Maaf saya baru bisa menulis lagi
hari ini(jika memang ada yang suka baca tulisan aneh saya :p ). Yaaah, karena
mudik semesteran kemarin merupakan mudik terpendek saya dalam sejarah saya
menjadi penuntut ilmu di kampus gajah ini. Akumulasi dari kerjaan yang numpuk,
perencanaan yang buruk, dan akhirnya tiket pun kehabisan. Baiklah, cukup
intronya. Jadi, apa yang mau saya bagi hari ini? Wow, banyak. Bahkan satu sama
lain tidak berhubungan karena saya ingin menuliskan intisari(bahasa bagusnya) dari
perbincangan saya dengan keluarga, saudara, bahkan sopir bus.
Pernah saya berbincang dengan
adik saya yang sekarang masih kelas 5 SD. Pada awalnya saya sedang buka situs
yang sedang tren di kalangan mahasiswa ITB: Ol.akademik.itb.ac.id. Sebuah situs
yang seolah menjadi lembar pertanggungjawaban selama kuliah satu semester pada
orang tua. Lalu adik saya bilang(dalam Bahasa Jawa Semarangan tentu, karena
saya tidak suka jika ada yang pakai Bahasa Indonesia di rumah),”Berapa Mas IP
mu?”
“Beuh,
tanya-tanya soal IP. Rahasia to yo”(padahal baru keluar nilai sebiji doang)
“Yah pelit,
padahal nilaiku saja gak pake rahasia-rahasiaan. Aku turun Mas, jadi ranking 4”
“Terus?”(Kakak
yang gak peka konsentrasi nonton SpongeBob episode Garry nggigit sekota dan
pada jadi zombie)
“Nah itu lho
Mas, mbok adiknya disuruh lebih rajin belajar. Tiap hari susah banget kalau
disuruh belajar, nonton tv aja,” sahut Ibu saya.
“Lho, kok nggak
belajar kenapa Fin?” (Jadi lebih perhatian sekarang :v )
“Matematika Mas,
aku jelek. Padahal aku sudah paham lho, tapi pas ujian kok salah saya?”
“Oh, ya belajar
yang lebih giat lagi. Kurang-kurangi nonton tv-nya. Wong aku juga jarang banget
nonton tv di sana, oke bro, eh sist?”(sok bijak, padahal karena gak punya tv)
Ketika Ibu saya ke belakang,
saya lalu bilang ke Finna,”Santai saja, hidup kalau dipuncak terus bisa masuk
angin. Perlu kok sekali-kali ke bawah, itung-itung olah raga.” (Entahlah, dia
paham atau tidak). Setelah itu lanjut nonton SpongeBob lagi, eh kelar, ganti
nonton Upin Ipin deh.
Dari sini saya berpikir,
ternyata tak cuma saya yang waktu sekolah dulu sering merasa sudah tahu tapi
pas pembagian nilai jelek-jelek(Kalau sekarang seringnya merasa bodoh jika di
kelas dan pasrah saat di ujian). Namun kemudian saya teringat omongan seorang
mentor saya,”Kita ini sering MERASA sudah hidup lurus, MERASA jadi manusia yang
beriman, namun hanya untuk menyesal ketika menerima raport kita di Yaumil Akhir
kelak. Di mana timbangan kebaikan kita kalah berat dengan keburukan kita Akh.”
Waduh, bener juga ya, na’udzubillah min dzalik. Itu satu hikmah, dengan jalan
obrolan ringan dengan adik ketika menonton kartun.
0 komentar:
Posting Komentar