Saya bukanlah aktivis dakwah,
setidaknya itu yang saya rasakan. Karena, kok sepertinya ada yang
mendikotomikan antara seorang “aktivis” dan “pasivis” (atau pasiva? Seperti
istilah dalam akuntansi?). Namun, meski begitu saya sering mendengar perkataan tentang
dakwah ini, karena saya telah diberi nikmat untuk dapat bergaul dengan para
aktivis dakwah. Dan hari ini saya akan membagikan beberapa ingatan saya
mengenai dakwah itu sendiri.
Prolog
Dakwah
secara bahasa dapat diartikan sebagai seruan, ajakan, atau panggilan
sebagaimana terdapat pada Surah Al-Fushilat (ayat 33-34). Sedangkan menurut
para ahli, contohnya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (Mazhab Hanabilah);
“Dakwah merupakan
suatu proses usaha
untuk mengajak agar
orang beriman kepada Allah,
percaya dan menaati apa
yang telah diberitakan oleh
rasul serta mengajak
agar dalam menyembah kepada Allah seakan-akan
melihat-Nya” [1]
Sumber |
Jadi, setidaknya itulah sedikit
mengenai pengertian dakwah. Dan kini saya akan mulai bercerita sedikit
tentangnya.
Dakwah Sebagai Kewajiban
Dalam
sebuah riwayat Rasulullah pernah bercerita, bahwa ada seorang shalih yang
berada di tengah-tengah negeri yang rusak secara ruhiyah, akhlaq, dan yang
lainnya. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala mengutus Malaikat untuk
meluluhlantakkan negeri tersebut. Malaikat tidak mengadzab negeri tersebut
karena ia melihat bahwa masih ada seorang shalih yang senantiasa menyebut
namaNya. Malaikat itu kembali menghadap Allah dan bertanya perihal orang shalih
di negeri tersebut. Namun, Allah Murka dan Berfirman “Orang itu yang pertama
(dibinasakan)..!”[2]
Dakwah Sebagai Kewajiban Sumber |
Para
Ulama menjelaskan bahwa hukum asal dari berdakwah sendiri adalah fardhu
kifayah. Tapi ingat, pengertian fardhu kifayah yang benar bukanlah “jika
telah ada satu orang yang melaksanakannya, maka telah gugur kewajiban orang
lain”. Bukan, bukan begitu
arti dari fardhu kifayah. Arti yang sebenarnya adalah “jika telah ada cukup orang yang
menjalankannya, maka telah gugur kewajiban muslim yang lain. Namun, jika belum
mencukupi jumlah orang yang melaksanakannya, maka belum gugur kewajiban muslim
yang lain.” Contoh termudah tentang hal ini adalah sholat jenazah.
Adakah kewajiban sholat jenazah telah gugur dengan hanya ada satu orang yang
berdiri untuk sholat padahal penduduk kampung itu ada ribuan yang muslim dan
mereka tak memiliki udzur? Begitu pula tentang jihad, juga dakwah. [3]
Dakwah Sebagai Amal Jama’i
Semalam, ketika sedang tarawih
di Masjid Salman, keren sekali penceramahnya. Beliau berkata mengenai amal-amal
yang lebih utama jika dikerjakan secara jama’ah. Karena kewajiban yang
diberikan dalam agama ini akan lebih sempurna jika dilakukan secara berjama’ah.
Name it! Sholat, pahalanya 27 derajat
lebih tinggi ketika jama’ah. Dan amalan-amalan lainnya.
Dakwah Sebagai Amal Jama'i Sumber |
Selain mengenai pahala, maka ada
pertimbangan praktis mengapa amalan tersebut sebaiknya dilakukan secara
berjama’ah.
1.
Menambah semangat. Rasakan bedanya Sholat Shubuh
sendirian di kamar dengan berdiri tegak di masjid bersama kawan-kawan dan
mengingat kata-kata seorang jenderal negara zionis,”Kami akan kalah ketika
jama’ah Sholat Shubuh sama dengan jama’ah Sholat Jum’at.” Allahu akbar!
2.
Menunjukkan syi’ar yang semarak. Semarak tak
mesti mengenai konser atau yang berbau hedonism. Kita telah memiliki kesemarakan
yang lebih keren. Yang akan membuat kagum dan gentar umat lain akan kekuatan
umat ini. Bayangkan jika di saat dhuhur, jalanan penuh dengan para pria yang
tegap dan kuat sedang berjalan menuju masjid. Atau ketika puasa, serentak semua
umat Islam tak mau makan siang—kecuali yang memiliki udzur. Dan saat Hari Raya,
semuanya serentak menuju lapangan. Penuh! #Saya berharap Hari Raya tahun ini
serentak, sedih saya kalau sampai beda lagi :(
3.
Mempercepat kesuksesan. Pepatah lidi tentu
pembaca telah tahu. Nah, begitu pula setiap amalan Islam. Jika dilakukan
berjama’ah, tentu akan lebih greget. Berjihad dengan 1000 pasukan tentu akan
lebih baik dibandingkan jika “hanya” dengan 10 orang—dengan catatan mereka
memiliki kualitas yang sama. Karena setelah kualitas, urusan itu jatuh pada
persoalan kuantitas. Juga kesolidan. Begitu pula tentang dakwah. Simpelnya,
mengajak teman satu geng buat tilawah bareng daripada sekedar nongkrong mulu
akan lebih berasa jika 1/2n+1 anggota lebih condong ke tilawah daripada
nongkrong kan? #Geng saya sih 7 orang, jadi gampang hehehe.
Dakwah Sebagai Nahi Munkar
Inilah
yang sering kita kesampingkan. Bahwa dakwah hanya dibatasi pada mengajak kepada
kebaikan. Padahal, dakwah juga berbicara mengenai ajakan untuk meninggalkan
keburukan. Kasus ekstrimnya begini;
Anda sedang pulang dari kampus
malam-malam. Lalu, Anda dibegal oleh seorang—ya, “hanya seorang”, mabuk lagi,
maka apa yang akan Anda lakukan? Tentu, Anda harus mendakwahinya kan? Jika hanya
sekedar mengajak kebaikan, dan dia tetap mengacungkan pisau tumpulnya ke badan
Anda, akankah Anda akan diam? Pasrah? Tentu, untuk mencegah kalian berdua dari
kebinasaan (dia masuk neraka karena membunuh Anda, dan Anda mati sia-sia), maka
Anda harus membela diri. Minimal Anda yang pulang dengan selamat malam itu dan
dia yang dapat by pass ke neraka,
syukur-syukur dapat melumpuhkan tanpa melukai terlalu fatal orang ini. Maka,
dakwah memerlukan kekuatan. Karena dakwah adalah tentang “Amar Ma’ruf Nahi
Munkar”. “Menganjurkan kebaikan dan mencegah dari keburukan.”
Melatih fisik |
Maka, seorang muslim—khususnya
yang ikhwan—wajib memperkuat dirinya. Minimal jasmani dan ruhaninya. Karena
ilmu tanpa kekuatan hampa, dan kekuatan tanpa ilmu buta. Yang pertama hanya
menghasilkan para pemrotes bermodal bacot doang, yang kedua akan menghasilkan
orang-orang yang cenderung dzalim.
Kekuatan dibutuhkan karena
memang ada orang-orang yang mengerti cukup dengan isyarat halus, namun ada pula
yang perlu dengan kepalan tangan di dagunya atau tendangan telak di ulu hati. Dan
tindakan apa yang tepat untuk setiap kasus memerlukan ilmu yang memadai :)
Dakwah Sebagai Bahasa Cinta
Ketika
saya sedang Muktamar MPI di Jogja, ba’da shubuh terdapat kuliah yang menarik
dari Ustadz Fadhli. Begini ceritanya;
Bayangkan ada orang yang
berjalan sambil menutup mata dan berjalan di tepi jurang yang di dalamnya
terdapat lava mengalir. Apa yang akan Anda lakukan? Dibiarkan saja?
Oke, sekarang tambahkan wajah
orang yang Anda kenal di sana. Ayah, Ibu, Kakak, Adik, atau teman-teman akrab
kalian. Nah, masih tetap tak melakukan apa-apa?
Dakwah Sebagai Bahasa Cinta Sumber |
Dan kini saat kalian memutuskan
untuk bertindak, apa yang akan kalian lakukan? Meneriakinya? Memarahinya? Bayangkan
apa yang terjadi jika kalian meneriakinya, tidakkah ia akan kaget dan justru
lari masuk ke dalam jurang itu? Atau kalian mendekati dengan wajah menakutkan,
apa yang akan terjadi?
Atau kalian akan datang dengan
sabar dan wajah berseri, dan dengan Bahasa
Cinta mengajaknya menjauh dari jurang tersebut? Nah, begitu pun dengan
dakwah. Karena ia harus didasari atas keinginan untuk menolong, bukan
menyombong. Bukan tentang mencaci maki, namun bagaimana menyentuh hati.
Tentu akan ada yang bertanya,
tidakkah ini bertentangan dengan subbab sebelumnya? Maka saya akan bertanya,
ketika kalian menarik tangan saudaramu yang akan masuk ke jurang apakah tidak
butuh kekuatan? :)
Kesimpulan: Dakwah Sebagai Bagian Kehidupan
Dakwah tak boleh hanya dibatasi
pada mimbar-mimbar. Dakwah pun tak boleh dikurung hanya di dalam masjid. Dan
dakwah adalah suatu pekerjaan yang terlalu berat jika hanya dibebankan pada
pundak para ustadz. Apalagi dengan menjamurnya para da’I bermodal bisa nyanyi,
bersajak, dan hapal matan hadits dhoif bahkan maudhu’ di TV.
Dakwah adalah bagian integral kehidupan Apapun organisasimu |
Dakwah memanggil kita, generasi
umat ini. Untuk menyentuh dengan hati orang-orang terdekat kita. Yang belum
sempat menyambangi/menemui ustadz-ustadz dan ulama hanif tersebut. Jika kita
hanya shalih sendirian, surga terlalu luas untuk ditinggali sendiri. Tanpa
orang terkasih. Tanpa keluarga kita, tanpa teman-teman kita, tanpa manusia yang
kita kenal semuanya. Itu pun jika kita tak dilempar ke neraka karena keegoisan
diri.
Namun, tentu untuk mengajak,
bahasa yang baik adalah bahasa teladan. Dan bahasa cinta. Dengan kekuatan yang
akan membelanya…
[1] http://eprints.walisongo.ac.id/1088/3/071211011_Bab2.pdf
(Diakses 21-6-2015)
[2] https://bekalakhirat.wordpress.com/2011/07/30/fadhilah-fadhilah-dawah/
(Diakses 21-6-2015)
ayam bangkok aduan Live terbesar di indonesia hanya di AGEN BOLAVITA
BalasHapusYuk Coba Pengalaman Taruhan Live Casino Online Terbaik Dan Terlengkap !
Bonus Rollingan Terbesar s/d IDR 500.000.000,- Bonus 10% New Member Hanya Di Bolavita.
Bonus Casino Live Komisi Rollingan 0.5% + 0.7% Setiap Minggu Hingga Ratusan Juta.
Bonus Ini Diberikan Pada Pemain Casino Baik Menang ataupun Kalah.
Daftar Sekarang Juga Di Website www. bolavita. site
Info Lengkap Hubungi Customer Service Kami ( 24 JAM ONLINE ) :
BBM: BOLAVITA
WeChat: BOLAVITA
WA: +62812-2222-995
Line : cs_bolavita