Hari-hari
yang (terasa sibuk) boy. Hingga sepertinya blog ini merasa aku telantarkan. Biarlah,
terkadang kita butuh istirahat bukan? Begitu pula blog ini(alesan doang :P).
Yang
aku ingin ceritakan sekarang mungkin
tidak seberat yang sebelum-sebelumnya. Karena ini tentang cinta. Yup, CINTA. Lebih
tepatnya, bagaimana mengelola cinta. Basi sih, tapi entah kenapa aku ingin
membaginya.
Tadi
malam, aku sedang cukup galau. Dan galau itu baru bisa terobati setelah datang
ke kosan senior fakultas. Galau yang ini cukup suram, karena menyangkut sesuatu
yang telah kurasakan sejak seminggu yang lalu. Yaitu mengenai windows 8 di
laptopku yang tidak bisa buat menjalankan Autodesk Inventor 2010. Kok seminggu?
Ya, karena inventorku sudah seminggu gak mau jalan sehingga aku harus
bergonta-ganti pasangan buat flashdisk-ku dan akhirnya dia pun terjangkit
penyakit virus trojan-,-.
Sebenarnya
bukan ini inti ceritanya hehehe. Namun, sebenarnya adalah mengenai perbincangan
kami berdua. Yaaah, semi mentoring laaaah karena dia juga mentorku hehe. Mentor yang cukup komplit karena bukan masalah agama saja, tapi juga di bidang beladiri, IT, dan
kuliah. Juga cinta hahahaha. Awalnya hanya cerita biasa mengenai perbandingan
solidworks dan inventor, perancangan UAV-nya di IARC kemarin, masalah persiapan
ke gunung, cara nge-crack(sssssssstt hehehe) program, beasiswa yang tidak
kunjung turun, hingga masalah itu hehe.
Cerita tentang ini”
dengan beliau dibuka ketika aku melihat proposal nikah. Proposal nikah mentor
seniorku itu, bukan punya dia hehehe(berarti kakek mentorku dong :P). Dan jadilah cerita melanglang jauh hahaha
.
Dengan
cukup sok tahu (sori mas ^^V) seniorku tersebut berkata tentang sifat-sifat
wanita. Dan entah kenapa, aku sangat percaya hehe. Menurutnya, wanita itu
adalah makhluk yang istimewa dan seharusnya memperlakukan dirinya juga
diperlakukan oleh orang lain secara istimewa pula. Salah satu keistimewaanya
adalah mengenai kesetiaannya. Kesetiaan yang begitu utuh, hingga ketika
dia telah mencintai seorang pria (umumnya)
hanya pria itulah yang akan mengisi hatinya. Hal ini-katanya merujuk suatu
artikel yang pernah dibacanya- disebabkan oleh organ seks-nya. Seperti kita
ketahui bahwa “jatah” ovum setiap wanita itu terbatas hingga bila telah habis
wanita akan menopouse(bener gak nih tulisannya?). Selain itu, ovum hanya keluar
setiap sebulan sekali dan itu pun hanya satu. Sungguh istimewa bukan? Berbeda dengan
laki-laki yang kuantitas sperma dan masa suburnya yang tidak terbatas selama
dia sehat. Inilah salah satu sebab
kenapa wanita menjadi setia, karena dia (seharusnya hanya) akan mempersembahkan
ovumnya kepada yang benar-benar dia cintai.
Tetapi,
sekarang beliau jadi bertanya-tanya. Bukankah dengan demikian akan kasihan,
ketika seorang pria telah membuatnya jatuh cinta hingga hanya ada namanya dalam
pahatan hati sang wanita, sang laki-laki ternyata bukanlah suaminya. Karena pacarnya
yang dulu menikah dengan wanita lain dan (kami pikir) si pria belum tentu ingat
pada sang wanita. Di sinilah beliau sangat menyayangkannya. Makhluk yang
istimewa, tidak memperlakukan dirinya dengan istimewa, yang akhirnya membuat
dia tidak diperlakukan dengan istimewa. Sehingga beliau sangat mengecam pria
yang suka mengumbar cinta dan kasihan pada wanita yang terlalu mudah
menerimanya. Padahal, belum tentu mereka akan menjadi sepasang kekasih yang halal
oleh ikatan yang berat-pernikahan.
Kemudian, aku melontarkan sebuah komentar,”Berarti,
kalo aku suka sama orang dipendam aja dulu mas bro?” Dalam pikiranku aku
teringat kata-kata dalam film yang konyol-Pocong Juga Pocong:”Cinta itu seperti
kentut, ditahan sakit, dikeluarin malu” hahahaha.(Dan akhirnya aku tahu, bagaimana biar tidak malu, tak hanya di mata si wanita tapi juga juga di hadapan Yang Kuasa-menikahinya)
Kemudian
mas bro-ku itu berkata bahwa kediaman kita bukanlah sebuah kepengecutan,
kepecundangan. Justru menurutnya, itu adalah sikap terbaik dan rela berkorban
dari seorang pria sejati. Karena dia tak ingin membuat hati sang wanita terpaut
padanya padahal belum tentu dia menjadi suaminya. Dan dia pun tak mau
memanjangkan angan-angannya oleh wanita yang belum tentu melahirkan
anak-anaknya(SECARA SAH!). Alasan yang terakhir cenderung karena logika, yaitu
dia sangat tidak mau jika nanti di hati istrinya ada nama laki-laki, dan
laki-laki itu bukanlah dia(kembali pada pembahasan di atas). Sehingga cara termudah,
adalah jangan menjadikan nama diri kita ada di hati istri orang lain. (Dalam hati
aku mbatin,”Mas, namaku ada di hati istri orang lain. Sampai mati bahkan di
akhirat akan selalu ada namaku di hati wanita itu. Karena wanita itu adalah
istri bapakku alias ibuku :P)
Aku
jadi teringat kisah cinta yang hebat. Bukan romeo dan juliet yang mati konyol
itu. Juga bukan kisah cinta si Pat Kai dengan seribu penderitaannya hahaha. Namun
kisah cinta putri seorang paling mulia di jagad ini dengan menantunya yang
termasuk Khulafaur Rasyidin. Fatimah Az-Zahra bersama kekasihnya yang hebat, ‘Ali
bin Abi Thalib. Bagaimana kediaman mereka telah menjaga kesucian hati mereka,
hingga pernikahan menjadi suatu kejutan yang masih utuh. Apakah mungkin
manisnya kue akan terasa jika krimnya telah dicolek-colek dulu?(Jadi inget
cerita kawan yang suka nyolekin bahan roti bikinan ibunya, nyummy…. Hehehe)
Oh
ya, pernah ada percakapan menarik antara aku dengan seorang kawan:
K(kawan): “Her, jodoh itu di Tangan
Tuhan ya katanya?”
A(aku): “He? Iya laaaaaaaah.”
K: “Berarti kalo gak di ambil gak jadi milik kita
dong.”
A: ”Tentu mas bro!”
K: “Kok gak lho ambil2?? :P”
A: “Lah, kalo tak ambil sekarang
mau di apain? Orang belum bisa diapa-apain ;P”
K: “Wah, bener juga ya --“
Jadi,
begitulah kawan. Hebatnya cinta, indahnya wanita, dan mulianya pernikahan. Jangan
kau peralat cinta, rusak wanita, dan cemooh pernikahan. Biarkan mereka yang
memang ingin menjaga hatinya, mendapat pendamping yang juga terjaga. Aamiin.
“Wanita-wanita
yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat
wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk
laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang
baik (pula)”. (An Nuur : 26)
So
simple and logic, isn’t it?
0 komentar:
Posting Komentar