Pernahkah
kau mengurai apa itu kehilangan? Sebuah roman kesedihan dalam bidang tanah
kehidupan. Keniscayaan yang memang telah begitu adanya semenjak Tuhan Menciptakan
alam semesta dalam enam masa.Yang karenanya orang-orang meringkuk, menangis,
dan menjerit. Seolah menggugat Dia yang tak seharusnya kita pertanyakan.
Lalu,
haruskah kita belajar dan bersiap terhadap kehilangan? Seperti seorang siswa
yang bersiap terhadap ujian minggu depan. Hanya bedanya, jika ujian telah
terjadwal rapi, maka kehilangan adalah sesuatu yang tak kita mengerti. Namun sekali
lagi, pasti.
Apakah karenanya kita hanya pasrah dan duduk
berdiam diri? Atau kita nikmati dan syukuri semua yang ada-masih ada-dalam
kehidupan kita? Hingga nanti Sang
Pemilik Sejati Mengambilnya kembali. Dan memang begitulah adanya, kita sekedar
dititipi.
Ketika
kehilangan itu terjadi, tak ada yang lebih membantu selain menguatkan iman di
hati. Agar segalanya menjadi mudah, juga tak ada yang tersalah. Sehingga catatan
amal pun akan semakin dekat pada penerimaan dengan tangan kanan.
Keniscayaan.
Ya, keniscayaan. Karena setiap perjumpaan pasti melahirkan perpisahan. Dan tidak
semua perjumpaan itu menyenangkan. Tapi aku mengerti, perpisahan biasanya
menyedihkan. Sebuah kesedihan dalam bidang tanah kehidupan. Sebuah keniscayan,
sebuah kepastian. Jika tak ingin perpisahan, maka janga mulai perjumpaan. Jika tak
ingin kehilangan, maka jangan pernah memiliki apapun. Jika tak ingin MERASA kehilangan,
maka jangan pernah MERASA memiliki.
Seperti jika kau tak ingin mati, maka
seharusnya kau pun jangan hidup.
Lalu
bagaimana jika kehilangan itu datang? Adakah rumus kehidupan atau aksioma
perjalanan jiwa memecahkannya? Yang aku tahu, kita tak akan pernah kehilangan
Tuhan. Kecuali kita sengaja menghilangkan-Nya, dari hidup kita. Dan itu artinya, kau resmi
kehilangan segalanya.
0 komentar:
Posting Komentar