Selasa, 10 Desember 2013

Posted by Heri I. Wibowo | File under : , , , ,


                Perjalanan akan memberikan hikmah, hanya jika itu perjalanan yang tidak melanggar syari’at dan bersama seseorang yang memang berpotensi memberi himah. Seperti yang saya alami hari Sabtu lalu.

                Awalnya sedang lelah karena kurang tidur malamnya buat UTS 2 Mekanika Fluida 2 jam 7 malam dan baru kelar praktikum nyelup besi anget(850o C) sampai jam 3 sore. Eh, tiba-tiba HP di kantong bergetar. Ada sms masuk dari Pak Ketua, isinya kurang lebih begini:             

Her, bisa ikut ke Banjaran besok? Kosong kan jadwalmu?  Ada undangan dari teman, kalo remaja binaan Ustadz ada acara. Yang ikut pengurus inti saja. Katanya pengen banyak kenalan kan?               

                Saya pikir ketika Anda sudah muak dengan deadline akhir-akhir ini, sebuah ajang silahturahim tentu tawaran yang sangat sulit untuk ditolak bukan? Lalu saya mulai mengecek agenda, fix kosong kecuali ta’lim mingguan. Latihan rutin juga sudah libur karena masuk masa UAS. Karena yang mengajak adalah ketua organisasi yang mengadakan ta’lim ini, saya pikir gak berangkat boleh laaaah hehehe. Lagipula sekalian nostalgia sama waktu di Semarang, di mana karang tarunanya(pas zaman saya) masih aktif.


Sebagai wakil ketua yang kerjaannya ngasih sambutan di arisan rutin pas ketua gak ada atau nyorakin anak-anak kecil pas lomba 17-an, saya begitu tergoda untuk melihat organisasi pemuda di tempat tinggal daerah sana. Setelah saya jengah melihat para pemuda sekarang sok aktif di kampus atau di sekolah namun pada tetangga sebelah rumah menyapa pun enggan. Selain itu, sebagai (katanya) pengurus inti, ya sungkan juga kalau gabut melulu bukan? Hehehe.

Bisa mas, jika tak ada hal yang mendadak yo. Dan pastinya, nebeng hehe.        

Namun malamnya, saya buru-buru sms lagi pak Ketua jika tadi Pak Dosen Elemen Mesin 2 memberikan take home quiz yang soalnya baru akan diunggah hari Sabtu pukul 3 sore dan harus dikumpulkan(via online juga) pada pukul 5 sore. Selain itu ternyata ada musyawarah pemilihan Ketua PD ITB periode 2013/2014 jam 4 sore. Man, suram! Tetapi akhirnya Sang Ketua bisa memberi jaminan jika sebelum pukul 3 sore sudah bisa di Kota Bandung lagi. Yeah!

Singkat cerita, tibalah hari Sabtu.  Jam 7 pagi katanya saya akan dijemput di masjid Batan. Ya sudah, sekalian nunggu mampir dulu ke sekre Himpunan buat baca koran hehe. Dan ketika dalam perjalanan berangkat, mulai berbincang dengan beliau. Lebih banyak mengenai segi organisatif dan struktur. Juga beberapa isu umat yang sedang panas, seperti syiah, kaum liberal, dan tentu Suriah. Dan inilah pertama kalinya saya melihat kampus IT Telkom yang terkenal itu.

Perjalanan lumayan panjang menuju Kabupaten Bandung(jadi salut dengan salah satu Ustadz kami yang seringkali harus nglaju dari Ciwidey ke Bandung untuk mengisi Liqa’. MasyaaAllah…) tidak terasa karena selain diisi dengan mengobrol juga jalan yang baru selalu menarik untuk dihafalkan. Akhirnya, tiba di sana. Eh, ternyata acaranya adalah sunatan massal hahaha. Malah jadi teringat zaman sunat dulu. Dan tahukah Anda semua, waktu sampai saya langsung terkagum-kagum. Karena di panggung, anak-anak yang sepertinya masih SD bergantian melantunkan Al-Qur’an secara tartil. Dan mereka hapalan, super sekaliiiiii… Dan hapalannya bukan tentang surah-surah pendek saja lho.

Dan itu dia, kawan dari ketua saya(Ternyata bukan remaja, tapi Pembina remajanya -_-). Langsung saja disuruh sarapan dulu. Cihuy, yang begini-begini yang bikin mahasiswa rantau tersenyum lebar. Sambil makan, baru kami berkenalan. Waktu salaman sambil lihat tangan saya beliau langsung bilang,”Widih, antum apa beladirinya? Silat?” “Sambil malu-malu saya jawab,”Eh, iya Pak. Dikit-dikit laaaah.” Begitulah, semuanya ternyata ahli beladiri. Dan FYI, ketua saya ini adalah atlet judo selain juga menguasai Jet Kune Do. Silat juga bisa. Dan Bapak yang tadi, beliau sekarang sedang mendalami Thifan, selain juga menguasai silat, bhutong, dan tarung derajat. Jadilah setelah piring habis, kami berdiskusi tentang beladiri. Bahkan orang-orang di sana sampai bingung melihat saya yang tiba-tiba dikunci dengan gerakan judo sambil duduk, di mana rasanya ini leher kejepit banget. Andai anda tahu seperti apa badan yang memiting saya hahaha.

Di sini, saya merasakan ukhuwah yang mendalam. Belum kenal tapi senyum selalu di wajah, wajah mereka adem-adem—mungkin karena ditempa nikmatnya tahajud. Dan saya merasa menjadi yang tercupu di sana. Ketika waktu dzuhur tiba, selepas main-main sedikit(lagi) tentang gerakan beladiri yang diketahui di ruang takmir semuanya langsung mengambil air wudhu. Kami sholat, dan wah, rapat dan lurus shaff-nya. Jadi envy, karena kadang di Masjid dekat kosan saya(juga rumah saya) kakinya pada menjauh waktu saya pepet. Padahal saya udah mandi lho sebelum ke masjid -_-

Nah, sekarang baru akan saya ceritakan hikmah ketika perjalanan pulang. Ada 3 hal yang paling membekas.

Pertama, karena kami memang jatuh hati pada beladiri menjadikan pembicaraan masih berkisar tentangnya. Lalu merembet ke pedang. Lalu merembet mengomentari pedang Sahabat Umar bin Khattab yang beratnya puluhan kilogram. Lalu mengklasifikasikan kemampuan gaya bertarung Khalid bin Walin, Ali bin Abi Thalib, Rasulullah, dan tentu Umar. Khalid kami masukkan ke dalam petarung yang full teknik, bersama dengan Ali bin Abi Thalib. Di mana sejarah mencatat Khalid adalah petarung dengan skill mumpuni, bahkan pernah berduel melawan 200 orang sampai harus mematahkan 13 pedang. Sedangkan Ali pernah memutuskan ikat pinggang lawan dengan pedangnya sedangkan orangnya tidak tergores sedikit pun. Kemudian Umar, kami perbincangkan sebagai petarung yang full power. Bayangkan, dengan pedang puluhan kilogramnya tentu sekali tebas bisa pecah perisai dan baju besi. Belum lagi, gaya bertarung arab selalu memakai pedang satu tangan. Betapa full powernya beliau. Badannya kekar, dan dalam salah satu riwayat disebutkan jika Umar naik keledai maka kakinya akan menyeret di tanah. Wow, besar sekali badannya. Dan tentang Rasul, kami hanya bersepakat satu hal: Beliau adalah pegulat ulung dan semua kebaikan manusia terkumpul padanya.

Kami lalu berbincang lebih khusus tentang Umar, bagaimana ketegasan dan kerasnya beliau pada keburukan. Bahkan setan pun memilih mencari jalan berputar jika tahu akan berjumpa dengan Umar. Satu hal yang saya belum tahu adalah meski Umar adalah orang tak kenal takut, beliau pernah meringkuk diam ketika “diomeli” seorang nenek-nenek. Berikut kisahnya:
Khaulah merupakan seorang wanita yang fasih berkata-kata, cerdik dan selalu merujuk kepada Allah dan RasulNya apabila menghadapi sesuatu masalah. Dalam keadaan apa sekalipun, imannya tetap teguh dan utuh. Surah al-Mujadalah menceritakan peristiwa penting yang berlaku kepada Khaulah iaitu ‘zihar’, dan ia dapat dijadikan panduan dan pengajaran kepada seluruh umat Islam.

KAITAN KHAULAH DENGAN SURAH AL-MUJADALAH

Pada suatu hari, Aus Bin Samit telah mengatakan kepada Khaulah Binti Tha'labah isterinya iaitu, "Bagiku engkau ini seperti punggung ibuku." Kemudian Aus keluar setelah mengatakan perkataan tesebut . Beberapa ketika kemudian, Aus masuk dan ingin bersama dengan Khaulah. Akan tetapi kesedaran hati dan kehalusan perasaan Khaulah membuatnya menolak hingga jelas hukum Allah tehadap kejadian ‘zihar’ yang baru pertama kali terjadi dalam sejarah Islam.

Khaulah berkata, "Tidak... jangan! Demi yang jiwa Khaulah berada di tangan-Nya, engkau tidak boleh menjamahku kerana engkau telah mengatakan sesuatu seperti yang telah engkau ucapkan terhadapku. Jadi, tunggulah sampai Allah dan Rasul-Nya memutuskan hukum tentang peristiwa yang menimpa kita."

Kemudian Khaulah keluar menemui Rasulullah saw dan duduk di hadapan Nabi serta menceritakan peristiwa yang menimpa dirinya dengan suaminya. Khaulah berdialog dan meminta fatwa tentang perkara tersebut. Rasulullah saw bersabda:"Aku belum pernah menerima perintah (wahyu) berkenaan urusanmu tersebut... aku tidak melihat melainkan engkau sudah haram baginya."

Khaulah mengulangi perkataannya dan menjelaskan kepada Rasululah saw apa yang akan menimpa dirinya dan anaknya jika dia harus bercerai, namun Rasulullah tetap menjawab, "Aku tidak melihat melainkan engkau telah haram baginya."

Selepas itu, Khaulah sentiasa mengangkat kedua tangannya memohon ke hadrat Ilahi untuk menguraikan kesedihan dan kesusahan yang terpendam di dalam hatinya itu. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, al-Hakim, Baihaqi serta lainnya dari 'Aisyah r.a., dia berkata :"Maha Suci Allah yang pendengaran-Nya mendengar segala sesuatu. Sungguh aku mendengar perkataan Khaulah binti Tsa'labah dan sebahagiannya tidak dapat ku dengar, ketika dia mengadukan perihal suaminya kepada Rasulullah sawdan berkata : Wahai Rasulullah, dia menghabiskan masa mudaku dan aku banyak melahirkan anak untuknya. Setelah usiaku menjadi tua dan aku ber-henti melahirkan, dia melakukan zihar terhadapku. Ya, Allah, aku mengeluhkepada-Mu."

Kemudian turunlah wahyu (Surah al-Mujadalah ayat 1-5) yang bermaksud:
[1] Sesungguhnya Allah telah mendengar (dan memperkenan) aduan perempuan yang bersoal jawab denganmu (wahai Muhammad) mengenai suaminya, sambil dia berdoa merayu kepada Allah (mengenai perkara yang menyusahkannya), sedang Allah sedia mendengar perbincangan kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, lagi Maha Melihat.

[2] Orang-orang yang "ziharkan" isterinya dari kalangan kamu (adalah orang-orang yang bersalah, kerana) isteri-isteri mereka bukanlah ibu-ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah perempuan-perempuan yang melahirkan mereka dan sesungguhnya mereka (dengan melakukan yang demikian) memperkatakan suatu perkara yang mungkar dan dusta dan (ingatlah), sesungguhnya Allah Maha Pemaaf, lagi Maha Pengampun.

[3] Dan orang-orang yang "ziharkan" isterinya, kemudian mereka berbalik dari apa yang mereka ucapkan (bahawa isterinya itu haram kepadanya), maka hendaklah (suami itu) memerdekakan seorang hamba sebelum mereka berdua (suami isteri) bercampur. Dengan hukum yang demikian, kamu diberi pengajaran (supaya jangan mendekati perkara yang mungkar itu) dan (ingatlah), Allah Maha Mendalam PengetahuanNya akan apa yang kamu lakukan.

[4] Kemudian, sesiapa yang tidak dapat (memerdekakan hamba), maka hendaklah dia berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum mereka (suami isteri) itu bercampur. Akhirnya sesiapa yang tidak sanggup berpuasa, maka hendaklah dia memberi makan enam puluh orang miskin. Ditetapkan hukum itu untuk membuktikan iman kamu kepada Allah dan RasulNya (dengan mematuhi perintahNya serta menjauhi adat Jahiliah) dan itulah batas-batas hukum Allah dan bagi orang-orang yang kafir disediakan azab seksa yang tidak terperi sakitnya.

ARAHAN NABI TERHADAP KHAULAH DAN SUAMINYA

Apabila turunnya wahyu, Rasulullah saw pun menjelaskan kepada Khaulah tentang kaffarah zihar:

Nabi: Perintahkan kepadanya (suami Khaulah) untuk memerdekakan seorang budak. Khaulah: Ya Rasulullah, dia tidak memiliki seorang budak yang boleh dia merdekakan. Nabi: Jika demikian, perintahkan kepadanya untuk puasa dua bulan berturut-turut. Khaulah: Demi Allah, dia adalah lelaki yang tua dan tidak mampu untuk berpuasa. Nabi: Perintahkan kepadanya memberi makan kurma kepada sebanyak 60 orang miskin. Khaulah: Demi Allah, ya Rasulullah, dia tidak memilikinya. Nabi: Aku bantu separuhnya. Khaulah: Aku bantu separuhnya yang lain, wahai Rasulullah. Nabi: Engkau benar dan baik, maka pergilah dan sedekahkanlah kurma itu sebagai kaffarah baginya, kemudian bergaullah dengannya secara baik. Maka Khaulah pun melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah itu.

KHAULAH DAN SAIDINA UMAR

Khaulah pernah memberhentikan Khalifah Umar bin al-Khattab ra yang sedang berjalan untuk memberikan nasihat kepadanya. Beliau berkata, "Wahai Umar, aku telah mengenalmu sejak namamu dahulu masih Umair (Umar kecil) tatkala engkau berada di pasar Ukaz, engkau mengembala kambing dengan tongkatmu, kemudian berlalulah waktu hingga engkau bernama Umar, kemudian berlalu hari demi hari sehingga memiliki nama Amirul Mukminin, maka bertakwalah kepada Allah perihal rakyatmu, dan ketahuilah bahawa sesiapa yang takut kepada siksa Allah maka yang jauh akan menjadi dekat dengannya, dan sesiapa yang takut mati, maka dia akan takut kehilangan, dan sesiapa yang yakin akan adanya hisab, maka dia takut terhadap azab Allah."

Khaulah menasihati Sayyidina Umar Amirul Mukminin, dalam keadaan Sayyidina Umar berdiri sambil menundukkan kepalanya dan mendengar perkataan Khaulah dengan baik. Seorang sahabat yang bersama Umar bin al-Khattab ketika itu mengatakan kepada Khaulah, "Engkau telah banyak berbicara kepada Amirul Mukminin wahai wanita!"

Sayyidina Umar kemudian menegurnya, "Biarkan dia,.. tahukah kamu siapakah dia? Beliau adalah Khaulah yang Allah mendengarkan perkataannya dari langit yang ke tujuh, maka Umar lebih berhak untuk mendengarkan perkataannya." Dalam riwayat yang lain, Umar berkata, "Demi Allah, seandainya beliau tidak menyudahi nasihatnya kepadaku hingga malam hari, maka aku tidak akan menyudahinya sehingga beliau selesaikan apa yang dia kehendaki, kecuali jika telah datang waktu solat, maka aku akan mengerjakan solat, kemudian kembali untuk mendengarkannya hingga selesai keperluannya." Sumber: http://diarisedetiklebihfarisha.blogspot.com/2012/12/kisah-khaulah-binti-thalabah.html

Tertulis di dalam buku Al-Isabah fi Tamyiiz al-Sahabah karangan Ibn Hajar al-‘Asqalani.

Wow, tertegun saya mendengarnya. Memang tidak selengkap yang saya copas-kan ini, tapi tentu sepanjang perjalanan saya merenung. Bukankah pemuda saat ini seringkali berkebalikan? Berani membentak seorang wanita tua(bahkan ibunya) namun berlaku seperti banci bahkan anjing penjaga yang selalu nurut jika sedang bersama pacar atau wanita yang membuatnya kasmaran.

Wah, jadi kepanjangan ya. Padahal ada yang mau saya share juga perihal komentarnya mengenai PKN(Pekan Kondom Nasional) dan memilih, ehem, teman hidup hehehe. Lain waktu saja deh, takut Anda sudah bosen bacanya. Selamat malam, selamat menikmati hari Anda semua :)
               


0 komentar:

Posting Komentar