Ada
yang pernah mengeluh? Hmm, oke deh kalo gitu aku revisi pertanyaanku. Ada yang
tidak pernah mengeluh? Hehehe. Aku pikir setiap orang pernah mengeluh kan
kawan?
Sekarang,
kenapa kita mengeluh? Karena kebiasaan atau memang merasa sedang mengalami
beban berat? Nah, di sini aku akan berbagi cerita sedikit tentang hal yang
terakhir. Merasa sedang mengalami beban berat.
Yaaah,
aku pernah mengalami saat-saat di mana rasanya ada banyak masalah yang harus
diselesaikan namun tidak atau sulit
sekali selesainya. Belum selesai satu hal, sudah ada 3 masalah baru yang
datang. Satu masalah sudah hampir selesai ternyata dia lebih rumit dari yang
dipikirkan. Deadline masalah yang satu hari ini, ternyata ada dua hal lain yang
deadlinenya kemarin. Berpikir lagi gak ada duit ternyata banyak yang harus
dikeluarkan.
Kebayang
kan apa yang aku maksud beban berat itu? Tapi apa kita harus menyerah?
Tentu
jawabnya, TIDAK! Kenapa?
Pertama,
kita harus tahu apa tujuan adanya setiap persoalan hidup kita. Analoginya, jika
kita sekolah dan ingin naik tingkat, tentu ada serangkaian PR, tugas, juga
ujian bukan(Padahal kenyataannya ini salah satu persoalan hidup sih :P)? Nah,
kalo buat sekolah aja kita ada sedemikian banyak persoalan, apalagi hidup?
Hidup ini berkembang boy, ada tingkatan-tingkatannya. Kamu anak TK masalahmu ya
bingung milih permen rasa apa yang pengen kamu beli, begitu pun jika kau telah
dewasa-dan ingin lebih dewasa lagi-tentu persoalanmu bukan seputar masalah
permen. Apalagi jika kau tak ingin menjadi orang biasa pastinya masalahmu bukan
masalah remeh temeh yang biasa terjadi.
Kedua,
persoalan hidup akan membuat hidup kita lebih bermakna. Sekarang bayangkan,
dari kita lahir di dunia ini sampai nanti kita mati hidup kita lempeng-lempeng saja. Tak ada hal
berarti. Tentu memori kita akan sangat miskin. Kenangan kita dangkal. Dan tak
ada kebahagiaan-juga kebanggaan- yang akan kita ingat nantinya. Hidup datar,
gak asik boy. Life is never flat :D
Jika
kedua hal di atas lebih banyak membicarakan tentang hikmah di balik persoalan
hidup, setelah ini aku akan lebih banyak bicara tentang masalah yang terasa
semakin berat saja. Masalah yang rasanya diri kita sudah tak mampu lagi
menghadapi.
Pernah
semalaman di luar rumah? Mungkin saat camping atau sekedar menikmati sunyinya malam
di teras rumah? Saat jam 7 malam, masih terasa malam itu semarak bukan? Cahaya
masih banyak.
Lalu,
jam 9 malam keramaian mulai memudar. Banyak manusia yang mulai mengurangi
aktivitasnya, bahkan tidur. Jam 2 malam, praktis kesunyian seolah melingkupi
kita. Apalagi jika kau sedang di hutan, dan kawan-kawan camping sudah pada
tepar. Sungguh, malam sedemikian pekatnya, dan cahaya hanya dari sisa-sisa api
unggun yang juga semakin meredup. Dingin pun semakin bertambah dan mencubit
tulang.
Demikianlah,
malam semakin larut akan semakin gelap saja. Namun hakikatnya, bukankah bila
malam semakin jauh maka itu artinya semakin dekat dengan fajar? Begitu pula
dengan persoalan hidup, bila rasanya diri ini sudah tak mampu lagi itu artinya
tidak lama lagi akan selesai. Ingat, Allah tak akan membebani hamba-Nya
melebihi kemampuannya bukan?
Dan
itu memberi pelajaran pada kita agar jangan mudah menyerah. Bila masalah tak
kunjung selesai itu artinya kemampuan kita masih jauh di atas masalah itu
sehingga Allah menaikkan dosisnya. Dan siapakah yang paling tahu kekuatan
manusia jika bukan Pembuatnya?
Selain
itu hikmah dari hal ini adalah kita bisa menyadari diri bahwa kita memang butuh
Allah. Sangat membutuhkannya. Tanpanya kita bukan apa-apa.
Misalnya
ada mesin bakar torak yang demikian kuat elemen-elemennya tapi tidak bisa berfungsi.
Kenapa? Karena tak ada bahan bakar yang masuk ke ruang bakar disebabkan katup intake-nya gak bisa dibuka. Mesin bakar
itu sesungguhnya jika beroperasi akan menghasilkan daya yang sangat besar. Seperti
diri kita, mungkin benar kita sesungguhnya kuat tapi jika kita menutup hati
kita dari cahaya illahi, kita hanya akan menjadi seonggok tubuh tanpa jiwa.
Aku
jadi ingat sebuah kisah. Ada seorang laki-laki yang punya ayah seorang koki handal.
Tidak hanya piawai memasak, ayahnya juga sangat bijak. Suatu ketika laki-laki
itu mengadu pada ayahnya tentang beban hidupnya yang sangat berat. Tanpa banyak
cakap sang ayah mengajak putranya ke dapur dan mulai memasak air di tiga wadah
berbeda. Wadah pertama dia beri telur, wadah kedua wortel, dan wadah ketiga
kopi. Setelah sekian lama dia ambil ketiga benda itu. Putranya yang bingung
bertnya,”Aya, apa maksud semua ini?”
Sang
ayah tersenyum dan menjawab,”Perhatikanlah Nak ketiga benda ini. Jika aku
umpamakan air panas adalah masalah hidup, tiga hal mewakili tipe-tipe manusia
dalam menyikapinya. Jika kau adalah telur, masalah akan membuat bagian dalam dirimu-yaitu hati-akan mengeras. Walaupun
tadi sebenarnya kau adalah orang yang lembut. Atau jika kau wortel, masalah
yang ada hanya membuatmu lembek dan kau menjadi orang yang putus asa. Kau menyerah,
tanpa tau yang harus kau lakukan. Berbeda dengan kopi, air panas membuat dia
yang tadi hanya benda hitam pahit seolah tak ada apa-apanya menjadi sebuah minuman
istimewa. Manusia tipe kopi menjadikan persoalan hidup sebagai katalis
perbaikan diri. Apa kau paham Anakku?”
Yang
terakhir nih, tidak menyerah saja persoalan hidup tak kunjung selesai. Apalagi
jika kau menyerah booooyyyy…. Ingat ayat ini
“Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat
yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan dari belakangnya. Mereka
menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya
Allah tidak akan mengubah keadaan satu kaum sebelum mereka mengubah keadaan
diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan
terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung
selain Dia” (QS 13 : 11)
Apa
topic dari tulisan ini sebenarnya aku tak tahu. Aku hanya menulis saja,
mengalir. Sungguh tak terstruktur dan tanpa kerangka. Kalo ada yang merasadapat
hikmah semoga itu bisa termasuk salah satu sumber pahala buatku.Tulisan ini
tujuan utamanya hanyalah untuk mengingatkan diriku, bahwa sebenarnya aku tahu
bagaimana seharusnya bersikap. Namun manusia sering lupa, bahwa yang terpeting
bukan TAHU atau MAMPU, tapi MAU.
0 komentar:
Posting Komentar