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada
Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” [QS
al-Baqoroh : 233]
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ
حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا
عَلَيْهِنَّ وَإِنْ كُنَّ أُولَاتِ حَمْلٍ فَأَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتَّى
يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآَتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ
وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ
أُخْرَى
“Dan jika
mereka (isteri-isteri yang sudah dicerai) itu sedang hamil, maka berikanlah
kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka
menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan
musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika
kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.“[QS
ath-Tholaq : 6]
Berkata al-Hafidz Ibnu Katsir (8/153) :
أي: وإن اختلف الرجل
والمرأة، فطلبت المرأة أجرة الرضاع كثيرًا ولم يجبها الرجل إلى ذلك، أو بذل الرجل
قليلا ولم توافقه عليه،
فليسترضع له غيرها فلو رضيت الأم بما استؤجرت عليه
الأجنبية فهي أحق بولدها.
“Yakni : jika seorang laki-laki berselisih dengan
seorang wanita (istri yang dicerai yang sudah melahirkan bayi, pent), lalu
wanita itu meminta upah penyusuan yang banyak dan laki-laki itu tidak setuju
dengan itu, atau laki-laki tersebut cuma mau mengeluarkan sedikit upah dan
wanita tersebut tidak setuju dengannya, maka hendaknya laki-laki tersebut
mencari wanita lain yang mau menyusui bayinya selain wanita tadi. Seandainya
ibu bayi tersebut telah ridho (untuk menyusui anaknya) dengan besar upah yang
diberikan kepada wanita lain itu, maka ia lebih berhak terhadap anaknya.”
Dan di sini tidak disebut ataupun disindir sama
sekali tentang susu-susu lain selain ASI jika ibu bayi tersebut tidak bisa
menyusuinya, akan tetapi yang disebutkan adalah ASI dari ibu susu sebagai
pengganti ASI ibu bayi tersebut. Ini menandakan ASI adalah makanan
terbaik bagi bayi.
Bahkan, ada
suatu kisah yang penuh ibrah dalam suatu hadits Nabi sebagaimana berikut:
Dalam kisah wanita al-Ghomidiyyah yang mengaku
berzina dan minta dirajam terdapat faidah tentang pentingnya menyusui bagi
anak. Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam menunda
hukuman rajamnya sampai ia melahirkan dan menyapih anaknya. Kami nukilkan
kisahnya secara ringkas dari hadits Buroidah rodhiyallohu anhu:
فَجَاءَتْ
الْغَامِدِيَّةُ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي قَدْ زَنَيْتُ فَطَهِّرْنِي
وَإِنَّهُ رَدَّهَا فَلَمَّا كَانَ الْغَدُ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ
تَرُدُّنِي لَعَلَّكَ أَنْ تَرُدَّنِي كَمَا رَدَدْتَ مَاعِزًا فَوَاللَّهِ إِنِّي
لَحُبْلَى قَالَ إِمَّا لَا فَاذْهَبِي حَتَّى تَلِدِي فَلَمَّا وَلَدَتْ أَتَتْهُ
بِالصَّبِيِّ فِي خِرْقَةٍ قَالَتْ هَذَا قَدْ وَلَدْتُهُ قَالَ اذْهَبِي
فَأَرْضِعِيهِ حَتَّى تَفْطِمِيهِ فَلَمَّا فَطَمَتْهُ أَتَتْهُ بِالصَّبِيِّ فِي
يَدِهِ كِسْرَةُ خُبْزٍ فَقَالَتْ هَذَا يَا نَبِيَّ اللَّهِ قَدْ فَطَمْتُهُ
وَقَدْ أَكَلَ الطَّعَامَ فَدُفِعَ الصَّبِيُّ إِلَى رَجُلٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ
ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَحُفِرَ لَهَا إِلَى صَدْرِهَا وَأَمَرَ النَّاسَ
فَرَجَمُوهَا
“Lalu datang seorang wanita al-Ghomidiyyah, ia
berkata : “wahai Rosululloh, aku telah berzina, maka sucikanlah aku!” Dan
Rosululloh menolaknya. Ketika keesokan harinya, wanita itu berkata : “Wahai
Rosululloh, mengapa engkau menolakku? Mungkin engkau menolakku sebagaimana
engkau telah menolak Ma’iz, maka demi Alloh aku ini hamil!” Rosululloh berkata
: “Tidak, pergilah sampai engkau melahirkan.” Ketika ia sudah melahirkan, ia
mendatangi Rosululloh dengan membawa bayinya pada sebuah kain, ia berkata :
“Ini aku sudah melahirkan.” Rosululloh berkata : “Pergilah dan susuilah
ia sampai engkau menyapihnya!” Ketika ia telah menyapihnya, ia
mendatangi Rosululloh dengan bayinya yang membawa remukan roti di tangannya,
maka ia berkata : “Ini wahai Nabi Alloh, aku sudah menyapihnya dan ia sudah
makan makanan.” Maka anak itu diserahkan kepada seseorang dari kaum muslimin,
kemudian beliau memerintahkan untuk merajamnya, maka digalikan untuknya lubang
sedalam dadanya lalu beliau memerintahkan orang-orang, kemudian mereka
merajamnya.”
[HR. Muslim no. 1695, Abu Dawud no. 4442, Ahmad no.
22999, Ibnu Abi Syaibah no. 28809, dll dari jalan Abdulloh bin Buroidah, dari
Buroidah]
Dalam riwayat lain Rosululloh berkata :
إِذًا لَا
نَرْجُمُهَا وَنَدَعُ وَلَدَهَا صَغِيرًا لَيْسَ لَهُ مَنْ يُرْضِعُهُ فَقَامَ
رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ فَقَالَ إِلَيَّ رَضَاعُهُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ قَالَ
فَرَجَمَهَا
“Kalau begitu kita tidak bisa merajamnya sedangkan
kita biarkan anaknya yang masih kecil tanpa ada yang menyusuinya.”
Lalu bangkit seorang dari Anshor, ia berkata : “aku yang akan menanggung
persusuannya wahai Nabi Alloh.” Buroidah berkata : lalu wanita itu dirajam.
[HR. Muslim no. 1695 dari jalan Sulaiman bin
Buroidah, dari Buroidah]
Al-Imam an-Nawawi berkata dalam Syarh
Muslim (11/202) : “Dan Ketahuilah! Bahwa madzhab asy-Syafi’i, Ahmad,
Ishaq, dan yang masyhur dari madzhab Malik : bahwa seorang wanita boleh tidak
dirajam sampai didapatkan orang lain yang menyusui bayinya,
dan jika tidak didapatkan maka wanita itu sendiri yang menyusuinya
sampai disapih, baru kemudian dirajam.”
Seandainya menyusui bayi dengan ASI adalah
perkara yang sepele atau tidak penting bagi bayi tersebut, tentu Rosulullohshollallohu
alaihi wa sallam tidak akan menunda hukum rajam tersebut.
Nah, tuh kan. Bahkan hukuman rajam pun ditunda demi pemberian ASI. Kalo yang menurut ilmu pengetahuan modern, katanya ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi. Setidaknya sampai usia 6 bulan. Eh ntar deh, masalah keunggulan ASI bisa kalian search sendiri lah di mbah gugel. Tulis aja “manfaat ASI”, pasti ketemu banyak banget kok hehe.
Tapi yang paling aku soroti adalah dalil bahwa saudara sepersusuan itu bisa menjadikan mahram(dalilnya lihat di sini, udah kepanjangan euy :P). dan definisi mahram adalah mereka yang tidak boleh saling menikah karena dkatnya hubungan kekerabatan. Hikmahnya adalah bahwa perkawinan dengan saudara yang punya hubungan darah terlalu dekat akan menjadikan anak yang dilahirkan mengalami kecacatan. Dan dekatnya hubungan darah artinya miripnya bentuk genetic. Hal itu, aku simpulkan bahwa ASI juga berperan dalam membentuk-atau menyempurnakan-genetik manusia.
Sekarang, kalo ASI diganti ASS(Air Susu Sapi), apa yang bisa kita simpulkan pula?
Oh ya, kita kalau di pesantren kilat atau kultum tarawih pernah dengar kan tentang kewajiban seorang anak terhadap orang tua, terutama ibunya. Bagaimana kita harus menghormatinya dan berbakti pada Ibu. Namun, tidakkah ada yang terlupa? Ya, bahwa para IBU JUGA MEMILIKI KEWAJIBAN TERHADAP ANAKNYA. Dan salah satunya, adalah menyusui anaknya. Bahkan sering kita dapati perkataan bahwa Ibu adalah madrasah pertama bagi anaknya. Dialah yang paling menentukan sifat anaknya karena menurut salah satu iklan susu juga, usia 1-3 tahun adalah usia emas pembentukan diri anak.
Namun yang perlu digaris bawahi tidak ada yang melarang para Ibu bekerja lho ya. Ya boleh bekerja, tapi tolong ada skala prioritas. Bagilah waktu Anda sedemikian rupa hingga tidak mengganggu peran utama Anda. Kan mengasuh anak adalah kewajiban Anda yang paling mulia, sedangkan mencari nafkah adalah kewajiban ayah. Relakah Anda jika nanti sang putra tercinta merasa kurang disayang dibandingkan dengan pekerjaan Anda? Dan untuk para ayah(buat yang masih calon juga hehe), bertindaklah sebagaimana laki-laki. Penuhi kewajibanmu, jangan bermalas-malasan, hingga para Ibu tak perlu susah payah dan dobel tanggung jawab. (Kata salah seorang mentorku nih hehehe)
Oh ya, mengenai jawabanku saat ditanya seperti di awal post ini adalah,”InsyaAllah saya gak perlu serepot ini kok. Kan ada ASI ekslusif” :)
Aamiin...
0 komentar:
Posting Komentar