Tadinya mau bikin tulisan
tentang kekonyolan-kekonyolan yang saya alami akhir-akhir ini. Tapi ada
beberapa kejadian yang membuat saya kekurangan motivasi untuk menyelesaikannya. Eh, malah terbuka inspirasi untuk
menulis hal-hal berikut. Haha, semoga ini cukup menghibur.
Bagi yang sering menghabiskan
waktunya di jalanan—baik dengan jalan kaki, naik motor, mobil, atau
angkot—pasti ada waktu-waktu di mana rasanya demikian jengkel dengan kejadian
yang ada. Dan mari saya bagi beberapa kejadian yang membuat saya seringkali
geleng-geleng kepala, istighfar, dan kadang sambil mengelus dada berkata,”All iz well, all iz well…”
1. Parkir Sembarangan
Sepertinya saya kenal daerah mana ini. Yang sering shalat di Masjid Salman mungkin tahu? |
Pernah suatu kali saya
sedang dalam kondisi lelah, super lapar, dan buru-buru karena baru selesai
praktikum atau kuliah—saya lupa—dan terpaksa melewati salah satu jalan yang ada
di daerah kosan saya. Jalan itu sempit, yang bahkan jika dua mobil dari arah
berlawanan simpangan maka mereka perlu hati-hati agar kaca spion tidak saling
“menyapa”. Dan siang itu, di sanalah saya dengan bungkusan lauk di setang motor
kiri, terjebak kemacetan akibat ada mobil-mobil yang parkir di pinggir jalan.
Perut keroncongan, tugas numpuk, ujian besoknya belum belajar.
Tidak cukup sampai di
situ, karena ternyata hujan turun dengan lebat pun. Di tas juga sedang membawa
laptop. Maka apa lagi yang bisa saya lakuan selain memasang rain coat di tas dan berucap all iz well, all iz well...?
Meski tidak membantu
juga, karena sampai rumah saya perlu push
up beberapa kali demi meredam kejengkelan yang ada (sepertinya perlu pasang
sand sack di kamar nih). Dan berakhir
dengan update status di FB—dengan
semangat untuk memberi saran, bukan alay lho :
“Sebelumnya saya mohon
maaf jika lancang sebagai pendatang. Tapi saya mohon untuk kawan-kawan yang
memiliki mobil dan kebetulan sering parkir di jalan ****** untuk sesekali
memikirkan mahasiswa yang hanya bisa bermotor seperti saya. Yang terjebak
ketika hujan turun dengan lebat pun.”
Agak lupa redaksinya sih,
tapi ya kira-kira begitu lah :p
Bahkan yang menyebalkan,
seringkali mobil—juga sepeda motor—parkir di jalur khusus sepeda. Ini orang
kayaknya pengen ya kalau jalan tol buat parkir sepeda? -_- (Teringat waktu dulu
masih jadi biker hehe)
2. Lampu Sein Tak Sesuai Arah
Bayangkan
Anda sedang dalam sebuah perjalanan yang menyenangkan. Yah, katakanlah habis
gajian atau habis lihat daftar nilai yang isinya bertabur A. Atau habis ketemu
seseorang yang special hehe. Pokoknya,
hepi deh.
Lalu,
dalam kondisi begitu Anda melihat sepeda motor (seringnya) atau mobil di
depan yang menyalakan lampu sein ke
kanan. Ya sudah, Anda beri jalan dengan memelankan laju kendaraan. Tapi
ditunggu-tunggu ini orang tidak segera pindah jalur. Eh ternyata dia cuma lupa
mematikan lampu sein.
Yang
di atas itu masih mending. Terkadang, kondisinya lebih aneh. Dengan lampu sein
ke arah kanan dan Anda sedang terburu-buru maka Anda akan lebih senang
mengambil jalur kiri untuk mendahului. Eh ternyata itu orang niatnya belok ke kiri
juga. Nah, kalau gini siapa yang salah? Anda yang mendahului dari kiri atau…?
-_-“
Kasus
yang sama juga berlaku untuk sepeda motor yang pelan tapi di jalur kanan. Bukan
karena mau putar balik, tapi karena… Yah, lihat aja poin terakhir nanti hehehe.
Tapi baca berurutan ya bos :)
3. Pak Ogah
Sebenarnya
beliau-beliau ini tidak menjengkelkan. Justru terkadang sangat membantu karena
mereka mengambil alih tugas polisi untuk mengatur jalan. Ya, mereka begitu
mulia bukan? Dan menurut saya tidak masalah jika Anda memiliki rezeki lebih untuk
memberikan kelebihannya kepada mereka. Namun jika menurut peraturan dan tentang
ketertiban saya tidak tahu lho.
Nah,
yang jadi masalah seringkali—mungkin yang masih amatir kali ya—bukan mereka
yang mengatur flow. Jadi ketika mobil
dari suatu arah telah berhasil menyeberang, mereka baru mulai membuka jalur
tersebut. Berasa tidak berguna menurut saya. Bahkan terkadang mengganggu karena
tempat berdirinya mengambil tempat yang seharusnya bisa untuk lewat satu sepeda
motor setidaknya. Atau yang sering dikritik, ketika mereka melihat ada yang mau
menyeberang melambai-lambaikan uang kertas, mereka langsung main stop saja
kendaraan yang lewat. Iya kalo kendaraannya bisa mengerem, kalo dump truck kan susah juga (Inersia-nya
besar). Dikira Iron Man kali ya?
4. Aparat Main HP Sambil Mengendarai Sepeda
Motor
Waktu
itu saya sedang dalam perjalanan ke Ujung Berung untuk memberikan dongeng
fisika pada salah satu anak SMA N 2 Bandung. Wah, macet sekali jalanan saat
itu. Dan hati pun tak tenang karena sudah hampir bisa dipastikan jika saya
telat. Salah saya juga sih, alarm HP yang dipasang untuk membangunkan tidur
siang sempat saya matikan dua kali. Dan inilah saya sekarang, meliuk-liuk
dengan sahabat saya yang bersilinder 100 cc.
Karena
penasaran jam sudah jam berapa saat itu, saya keluarkan HP N*kia mungil saya
yang awet banget baterainya itu (Yaaah, beginilah jika tidak punya jam tangan.
Sudah berencana beli, tapi selalu hanya berakhir sebagai teori). Eh, ada pesan
singkat masuk. Ya sekalian saya baca. Dan karena pesannya panjang (padahal
namanya pesan singkat) serta harus dibalas (panjang) pula maka saya menepikan
sepeda motor. Sebenarnya alasan utamanya adalah karena di belakang saya ada Pak
Polisi yang sedang mengendari sepeda motor matic sih hahaha.
Karena
saya menepi sebentar (saya sudah ketik sebagian pesan ketika dalam proses
menepikan kendaraan hehe), maka Pak Polisi tersebut jadi di depan saya. Dan
what the…?!
Lihatlah,
beliau sedang ber-sms-an. Wow, gokil sekali. Emang sih beliau jalan di lajur
kiri, tapi itu bukan contoh yang baik kan? Dan emang lagi, saya tidak punya
gambarnya. Tapi wallahi, ini benar.
Ilustrasi doang |
Karena
itulah ada keisengan yang melintas di kepala. Segera saja saya dahului beliau,
kemudian ketika di depannya dengan gaya yang dilebih-lebihkan saya keluarkan HP
saya, lalu seolah-olah berkirim pesan. Kalau dipotret keren kali ya, dua orang—mahasiswa
dan polisi, yang notabene dianggap orang berpendidikan tinggi dan harusnya
tidak konyol dengan membahayakan orang lain—berurutan sedang mengendarai sepeda
motor sama-sama sedang main HP. Dan tahukah kalian kawan? Akhirnya beliau
segera masukkan kembali HP ke sakunya. Entah karena tersindir atau memang sudah
selesai :9
5. Menerabas Lampu Lalu Lintas
Saya
teringat ketika presentasi overhead crane
di kelas Alat Angkat, ada pertanyaan tentang safety factor yang kami pakai pada ladle yang digunakan untuk menampung besi cor. Seru sekali
diskusinya, apalagi yang bertanya adalah kakak angkatan yang berbeda 2 tahun.
Bukan karena dia mengulang, tapi karena dia memang baru mengambilnya mengingat
ini adalah mata kuliah pilihan untuk tingkat 4 sebenarnya. Maka kelompok kami
yang isinya angkatan 2011 (tingkat 3) semua menjadi kelihatan culun sekali.
Tapi untunglah Pak Dosen paham dan mulai mengendalikan diskusi agar tetap
sehat.
“Ya
begitulah pentingnya safety factor. Sesuatu
yang ditentukan berdasarkan analisis resiko dan seringkali adalah hasil
pengalaman sehingga menjadi sense bagi
seorang engineer. Karena seringkali
operator itu memakai peralatan dengan beban berlebih. Bahkan safety factor juga dipakai dalam lampu
lalu lintas kan? Anda lihat, jika salah satu lampu berubah jadi merah lampu
satunya tidak serta merta menjadi hijau kan? Ada jeda sebentar untuk
mengakomodir kendaraan yang mungkin belum selesai lewat sehingga relative lebih
aman,” papar beliau.
“Tapi
di Indonesia seringkali tidak mengakomodir sifat masyarakatnya Pak,” celetuk
saya. Niatnya pelan, tapi karena kelas sedang tenang jadi dengar semua. Jadilah
mereka menertawakan celetukan saya. Untunglah nilai saya tidak jadi E gara-gara
celetukan tidak sopan itu. ^^V
Tapi
itu memang merupakan pengalaman yang saya alami beberapa hari sebelumnya. Pada
suatu malam yang sepi saya melihat lampu lalin di depan saya masih hijau. Dan karena
hati sedang riang maka saya mengendarai sepeda motor dengan santai. Memang sih,
dari arah saya sangat sepi. Lalu tiba-tiba dari arah yang tegak lurus arah
saya, ada dua kendaraan dengan kecepatan tinggi—Yamaha Vixion dan Mio
Soul—menerabas lampu merahnya. Untunglah yang Vixion mampu berhenti tepat
sebelum menabrak saya, namun yang Mio kasian. Dia terpeleset sehingga jatuh di
hadapan saya.
Yang
menyebalkan, pengendara Vixion tersebut tidak mengucap apapun langsung tancap
gas. Ya reflex saya teriakin lah. Lalu pengendara Mio yang terjatuh, ternyata
sudah bapak-bapak. Waduh, ya tidak tega saya. Kalau ABG labil mungkin udah saya
bully dengan kata-kata setidaknya. Akhirnya saya cuma bilang,”Waaaaah, kan
hijau Pak!” Dan beliau dengan senyum bersalahnya meminta maaf berkali-kali
kepada saya. Pengendara yang lain hanya menonton, mungkin menanti sebuah
perkelahian hahaha.
6. Klakson Orang-Orang Tidak Sabar
Wah,
tidak terasa sudah nomor enam saja ya kawan.
Pasti
kondisi ini sangat sering kita alami, baik sebagai “pelaku” maupun “korban”.
Biasanya,
pada kondisi orang sedang terburu-buru—pulang kerja atau mau berangkatnya—dan
lampu lalu lintas begitu menyebalkan dengan angka mencapai 100 detik. Maka,
ketika detik mencapai angka 5 biasanya kendaraan yang nun jauh di belakang
sudah mulai memencet klaksonnya. Kalo uma sekali dengan durasi pendek okelah,
sebagai peringatan bagi kendaraan yang di depan bahwa sebentar lagi jalan. Tapi,
seringkali mereka—biasanya yang bermobil, karena klakson motor kalah olehnya—menekan
klakson dengan sangat lama. Memang dengan klakson panjang itu mereka mengira
jalanan langsung kosong? Emang dipikir yang di depan sudah sedemikian bodoh dan
bebal hingga harus diperingatkan dengan klakson panjangnya? Atau mungkin mereka
baru punya mobil baru dan ingin menguji klaksonnya? Atau kemungkinan lain,
klaksonnya rusak sehingga sekali dipencet tidak mau balik lagi :v
Dan
hal demikian juga terjadi saat kemacetan. Ah entahlah, andai mereka melihat
video ini mungkin akan jadi orang-orang yang lebih sabar.
7. Menganggap Jalan Milik Berdua
Suatu
hari, saya sedang dalam perjalanan ke suatu tempat yang cukup jauh. Tidak cepat
juga tidak lambat, normal-normal sajalah. Lalu di depan saya ada satu sepeda
motor. Tidak di kiri juga tidak di kanan. Memang sih jalanan tak terlalu ramai.
Unik sekali mereka.
Lalu
tiba-tiba si pembonceng menunjuk suatu tempat di kiri jalan dan sang pengendara
dengan sigap membelokkan kendaraannya. Sayangnya, dia tidak sesigap itu juga
untuk sekedar menyalakan lampu sein atau sekedar menengok ke spion, karena
mobil di belakangnya jadi harus berhenti mendadak dan memencet klaksonnya. Dan tanpa
rasa bersalah mereka lanjut saja. Seolah tak terjadi apa-apa. Bahkan sempat
saya lihat mereka malah tertawa-tawa. Pemboncengnya cewek, pengendaranya cowok.
Ya
memang benar sepertinya ungkapan,”Saat jatuh ‘cinta’, dunia serasa milik
berdua. Dan saat ‘cinta’ melekat, tai kucing pun terasa coklat”. Oke, ungkapan
yang kedua tidak relevan haha.
Namun
ungkapan kedua tidak membahayakan orang lain selain mereka berdua jika
kebetulan keduanya pecinta coklat. Namun, untuk yang pertama kan akan jadi
susah kalau sedang di jalan. Bayangkan jika mereka pacaran dengan naik bus atau
truk, bisa berapa orang yang mati om?
Belum
lagi sebenarnya agak risih juga jika melihat hal seperti itu. Apalagi kalau
masih pakai seragam putih abu-abu, bahkan putih biru.
Yah, itulah beberapa hal yang
menurut saya cukup melatih reflex dan kesabaran saat di jalanan. Jadi, mari
biasakan berdoa sebelum bepergian dan jangan terlalu suka nyanyi jika sedang
mengendarai. Karena takutnya jika ada apa-apa, kalimat terakhir yang kita
ucapkan di dunia ini adalah kalimat yang tidak pantas. Na’udzubillah…
0 komentar:
Posting Komentar