Kamis, 05 Juni 2014

Posted by Heri I. Wibowo | File under : ,


                Tadinya mau bikin tulisan tentang kekonyolan-kekonyolan yang saya alami akhir-akhir ini. Tapi ada beberapa kejadian yang membuat saya kekurangan motivasi untuk menyelesaikannya. Eh, malah terbuka inspirasi untuk menulis hal-hal berikut. Haha, semoga ini cukup menghibur.

                Bagi yang sering menghabiskan waktunya di jalanan—baik dengan jalan kaki, naik motor, mobil, atau angkot—pasti ada waktu-waktu di mana rasanya demikian jengkel dengan kejadian yang ada. Dan mari saya bagi beberapa kejadian yang membuat saya seringkali geleng-geleng kepala, istighfar, dan kadang sambil mengelus dada berkata,”All iz well, all iz well…”

1.       Parkir Sembarangan
Sepertinya saya kenal daerah mana ini. Yang sering shalat di Masjid Salman mungkin tahu?



Pernah suatu kali saya sedang dalam kondisi lelah, super lapar, dan buru-buru karena baru selesai praktikum atau kuliah—saya lupa—dan terpaksa melewati salah satu jalan yang ada di daerah kosan saya. Jalan itu sempit, yang bahkan jika dua mobil dari arah berlawanan simpangan maka mereka perlu hati-hati agar kaca spion tidak saling “menyapa”. Dan siang itu, di sanalah saya dengan bungkusan lauk di setang motor kiri, terjebak kemacetan akibat ada mobil-mobil yang parkir di pinggir jalan. Perut keroncongan, tugas numpuk, ujian besoknya belum belajar.

Tidak cukup sampai di situ, karena ternyata hujan turun dengan lebat pun. Di tas juga sedang membawa laptop. Maka apa lagi yang bisa saya lakuan selain memasang rain coat di tas dan berucap all iz well, all iz well...?

Meski tidak membantu juga, karena sampai rumah saya perlu push up beberapa kali demi meredam kejengkelan yang ada (sepertinya perlu pasang sand sack di kamar nih). Dan berakhir dengan update status di FB—dengan semangat untuk memberi saran, bukan alay lho :

“Sebelumnya saya mohon maaf jika lancang sebagai pendatang. Tapi saya mohon untuk kawan-kawan yang memiliki mobil dan kebetulan sering parkir di jalan ****** untuk sesekali memikirkan mahasiswa yang hanya bisa bermotor seperti saya. Yang terjebak ketika hujan turun dengan lebat pun.”

Agak lupa redaksinya sih, tapi ya kira-kira begitu lah :p

Bahkan yang menyebalkan, seringkali mobil—juga sepeda motor—parkir di jalur khusus sepeda. Ini orang kayaknya pengen ya kalau jalan tol buat parkir sepeda? -_- (Teringat waktu dulu masih jadi biker hehe)


2.       Lampu Sein Tak Sesuai Arah
Bayangkan Anda sedang dalam sebuah perjalanan yang menyenangkan. Yah, katakanlah habis gajian atau habis lihat daftar nilai yang isinya bertabur A. Atau habis ketemu seseorang yang special hehe.  Pokoknya, hepi deh.

Lalu, dalam kondisi begitu Anda melihat sepeda motor (seringnya) atau mobil di depan  yang menyalakan lampu sein ke kanan. Ya sudah, Anda beri jalan dengan memelankan laju kendaraan. Tapi ditunggu-tunggu ini orang tidak segera pindah jalur. Eh ternyata dia cuma lupa mematikan lampu sein.

Yang di atas itu masih mending. Terkadang, kondisinya lebih aneh. Dengan lampu sein ke arah kanan dan Anda sedang terburu-buru maka Anda akan lebih senang mengambil jalur kiri untuk mendahului. Eh ternyata itu orang niatnya belok ke kiri juga. Nah, kalau gini siapa yang salah? Anda yang mendahului dari kiri atau…? -_-“

Kasus yang sama juga berlaku untuk sepeda motor yang pelan tapi di jalur kanan. Bukan karena mau putar balik, tapi karena… Yah, lihat aja poin terakhir nanti hehehe. Tapi baca berurutan ya bos  :)

3.       Pak Ogah
Sebenarnya beliau-beliau ini tidak menjengkelkan. Justru terkadang sangat membantu karena mereka mengambil alih tugas polisi untuk mengatur jalan. Ya, mereka begitu mulia bukan? Dan menurut saya tidak masalah jika Anda memiliki rezeki lebih untuk memberikan kelebihannya kepada mereka. Namun jika menurut peraturan dan tentang ketertiban saya tidak tahu lho.

Nah, yang jadi masalah seringkali—mungkin yang masih amatir kali ya—bukan mereka yang mengatur flow. Jadi ketika mobil dari suatu arah telah berhasil menyeberang, mereka baru mulai membuka jalur tersebut. Berasa tidak berguna menurut saya. Bahkan terkadang mengganggu karena tempat berdirinya mengambil tempat yang seharusnya bisa untuk lewat satu sepeda motor setidaknya. Atau yang sering dikritik, ketika mereka melihat ada yang mau menyeberang melambai-lambaikan uang kertas, mereka langsung main stop saja kendaraan yang lewat. Iya kalo kendaraannya bisa mengerem, kalo dump truck kan susah juga (Inersia-nya besar). Dikira Iron Man kali ya?

4.       Aparat Main HP Sambil Mengendarai Sepeda Motor

Waktu itu saya sedang dalam perjalanan ke Ujung Berung untuk memberikan dongeng fisika pada salah satu anak SMA N 2 Bandung. Wah, macet sekali jalanan saat itu. Dan hati pun tak tenang karena sudah hampir bisa dipastikan jika saya telat. Salah saya juga sih, alarm HP yang dipasang untuk membangunkan tidur siang sempat saya matikan dua kali. Dan inilah saya sekarang, meliuk-liuk dengan sahabat saya yang bersilinder 100 cc.

Karena penasaran jam sudah jam berapa saat itu, saya keluarkan HP N*kia mungil saya yang awet banget baterainya itu (Yaaah, beginilah jika tidak punya jam tangan. Sudah berencana beli, tapi selalu hanya berakhir sebagai teori). Eh, ada pesan singkat masuk. Ya sekalian saya baca. Dan karena pesannya panjang (padahal namanya pesan singkat) serta harus dibalas (panjang) pula maka saya menepikan sepeda motor. Sebenarnya alasan utamanya adalah karena di belakang saya ada Pak Polisi yang sedang mengendari sepeda motor matic sih hahaha.

Karena saya menepi sebentar (saya sudah ketik sebagian pesan ketika dalam proses menepikan kendaraan hehe), maka Pak Polisi tersebut jadi di depan saya. Dan what the…?!

Lihatlah, beliau sedang ber-sms-an. Wow, gokil sekali. Emang sih beliau jalan di lajur kiri, tapi itu bukan contoh yang baik kan? Dan emang lagi, saya tidak punya gambarnya. Tapi wallahi, ini benar.
Ilustrasi doang


Karena itulah ada keisengan yang melintas di kepala. Segera saja saya dahului beliau, kemudian ketika di depannya dengan gaya yang dilebih-lebihkan saya keluarkan HP saya, lalu seolah-olah berkirim pesan. Kalau dipotret keren kali ya, dua orang—mahasiswa dan polisi, yang notabene dianggap orang berpendidikan tinggi dan harusnya tidak konyol dengan membahayakan orang lain—berurutan sedang mengendarai sepeda motor sama-sama sedang main HP. Dan tahukah kalian kawan? Akhirnya beliau segera masukkan kembali HP ke sakunya. Entah karena tersindir atau memang sudah selesai  :9

5.       Menerabas Lampu Lalu Lintas

Saya teringat ketika presentasi overhead crane di kelas Alat Angkat, ada pertanyaan tentang safety factor yang kami pakai pada ladle yang digunakan untuk menampung besi cor. Seru sekali diskusinya, apalagi yang bertanya adalah kakak angkatan yang berbeda 2 tahun. Bukan karena dia mengulang, tapi karena dia memang baru mengambilnya mengingat ini adalah mata kuliah pilihan untuk tingkat 4 sebenarnya. Maka kelompok kami yang isinya angkatan 2011 (tingkat 3) semua menjadi kelihatan culun sekali. Tapi untunglah Pak Dosen paham dan mulai mengendalikan diskusi agar tetap sehat.

“Ya begitulah pentingnya safety factor. Sesuatu yang ditentukan berdasarkan analisis resiko dan seringkali adalah hasil pengalaman sehingga menjadi sense bagi seorang engineer. Karena seringkali operator itu memakai peralatan dengan beban berlebih. Bahkan safety factor juga dipakai dalam lampu lalu lintas kan? Anda lihat, jika salah satu lampu berubah jadi merah lampu satunya tidak serta merta menjadi hijau kan? Ada jeda sebentar untuk mengakomodir kendaraan yang mungkin belum selesai lewat sehingga relative lebih aman,” papar beliau.

“Tapi di Indonesia seringkali tidak mengakomodir sifat masyarakatnya Pak,” celetuk saya. Niatnya pelan, tapi karena kelas sedang tenang jadi dengar semua. Jadilah mereka menertawakan celetukan saya. Untunglah nilai saya tidak jadi E gara-gara celetukan tidak sopan itu. ^^V

Tapi itu memang merupakan pengalaman yang saya alami beberapa hari sebelumnya. Pada suatu malam yang sepi saya melihat lampu lalin di depan saya masih hijau. Dan karena hati sedang riang maka saya mengendarai sepeda motor dengan santai. Memang sih, dari arah saya sangat sepi. Lalu tiba-tiba dari arah yang tegak lurus arah saya, ada dua kendaraan dengan kecepatan tinggi—Yamaha Vixion dan Mio Soul—menerabas lampu merahnya. Untunglah yang Vixion mampu berhenti tepat sebelum menabrak saya, namun yang Mio kasian. Dia terpeleset sehingga jatuh di hadapan saya.

Yang menyebalkan, pengendara Vixion tersebut tidak mengucap apapun langsung tancap gas. Ya reflex saya teriakin lah. Lalu pengendara Mio yang terjatuh, ternyata sudah bapak-bapak. Waduh, ya tidak tega saya. Kalau ABG labil mungkin udah saya bully dengan kata-kata setidaknya. Akhirnya saya cuma bilang,”Waaaaah, kan hijau Pak!” Dan beliau dengan senyum bersalahnya meminta maaf berkali-kali kepada saya. Pengendara yang lain hanya menonton, mungkin menanti sebuah perkelahian hahaha.

6.       Klakson Orang-Orang Tidak Sabar

Wah, tidak terasa sudah nomor enam saja ya kawan.

Pasti kondisi ini sangat sering kita alami, baik sebagai “pelaku” maupun “korban”.

Biasanya, pada kondisi orang sedang terburu-buru—pulang kerja atau mau berangkatnya—dan lampu lalu lintas begitu menyebalkan dengan angka mencapai 100 detik. Maka, ketika detik mencapai angka 5 biasanya kendaraan yang nun jauh di belakang sudah mulai memencet klaksonnya. Kalo uma sekali dengan durasi pendek okelah, sebagai peringatan bagi kendaraan yang di depan bahwa sebentar lagi jalan. Tapi, seringkali mereka—biasanya yang bermobil, karena klakson motor kalah olehnya—menekan klakson dengan sangat lama. Memang dengan klakson panjang itu mereka mengira jalanan langsung kosong? Emang dipikir yang di depan sudah sedemikian bodoh dan bebal hingga harus diperingatkan dengan klakson panjangnya? Atau mungkin mereka baru punya mobil baru dan ingin menguji klaksonnya? Atau kemungkinan lain, klaksonnya rusak sehingga sekali dipencet tidak mau balik lagi :v

Dan hal demikian juga terjadi saat kemacetan. Ah entahlah, andai mereka melihat video ini mungkin akan jadi orang-orang yang lebih sabar.

7.       Menganggap Jalan Milik Berdua

Suatu hari, saya sedang dalam perjalanan ke suatu tempat yang cukup jauh. Tidak cepat juga tidak lambat, normal-normal sajalah. Lalu di depan saya ada satu sepeda motor. Tidak di kiri juga tidak di kanan. Memang sih jalanan tak terlalu ramai. Unik sekali mereka.

Lalu tiba-tiba si pembonceng menunjuk suatu tempat di kiri jalan dan sang pengendara dengan sigap membelokkan kendaraannya. Sayangnya, dia tidak sesigap itu juga untuk sekedar menyalakan lampu sein atau sekedar menengok ke spion, karena mobil di belakangnya jadi harus berhenti mendadak dan memencet klaksonnya. Dan tanpa rasa bersalah mereka lanjut saja. Seolah tak terjadi apa-apa. Bahkan sempat saya lihat mereka malah tertawa-tawa. Pemboncengnya cewek, pengendaranya cowok.

Ya memang benar sepertinya ungkapan,”Saat jatuh ‘cinta’, dunia serasa milik berdua. Dan saat ‘cinta’ melekat, tai kucing pun terasa coklat”. Oke, ungkapan yang kedua tidak relevan haha.

Namun ungkapan kedua tidak membahayakan orang lain selain mereka berdua jika kebetulan keduanya pecinta coklat. Namun, untuk yang pertama kan akan jadi susah kalau sedang di jalan. Bayangkan jika mereka pacaran dengan naik bus atau truk, bisa berapa orang yang mati om?

Belum lagi sebenarnya agak risih juga jika melihat hal seperti itu. Apalagi kalau masih pakai seragam putih abu-abu, bahkan putih biru.


                Yah, itulah beberapa hal yang menurut saya cukup melatih reflex dan kesabaran saat di jalanan. Jadi, mari biasakan berdoa sebelum bepergian dan jangan terlalu suka nyanyi jika sedang mengendarai. Karena takutnya jika ada apa-apa, kalimat terakhir yang kita ucapkan di dunia ini adalah kalimat yang tidak pantas. Na’udzubillah…

0 komentar:

Posting Komentar