Jumat, 08 November 2013

Posted by Heri I. Wibowo | File under :
                Pasti banyak yang bertanya-tanya dan galau tentang cukup S1 saja lalu kerja atau langsung lanjut S2? Nah, hari ini saya pikir saya punya jawabannya. Bukan saya yang menjawab, namun langsung dari seseorang yang sekarang telah menjadi professor hehehe.

                Tenang, hak cipta tidak ada yang terlanggar. Ini buktinya:

Saya mengirim email berikut:

Selamat malam Pak,

Saya melihat tulisan-tulisan Bapak di Mailing List sangat
menginspirasi. Dengan ini saya ingin menanyakan, bolehkah jika tulisan
Bapak saya publish di tempat lain?


Hormat saya,
Heri I.W
13111070

Dan ini balasan dari beliau:

Heri Yth,

Silahkan saja asal berguna untuk bangsa Indonesia.

Salam,
ZA


                Oke, langsung saja ya kawan-kawan! Selamat menikmati :)

Mhs MS Yth,

Karena banyaknya pertanyaan2 yang muncul sehubungan dengan email saya yang terdahulu (baik melalui email, sms, maupun tatap muka) berikut saya kirimkan informasi tambahan yang mungkin anda ingin ketahui. Bila masih ada hal lain yang ingin anda ketahui silahkan kontak saya.

1. Apa ada gunanya setelah lulus S1 saya mengambil S2?

Kalau selepas lulus S2 anda bekerja sebagai dosen, peneliti, di bagian R&D industri, atau bekerja di industri sbg konsultan; jelas lulusan S2 (dan S3) akan lebih dihargai daripada lulusan S1. Namun, kalau anda kerja di industri umum sbg engineer, jangan sakit hati kalau sebagai lulusan S2 anda digaji sama dengan lulusan S1. Walau demikian saya lihat, sbg lulusan S2, kalau karier anda lebih cepat maju dibanding S1 ya bisa dimengerti. Sewaktu sy berkunjung di Inco (sekarang Valco) ada orang yang baru kerja 5 tahun tetapi sudah jadi superintendant lalu saya berkomentar: wah cepat sekali karir dia ya?  Jawab karyawan Inco: ya Pak, kan dia lulusan S2! (Saya fikir begini: jadi kalau lulusan S1 kerja 10 thn lalu ada orang baru lulusan S1 kerja 5 thn diangkat sbg kepala yang lain, maka karyawan lain tidak akan terima. Tetapi walau karyawan baru, kalau lulusan S2 diangkat untuk membawahi lulusan S1 maka karyawan yang lain terima).

Jadi keuntungan lulusan S2 adalah 'lebih dianggap' daripada lulusan S1. Saat ini ada trend orang yang sudah kerja di industri untuk mengambil s2 agar lebih 'diperhitungkan' dibanding lulusan S1 (apalagi kalau anda lulus S2 dari luar negeri) karena paling tidak anda memiliki kemampuan bahasa dan pernah bekerja dengan bangsa lain. Di Jepang (Tokyo Institut of Technology) 80% lulusan S1 meneruskan S2!

Oh ya dalam Career Day ITB, beberapa perusahaan mengatakan:  anda boleh mengklaim sbg lulusan S2 bila prodi S2 anda sama S1. Bila S2 anda berbeda dengan S1 maka yang boleh anda klaim hanya S1 saja.

2. Sebaiknya langsung S2 atau bekerja dulu?

Kalau anda wanita, jawabannya so pasti: langsung ambil S2. Kenapa? Karena setelah anda berkeluarga, sulit sekali meluangkan waktu untuk berkonsentrasi belajar tanpa terganggu urusan keluarga. Bayangkan kalau anda mau ujian tapi anak atau suami anda sakit.

Kalau anda lelaki? Tetap saja masalah di atas muncul tetapi mungkin tidak seberat wanita. Saya punya beberapa mhs s2 dan s3 laki2 yang sudah bekerja dan berkeluarga. Hampir semua mhswa saya (laki2) yang bekerja dan berkeluarga hanya dapat menyelesaikan s2 nya dalam waktu 3 tahun (deadline) padahal mhswa s2 saya yang belum berkeluarga umumnya dapat menyelesaikan S2 dalam waktu 1 sd 2 tahun.

Jadi kalaupun anda lulus S2 dan bidangnya berbeda dengan scope pekerjaan anda setelah bekerja, sbg lulusan s2 anda masih punya keuntungan: 
- Memiliki kemampuan berfikir yang lebih baik
- Memiliki kesempatan untuk maju lebih cepat daripada lulusan s1
- Memiliki kemampuan menulis (bahasa) lebih baik (terutama yang S2 di LN)
- Tidak perlu lagi mengambil s2 setelah anda berkeluarga!

3. Begitu lulus sebaiknya langsung buka wirausaha atau bekerja dulu?

Kalau anda datang dari keluarga miskin, anak tertua, apalagi akan segera menikah maka saya sarankan: bekerja dulu! Kenapa? Begitu anda buka usaha, anda menghadapi dead valley zone (daerah lembah kematian) karena saat itu anda belum memiliki pelanggan tetapi harus membayar biaya operasional (bayar karyawan, sewa tempat dll). Bila modal anda tidak cukup, usaha anda akan tutup sebelum anda berhasil keluar dari lembah kematian. Ingat, 90% 'perusahaan baru' menemui ajal pada masa ini. Itu kenapa disebut sebagai dead valley zone.

Bila anda anaknya orang kaya, bukan anak sulung (tidak diharapkan membantu keluarga begitu lulus) dan tidak berencana berkeluarga dalam waktu dekat, maka langsung menjadi wirausaha begitu anda lulus bisa anda lakukan. Kenapa? Rugi pun tidak masalah karena back-up dari orang tua akan tetap jalan :-) Walau demikian, tetap saja, bekerja dulu menurut saya lebih menguntungkan. Kenapa? Karena anda belum tahu barang2 yang harganya sangat mahal yang dibutuhkan oleh industri, anda belum tahu bengkel yang mampu membuat produk presisi, anda belum tahu beli material canggih dimana tempatnya atau bagaimana cara mengimportnya. Kalau langsung 'wirausaha' anda tidak memanfaatkan keahlian anda dalam bidang mesin. Paling2 anda jadi pedagang yang menjual barang2 yang dikenal banyak oleh orang 'kota'.

Saya punya beberapa mhs ex bimbingan yang ayahnya wirausaha tetapi minta anaknya untuk bekerja dulu di perusahaan lain untuk mendapatkan wawasan yang berbeda dari perusahaan bapaknya. Ada yang ayahnya wirausaha di bidang konstruksi baja tapi anaknya sekarang kerja di Rekayasa Industri, ada yang ayahnya punya pabrik sepatu (Carvil?) tapi anaknya sekarang kerja di Schlumberger, ada yang ayahnya punya bisnis vulkanisir ban2 truk besar tetapi anaknya kerja di Pusri dll. Kenapa ayah mereka minta anaknya kerja di perusahaan lain dulu sebelum bergabung dengan perusahaan ayahnya?

4. Lebih baik bekerja di perusahaan Nasional atau di perusahaan Multinasional (Internasional)?

Jelas, mending di perusahaan multinasional. Kenapa? Pertama karena gajinya lebih besar. Kedua karena dengan bekerja di perusahaan Multinasional, anda akan memiliki kemampuan berfikir secara global dan memiliki pengalaman bekerja dengan bangsa yang bermacam-macam. Di samping itu, biasanya perusahaan multinasional memiliki program pelatihan yang lebih baik dari perusahaan nasional apalagi lokal.

Untuk menghadapi AFTA2015, beberapa perusahaan nasional telah menyiapkan diri bersaing di pasar bebas. Contoh: Semen Padang/Semen Gresik (dengan induk company Semen Nusantara) telah membuka pabrik di Vietnam. Unilever juga akan membuka pabrik di Vietnam. Kenapa pindah? Agar survive, mereka harus berfikir secara global. Apa artinya? Untuk memproduksi barang dan menjual produk semurah2nya mereka harus mendekati sumber bahan baku, ongkos transportasi dan tenaga kerja murah, dan kalau bisa mendekati lokasi pemakai. Indonesia rupanya tidak lagi dianggap menarik karena bahan baku tidak banyak/mahal, ongkos transportasi sangat mahal, perijinan sangat lama/mahal/ribet, biaya buruh juga tidak murah lagi (apalagi dengan naiknya UMR). Jadi kalaupun anda bekerja di perusahaan lokal, anda harus berfikir secara global agar perusahaan anda tetap survive di pasar bebas. Mungkin sebentar lagi tahu buatan cina akan masuk ke Indonesia dengan harga yang lebih murah dan kualitas yang lebih baik :-)

5. Kalau IP saya rendah bagaimana Pak?

Tenang, lulusan mesin 'laku' keras di industri. Sayaratnya, jangan pilih2 industri dulu. Kalau anda diterima bekerja dengan gaji, say, 3 juta per bulan; teima saja dulu. Beberja dan cari pengalaman di perusahaan tsb 1 atau 2 tahun. Setelah itu coba anda melamar ke perusahaan lain maka IP tidak diperhitungkan lagi; yang akan ditanya sbg experience engineer adalah: 1. Anda lulusan mana? 2. Anda punya pengalaman apa? Kadang malah no 1 tidak ditanyakan; yang ditanya: 1. Anda punya pengalaman apa? 2. Buktikan anda memang kompeten di bidang tsb.

Jadi kalau IP anda terlanjur jelek jangan putus asa. IP hanya dipakai untuk mendapatkan pekerjaan pertama setelah anda lulus.

Semoga berguna.

Salam,
KaprodiMS

5 komentar:

  1. Saya skrg sdg melanjutkan s2 dan saya proses sidang tesis krn sy bekerja sambil kuliah dan menyita eaktu sy jadi sy memutuskan untuk konsentrasi pendidikan s2 krn dateline waktu utk kelulusan saya jg, tetapi sy berpikir stlh sy lulus sy ingin membuka peluang bisnis rumahan. Tetapi stelah membaca artikel anda sy menjadi membenarkan untuk membuka usaha memanglah tidak mudah spt dikatakan dead valley zone.. Bisakah anda memberikan saran kepada saya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau boleh tahu anda itu bagaimana latar belakangnya? Kan dalam artikel saya tersebut (Yang sebenarnya adalah buatan Kaprodi Teknik Mesin ITB) ada beberapa pertimbangan dalam memutuskan ingin buka usaha atau tidak. Jika Anda siap dengan segala konsekuensinya, ya kenapa tidak? Apalagi jika memang keluarga Anda berasal dari keluarga yang sudah malang melintang di ke-wirausaha-an.

      Selain itu, tanpa mengecilkan makna Anda, saya pikir (tanpa maksud apa-apa), resiko Anda sebagai wanita lebih kecil jika ada apa-apa dengan usaha karena kewajiban menafkahi keluarga kan nantinya ada di suami Anda ;)

      Hapus
  2. Terimakasih kepada narasumber dan pempublish tulisan ini. Pikiran saya jadi lebih terbuka :D

    BalasHapus
  3. terimakasih atas pemikirannya, semoga bermanfaat untuk yang lain

    BalasHapus