Hmm, pagi yang sempurna. Cuacanya
pun begitu sempurna-untuk menjemur
pakaian. Dan pagi ini aku
ingin berbagi kebahagiaan-dan sedikit hikmah-hehehe.
Beberapa waktu yang lalu aku
mendapat sebuah buku pedoman teknik beladiri untuk tingkatanku. Sebuah buku yang tak terlalu tebal-hanya
belasan halaman kukira-namun begitu istimewa. Tentu kalian bertanya-tanya,”Lha,
dikasih buku latihan oleh pelatih yang sudah sesuai dengan tingkatannya. Apa istimewanya?
Wajar banget kaliiiii…”
Ya okelah, aku akui itu sesuatu
yang wajar. Tapi aku tak salah ketika kukatakan hal itu terasa begitu istimewa.
Karena aku harus fight dulu dengan perguruan lain dan keluar dengan bibir jadi
sariawan kena tendangan. Tapi lawanku tak keluar gelanggang dengan badan mulus
karena pelatihku pun bilang,” Mantap teknik yg saya ajari bisa kamu gunakan. tar
saya kasih hadiah spesial buat kamu deh.. “ Hadiah itu adalah yang aku sebut
pada paragraf sebelumnya. Tak usah dibahas apanya yang mantap, rahasia perusahaan
:P
Rasa istimewa itu semakin
mengkristal menjadi rasa bersyukur, karena sebulan yang lalu aku pernah
merengek-rengek pada beliau untuk boleh mem-fotokopi buku tersebut. Namun beliau
berkata,”Buku ini akan saya kasih pada waktu yang tepat. Orang saya dulu
dapatnya juga susah, tiap latihan cuma dikasih lihat terus dibalikin lagi. Buku
langka ini hehehe. Ntar kalo saya kasih sekarang biasa aja feel-nya. Tunggu waktu
yang tepat, oke?”
Mulai dapat intinya? Betapa sesuatu
tidak hanya dihargai sesuai dengan nilai sesuatu itu sendiri, namun juga sesuai
dengan usaha yang kita lakukan untuk mendapatkannya. Semakin besar usaha kita,
semakin senang rasanya ketika memperolehnya. Seperti pada buku teknik di atas,
andai saja waktu itu pelatih memberi secara cuma-cuma mungkin saja teknik itu
tak sebegitu aku resapi seperti sekarang. Atau caraku menjaga tentu tak sebaik
sekarang (sekarang, hanya orang-orang tertentu yang aku ijinkan untuk melihat
dan memegangnya). Orang kalau hilang tinggal fotokopi lagi. Gak seru kan? Contoh
lain, sebuah permen lollipop hasil lomba makan kerupuk pasti berbeda dengan kalau
dibelikan orang tua.
Begitu pula tentang seseorang. Atau
lebih tepatnya “seseorang”(dengan tanda petik). Bisa kalian interpretasikan
sebagai seseorang non-mahrom yang akan menjadi pasangan hidup. Semakin besar
usaha kita untuk mendapatkannya, semakin bersyukur ketika kita dapat
meminangnya. Sebaliknya, semakin mudah untuk didapatkan, maka….(isi
titik-titiknya sendiri saja).
Jika
cinta menjadi barang murahan maka akan terjadi sesuatu yang sama. Saat cinta
hanya dihargai sekotak coklat, sekuntum bunga mawar, dan sms mesra setiap pagi
dan sore(duh, macam dzikir pagi dan petang saja -,-“). Apabila cinta hanya
sebatas kata pacar, bukan mengenai mahar. Apabila cinta hanya berarti
jalan-jalan berdua, bukan membangun sebuah rumah tangga. Apabila cinta hanya
berbincang tentang kata setia, namun menggadaikan kesetiaan pada Yang Kuasa. Saling
memanggil papa mama, ayah bunda, kanda dinda, namun saat diperhatikan masih
memakai seragam dan saling memanggilnya di kantin SMA. Dan mirisnya, melakukan
sesuatu layaknya suami istri namun tak ada ikatan syar’i.
Untuk para wanita, bermahal-mahallah
dengan cintamu(pada lawan jenis), agar nantinya engkau pun menjadi anugrah
terindah baginya-siapapun itu. Agar engkau selalu dijaga, dan tak rela jika
engkau pergi meninggalkannya. Hingga engkau akan selalu istimewa dihatinya, dan
selalu diperlakukan secara istimewa. Karena kesucian secara syar’I seorang
wanita adalah hadiah terindah bagi seorang pria. Dan karena “sesuatu tidak hanya dihargai sesuai dengan
nilai sesuatu itu sendiri, namun juga sesuai dengan usaha yang kita lakukan
untuk mendapatkannya”.
0 komentar:
Posting Komentar