Pasti banyak yang bertanya-tanya
dan galau tentang cukup S1 saja lalu kerja atau langsung lanjut S2? Nah, hari
ini saya pikir saya punya jawabannya. Bukan saya yang menjawab, namun langsung
dari seseorang yang sekarang telah menjadi professor hehehe.
Tenang, hak cipta tidak ada yang
terlanggar. Ini buktinya:
Saya mengirim
email berikut:
Selamat malam Pak,
Saya melihat tulisan-tulisan Bapak di
Mailing List sangat
menginspirasi. Dengan ini saya ingin
menanyakan, bolehkah jika tulisan
Bapak saya publish di tempat lain?
Hormat saya,
Heri I.W
13111070
Dan ini balasan dari beliau:
Dan ini balasan dari beliau:
Heri Yth,
Silahkan saja asal berguna untuk bangsa
Indonesia.
Salam,
ZA
Oke, langsung saja ya
kawan-kawan! Selamat menikmati :)
Mhs MS Yth,
Karena banyaknya pertanyaan2 yang
muncul sehubungan dengan email saya yang terdahulu (baik melalui email,
sms, maupun tatap muka) berikut saya kirimkan informasi tambahan yang
mungkin anda ingin ketahui. Bila masih ada hal lain yang ingin anda
ketahui silahkan kontak saya.
1. Apa ada gunanya setelah lulus
S1 saya mengambil S2?
Kalau selepas lulus S2 anda bekerja
sebagai dosen, peneliti, di bagian R&D industri, atau bekerja di
industri sbg konsultan; jelas lulusan S2 (dan S3) akan lebih dihargai
daripada lulusan S1. Namun, kalau anda kerja di industri umum sbg
engineer, jangan sakit hati kalau sebagai lulusan S2 anda digaji sama
dengan lulusan S1. Walau demikian saya lihat, sbg lulusan S2, kalau karier
anda lebih cepat maju dibanding S1 ya bisa dimengerti. Sewaktu sy berkunjung di
Inco (sekarang Valco) ada orang yang baru kerja 5 tahun tetapi sudah jadi
superintendant lalu saya berkomentar: wah cepat sekali karir dia ya?
Jawab karyawan Inco: ya Pak, kan dia lulusan S2! (Saya fikir begini: jadi
kalau lulusan S1 kerja 10 thn lalu ada orang baru lulusan S1 kerja 5 thn
diangkat sbg kepala yang lain, maka karyawan lain tidak akan terima.
Tetapi walau karyawan baru, kalau lulusan S2 diangkat untuk membawahi
lulusan S1 maka karyawan yang lain terima).
Jadi keuntungan lulusan S2 adalah
'lebih dianggap' daripada lulusan S1. Saat ini ada trend orang yang sudah
kerja di industri untuk mengambil s2 agar lebih 'diperhitungkan' dibanding
lulusan S1 (apalagi kalau anda lulus S2 dari luar negeri) karena paling
tidak anda memiliki kemampuan bahasa dan pernah bekerja dengan
bangsa lain. Di Jepang (Tokyo Institut of Technology) 80% lulusan S1 meneruskan
S2!
Oh ya dalam Career Day ITB, beberapa
perusahaan mengatakan: anda boleh mengklaim sbg lulusan S2 bila prodi S2
anda sama S1. Bila S2 anda berbeda dengan S1 maka yang boleh anda klaim hanya
S1 saja.
2. Sebaiknya langsung S2 atau
bekerja dulu?
Kalau anda wanita, jawabannya so
pasti: langsung ambil S2. Kenapa? Karena setelah anda berkeluarga, sulit
sekali meluangkan waktu untuk berkonsentrasi belajar tanpa terganggu
urusan keluarga. Bayangkan kalau anda mau ujian tapi anak atau suami anda
sakit.
Kalau anda lelaki? Tetap saja
masalah di atas muncul tetapi mungkin tidak seberat wanita. Saya punya
beberapa mhs s2 dan s3 laki2 yang sudah bekerja dan berkeluarga. Hampir semua
mhswa saya (laki2) yang bekerja dan berkeluarga hanya dapat menyelesaikan s2
nya dalam waktu 3 tahun (deadline) padahal mhswa s2 saya yang belum berkeluarga
umumnya dapat menyelesaikan S2 dalam waktu 1 sd 2 tahun.
Jadi kalaupun anda lulus S2 dan
bidangnya berbeda dengan scope pekerjaan anda setelah bekerja, sbg lulusan s2
anda masih punya keuntungan:
- Memiliki kemampuan berfikir yang
lebih baik
- Memiliki kesempatan untuk maju
lebih cepat daripada lulusan s1
- Memiliki kemampuan menulis
(bahasa) lebih baik (terutama yang S2 di LN)
- Tidak perlu lagi mengambil s2
setelah anda berkeluarga!
3. Begitu lulus sebaiknya langsung
buka wirausaha atau bekerja dulu?
Kalau anda datang dari keluarga
miskin, anak tertua, apalagi akan segera menikah maka saya sarankan: bekerja
dulu! Kenapa? Begitu anda buka usaha, anda menghadapi dead valley zone (daerah
lembah kematian) karena saat itu anda belum memiliki pelanggan tetapi harus
membayar biaya operasional (bayar karyawan, sewa tempat dll). Bila modal anda
tidak cukup, usaha anda akan tutup sebelum anda berhasil keluar dari lembah
kematian. Ingat, 90% 'perusahaan baru' menemui ajal pada masa ini. Itu kenapa
disebut sebagai dead valley zone.
Bila anda anaknya orang kaya, bukan
anak sulung (tidak diharapkan membantu keluarga begitu lulus) dan tidak
berencana berkeluarga dalam waktu dekat, maka langsung menjadi wirausaha begitu
anda lulus bisa anda lakukan. Kenapa? Rugi pun tidak masalah karena back-up
dari orang tua akan tetap jalan :-) Walau demikian, tetap saja, bekerja dulu
menurut saya lebih menguntungkan. Kenapa? Karena anda belum tahu barang2 yang
harganya sangat mahal yang dibutuhkan oleh industri, anda belum tahu bengkel
yang mampu membuat produk presisi, anda belum tahu beli material canggih dimana
tempatnya atau bagaimana cara mengimportnya. Kalau langsung 'wirausaha' anda
tidak memanfaatkan keahlian anda dalam bidang mesin. Paling2 anda jadi pedagang
yang menjual barang2 yang dikenal banyak oleh orang 'kota'.
Saya punya beberapa mhs ex bimbingan
yang ayahnya wirausaha tetapi minta anaknya untuk bekerja dulu di perusahaan
lain untuk mendapatkan wawasan yang berbeda dari perusahaan bapaknya. Ada yang
ayahnya wirausaha di bidang konstruksi baja tapi anaknya sekarang kerja di
Rekayasa Industri, ada yang ayahnya punya pabrik sepatu (Carvil?) tapi anaknya
sekarang kerja di Schlumberger, ada yang ayahnya punya bisnis vulkanisir ban2
truk besar tetapi anaknya kerja di Pusri dll. Kenapa ayah mereka minta anaknya
kerja di perusahaan lain dulu sebelum bergabung dengan perusahaan ayahnya?
4. Lebih baik bekerja di perusahaan
Nasional atau di perusahaan Multinasional (Internasional)?
Jelas, mending di perusahaan
multinasional. Kenapa? Pertama karena gajinya lebih besar. Kedua karena dengan
bekerja di perusahaan Multinasional, anda akan memiliki kemampuan berfikir
secara global dan memiliki pengalaman bekerja dengan bangsa yang
bermacam-macam. Di samping itu, biasanya perusahaan multinasional memiliki
program pelatihan yang lebih baik dari perusahaan nasional apalagi lokal.
Untuk menghadapi AFTA2015, beberapa
perusahaan nasional telah menyiapkan diri bersaing di pasar bebas. Contoh:
Semen Padang/Semen Gresik (dengan induk company Semen Nusantara) telah membuka
pabrik di Vietnam. Unilever juga akan membuka pabrik di Vietnam. Kenapa pindah?
Agar survive, mereka harus berfikir secara global. Apa artinya? Untuk
memproduksi barang dan menjual produk semurah2nya mereka harus mendekati sumber
bahan baku, ongkos transportasi dan tenaga kerja murah, dan kalau bisa
mendekati lokasi pemakai. Indonesia rupanya tidak lagi dianggap menarik karena
bahan baku tidak banyak/mahal, ongkos transportasi sangat mahal, perijinan
sangat lama/mahal/ribet, biaya buruh juga tidak murah lagi (apalagi dengan
naiknya UMR). Jadi kalaupun anda bekerja di perusahaan lokal, anda harus
berfikir secara global agar perusahaan anda tetap survive di pasar bebas.
Mungkin sebentar lagi tahu buatan cina akan masuk ke Indonesia dengan harga
yang lebih murah dan kualitas yang lebih baik :-)
5. Kalau IP saya rendah bagaimana
Pak?
Tenang, lulusan mesin 'laku' keras
di industri. Sayaratnya, jangan pilih2 industri dulu. Kalau anda diterima
bekerja dengan gaji, say, 3 juta per bulan; teima saja dulu. Beberja dan cari
pengalaman di perusahaan tsb 1 atau 2 tahun. Setelah itu coba anda melamar ke
perusahaan lain maka IP tidak diperhitungkan lagi; yang akan ditanya sbg
experience engineer adalah: 1. Anda lulusan mana? 2. Anda punya pengalaman apa?
Kadang malah no 1 tidak ditanyakan; yang ditanya: 1. Anda punya pengalaman apa?
2. Buktikan anda memang kompeten di bidang tsb.
Jadi kalau IP anda terlanjur jelek
jangan putus asa. IP hanya dipakai untuk mendapatkan pekerjaan pertama setelah
anda lulus.
Semoga berguna.
Salam,
KaprodiMS
Saya skrg sdg melanjutkan s2 dan saya proses sidang tesis krn sy bekerja sambil kuliah dan menyita eaktu sy jadi sy memutuskan untuk konsentrasi pendidikan s2 krn dateline waktu utk kelulusan saya jg, tetapi sy berpikir stlh sy lulus sy ingin membuka peluang bisnis rumahan. Tetapi stelah membaca artikel anda sy menjadi membenarkan untuk membuka usaha memanglah tidak mudah spt dikatakan dead valley zone.. Bisakah anda memberikan saran kepada saya?
BalasHapusKalau boleh tahu anda itu bagaimana latar belakangnya? Kan dalam artikel saya tersebut (Yang sebenarnya adalah buatan Kaprodi Teknik Mesin ITB) ada beberapa pertimbangan dalam memutuskan ingin buka usaha atau tidak. Jika Anda siap dengan segala konsekuensinya, ya kenapa tidak? Apalagi jika memang keluarga Anda berasal dari keluarga yang sudah malang melintang di ke-wirausaha-an.
HapusSelain itu, tanpa mengecilkan makna Anda, saya pikir (tanpa maksud apa-apa), resiko Anda sebagai wanita lebih kecil jika ada apa-apa dengan usaha karena kewajiban menafkahi keluarga kan nantinya ada di suami Anda ;)
keren, Heri
BalasHapusTerimakasih kepada narasumber dan pempublish tulisan ini. Pikiran saya jadi lebih terbuka :D
BalasHapusterimakasih atas pemikirannya, semoga bermanfaat untuk yang lain
BalasHapus