Kamis, 13 Desember 2012

Posted by Heri I. Wibowo | File under : ,




Bertemu lagi dengan tulisan saya yang sok tahu dan sering terkesan agak maksa saat menghubungkan dua hal yang berlainan bidang. Dan hari ini, hal itu akan saya lakukan lagi. Korbannya adalah ia yang namanya mirip-mirip energi. Tahu? Yup salah! Namanya adalah Eksergi.

Pertama, apa itu eksergi? Berikut saya kutipkan dari sebuah buku setebal bantal yang berjudul Fundamentals of Engineering Thermodynamics tulisan Pak Shapiro :
” Exergy is the maximum theoretical work obtainable from an overall system consisting of a system and the environment as the system comes into equilibrium with the environment (passes to the dead state).”


Sedangkan dead state didefinisikan sebagai keadaan di mana system telah mencapai kesetimbangan dengan lingkungan. Keadaan ini biasa disimbolkan dengan T0, H0, V0, S0, dan p0

Pada bingung ya? Sama, saya juga mengalami hal itu saat kuliah pertama. Tapi setelah banyak tanya dan sedikit baca buku, jadi tahu bahwa ternyata eksergi artinya adalah ”kemanfaatan” yang satuannya sama seperti energi. Jadi, eksergi itu sebenarnya berapa energi maksimum yang bisa kita dapat ketika melihat relativitas suatu sistem terhadap sekelilingnya. Seperti jika ada kelapa jatuh dari atas pohon setinggi 10 meter akan lebih bermanfaat untuk membuat kepala puyeng daripada kelapa yang hanya dijatuhkan dari 10 cm. Hmm, mirip-mirip energi potensial ya kalo gini. Kalo menurut buku sih hal di atas bisa diekspresikan dengan suatu persamaan:
E = ( E - U0 ) + p0( VV0 ) – T0( SS0)
Dimana:
E = Eksergi
E = Energi (mencakup energi kinetik, energi potensial, dan energi dalam)
P = tekanan
V = Volume
T = Temperatur
S = Entropi

                Ya intinya gitu lah ya. Kalo mau belajar lebih lanjut bisa baca bukunya saja atau ikut kuliahnya hehe. Atau bagi yang lebih mengerti bisa mengoreksi saya jika saya parah sekali dalam mengartikannya. Sekarang, saya hanya ingin membahas konsep eksergi dalam perspektif yang lain. Ingat kata-kata ini?
                “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”

                Ingat kan ya?

                Nah, dari pembahasan singkat tentang eksergi tadi kita tahu dong bagaimana cara meningkatkan “kemanfaatan” kita? Ada dua cara sebenarnya.

                Yang pertama, kita turunkan kualitas lingkungan kita dan kita akan terlihat menonjol serta bermanfaat. Namun, hal ini sebenarnya adalah kemanfaatan semu karena jika boundary sistem diperluas akan terlihat bahwa sebenarnya ada penurunan berjamaah. Apalagi jika nanti sistem keseluruhan mencapai kesetimbangan, ya masak kita harus menurunkan kualitas lingkungan lagi? Kalau begitu yang ada adalah pemburukan diri sendiri yang tidak terasa.             
                Yang kedua, kau berfokus pada dirimu-pada perbaikan kualitas dirimu. Hingga perbaikan akan menular ke sekitarmu, dan ketika telah tercapai kesetimbangan kau akan terpacu untuk menjadi lebih baik lagi. Begitu terus-menerus hingga tanpa terasa ada kenaikan seluruh sistem. Dan inilah sebenarnya kemanfaatan sejati itu.

                Aku tahu, proses kedua lebih berat dari proses pertama karena kita perlu energi-memasukkan usaha ke dalam sistem. Dan itu lebih sulit daripada yang pertama, kita cukup melihat energi dikeluarkan dari sistem kita.

                Contoh terbaik dan nyata untuk hal ini tentu ada pada diri Baginda Rasulullah Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam. Beliau dilahirkan pada kondisi lingkungan yang sangat buruk. Sungguh sangat rendah tingkat keadaan waktu itu. Tetapi bukan beliau yang diwarnai oleh lingkungan melainkan beliaulah yang mampu mewarnai lingkungannya untuk mencapai kesetimbangan terhadap kebaikan diri beliau. Dalam waktu 23 tahun beliau telah mampu mendirikan suatu masyarakat yang madani setelah sebelumnya masyarakat ini adalah masyarakat barbar dengan kondisi moral di titik nadir. Bahkan, dua imperium besar saat itu-Romawi dan Persia-tak tertarik sedikitpun untuk menjajah tanah yang sangat tidak produktif itu. Mendirikan suatu negara yang berlandaskan hukum-hukum Allah yang sangat adil dan membebaskan, hingga akhirnya dua imperium besar itu terbebaskan dari penyembahan sesama makhluk menuju penyembahan pada Allah Yang Maha Esa dan merasakan keadilan dalam naungan hukum syari’at.
                Karena Rasul adalah makhluk terbaik di alam semesta ini, berada pada kondisi lingkungan yang rendah, maka akan terlihat bahwa “kemanfaatan” Rasul adalah paling besar. Dan menurut sabda beliau di atas, maka tidak salah jika premis ini akan kembali pada hipotesa pertama kita, bahwa beliau adalah sebaik-baik makhluk-Nya.

                Sekarang, apakah kita termasuk yang mewarnai lingkungan dengan kebaikan kita ( E = positif), atau hanya seimbang dengan lingkungan ( E = 0 ) atau bahkan hanya memperburuk lingkungan (E = negatif) ?

0 komentar:

Posting Komentar