Jumat, 10 Januari 2014

Posted by Heri I. Wibowo | File under : , , ,


                Sekarang mau menulis yang agak serius sedikit. Tulisan ini lebih berisi reportase kegiatan namun akan saya usahakan dalam bentuk narasi(halah, ngomong opo to iki). Sebuah catatan akan kegiatan yang sebenarnya sudah lama saya ikuti namun baru bisa ditulis sekarang karena selembar kertas yang jadi tempat saya merekam peristiwa hilang ketlingsut di jajaran meja buku saya—sampai kemarin sore.

    Saat itu, saya diajak untuk hadir dalam Tabligh Akbar yang bertema “Muslim Solidarity”. Nih posternya:

           


                Singkat cerita, hari H. Setelah perjalanan yang menyenangkan ke kampus IT Telkom, akhirnya hari itu resmi pula saya menginjakkan kaki di kampus tersebut. Man, sudah 2,5 tahun di Bandung tapi selama ini cuma bisa lihat dari jalan saja.

                Berikut adalah hasil mencatat saya dari para narasumber dalam acara tersebut.


Rohingya-Myanmar

                Untuk masalah saudara kita di Rohingya, ada satu hal yang ditekankan oleh Pak Yusnirsyah. Yaitu kesalahan kita dalam menyebut konflik ini dengan krisis Rohingya. Padahal sebenarnya tidak seperti itu, di sini yang diserang bukan hanya etnis tertentu yang ada di Rohingya, namun juga muslim lain di Myanmar. Bahkan terhadap muslim yang secara—maaf—ras seperti ras mereka yang menyerang. Kejadiannya di wilayah apa saya lupa. Sehingga lebih tepat jika ini disebut krisis kemanusiaan Muslim Myanmar—bukan Muslim Rohingya. Dan lebih tidak tepat jika ini hanya masalah etnis. Bahkan beliau berani menyebutnya dengan frasa mengerikan: Muslim Cleansing.

                Ada hal yang menarik menurut Pak Yusnirsyah dalam permasalahan muslim di Myanmar. Jika kita melihat penindasan muslim di wilayah lain, maka muslim di daerah itu pasti akan membela diri terhadap mereka yang menyerangnya. Tetapi hal itu tidak terlihat di kalangan Muslim Myanmar. Ternyata setelah beliau teliti, hal ini disebabkan pemahaman mereka yang salah. Ya, beliau berani menyebut mereka memiliki salah pemahaman tentang definisi muslim(orang yang berserah diri). Padahal pasrah dengan tawakkal itu berbeda. Jika pasrah itu symbol kemalasan, sedangkan tawakkal itu symbol keikhlasan. Pasrah itu tak mau berusaha, sedangkan tawakkal itu menerima apapun hasilnya setelah berusaha maksimal. Beliau berkata bahwa hal ini disebabkan penyebaran salah satu aliran dalam Islam sendiri. Jika saya menduganya aliran sufistik melihat kondisi agama mayoritas yang ada di sana.

“Di sana itu saya sampai gregetan. Kenapa ini muslim tapi tidak ada semangat untuk membela diri? Kalau ditempeleng mereka malah pergi, nangis. Padahal kan bisa balas tempeleng saja. Mirip-miriplah sama paham ‘jika kau ditampar pipi kananmu, berikan pipi kirimu’. Saya pas menyalurkan bantuan itu malah jadi pengen ngajar beladiri!” papar beliau panjang lebar.

                Mengenai pengalaman ketika menyalurkan bantuan, beliau bercerita bahwa jika melalui jalur legal itu sangat sulit memastikan bantuan sampai ke saudara-saudara kita. Oleh karenanya terkadang jalur tak resmi ditempuh. Dan karena mental aparat mereka, mudah saja untuk bermain cantik ;)

                Kemudian ada pertanyaan, bagaimana mengenai media?

“Hati-hati pada media, ketika mereka tidak berbohong pun, mereka telah memilahnya.
Tidak ada pilihan netral”

Palestina

                Sebelum memulai ceritanya, Mas Surya malah langsung ke masalah politis(aqidah sih lebih tepatnya jika dari kacamata seorang muslim) daripada ke kasus kemanusiaannya. Beliau berkata,”Ingat, pembebasan Palestina itu setelah Damaskus!” Wow.

                Oh ya, kesan pertama saya melihat Mas Surya ini adalah: Serem. Ya, beliau memang sangar. Badan tinggi besar dan kekar, kumis tebal dengan rambut sebahu. Namun jangan salah, beliau ramah sekali ternyata. Dan ketika membuka kalimat jawaban dari pembawa acara(Kang Fadhli) fasih bener bacaannya. Setelah itu, beliau mulai bercerita. Bahwa tujuan utama Mas Surya dkk adalah publikasi dan sedikit membantu. Ya, publikasi. Karena seringkali kita baru menengok Palestina ketika Israel melancarkan serangan besar-besaran. Padahal Muslim Palestina itu susah bener, setiap hari. Seolah dunia sudah melupakan mereka, padahal kekejaman “anak turun kera dan babi”(Israel) itu tiap hari lho. Bagaimana para pemudanya di aniaya, bahkan, yang boleh masuk Masjidil Aqsha itu hanya warga Palestina yang berusia di atas 50 atau 60 tahun, saya agak lupa. Bisa dicari di google masalah ini. Dan yang  lebih membuat beliau heran, “Gaza itu lebih susah daripada Mesir, kok yang Mesir lebay?” Tenang Mas, gak cuma antum yang berpikiran seperti itu. Saya juga kok hehehe.

                Kemudian beliau melanjutkan ceritanya tentang usaha untuk menyalurkan bantuan. Ternyata Israel  itu tidak cuma kejam terhadap rakyat Palestina, namun juga terhadap para relawan yang akan membantu mereka. Yang paling terkenal tentu kejadian Mavi Marmara beberapa tahun yang lalu. Atau seorang relawan Barat yang digilas bulldozer Israel saat berusaha menghalanginya merobohkan rumah warga Palestina pada tahun 70an atau 80an. Tidak terkecuali, terhadap beliau dkk. Bahkan salah seorang teman beliau ada yang sampai koma karena tertembak. Beliau pernah ditangkap tentara “kera dan babi” itu, lalu dibawa ke markas. Tidak diberi makan dan minum, bahkan sekedar ke toilet pun tak diperbolehkan sehingga sampai ada yang ngompol. Tetapi ada satu cerita yang menarik.

“Saat di tahanan, dalam kondisi jongkok tiba-tiba ada yang berdiri. Tentara Israel langsung menghampiri, eh ternyata dia adzan. Dan tahukah antum semua, tentara itu diam saja. Takut dia mendengar adzan! Allahu Akbar!”

                Dan dari hasil ngobrol saya dengan beliau-beliau yang di depan setelah acara selesai memang para musuh Islam begitu takut terhadap teriakan “takbir”. Menurut saya pun demikian, ayoo, yang lain punya teriakan apa? “Attack”? Cupu semuanya!

                Lalu beliau ditanya,”Bagaimana tanggapan antum terhadap pendapat orang-orang yang mengatakan kenapa kita membantu yang jauh-jauh sedangkan yang dekat saja banyak yang miskin?”

                Beliau menjawab dengan cerdas,”Jika saya ditanya seperti itu, saya akan balik tanya,’Ente udah ngapain selama ini?’” Memang benar, dalam dalilnya kita disuruh membantu yang dekat-dekat dulu. Ini memang benar, namun beliau kembali ke tujuan awalnya: Publikasi dan sedikit membantu. Bahwa semua bantuan ini seolah menunjukkan kepada seluruh dunia, ada Palestina yang terdzolimi oleh bangsa penjajah(yang saya sebut kera dan babi tadi), dan masih ada saudaranya yang peduli. Jangan sekali-kali kalian meremehkan kami! Begitu kira-kira pesannya.

“Lagipula kami ini apa antum kira tidak turun ketika di sini ada bencana? Maaf, bukan bermaksud sombong, waktu Margahayu banjir antum bisa lihat perahu karet siapa yang pertama hadir!” Tambah Pak Yusnirsyah.

                Andai kita tahu bagaimana pemuliaan saudara kita di Palestina terhadap Muslim Indonesia. Mereka begitu terharu, ternyata Muslim yang jauhnya berkilometer masih peduli pada mereka. Jika kita tahu, tentu hanya orang bodoh bin idiot bin imbisil akut yang akan bertanya,”Kenapa ngirim bantuan jauh-jauh?”(Kalimat terakhir ini tambahan dari saya). Bahkan, ketika gempa Jogja terjadi para pengungsi Palestina mengirimkan uang senilai 45.000 US Dollar dan sekarang telah digunakan untuk membangun kembali sebuah TK yang telah runtuh.

                Ada cerita menarik tentang camping-nya anak Palestina. Di sana, jika liburan musim panas yang biasanya 3 bulan akan diadakan daurah untuk hapalan Qur’an. Ajaib, banyak yang bisa satu Qur’an! Allahu Akbar!
               
Tentang media, beliau juga kalimat yang indah:

Apakah berita hanya membuat kita sedih, atau membuat kita bergerak?


Suriah

                Ini nih yang sekarang sedang hot. Apalagi pembicaranya Mas Angga yang gaul punya—beliau juga salah satu Pembina MPI. Pertama beliau malah mengomentari Gaza dulu,”Mereka yang membantu Gaza tapi melupakan Suriah, bukan berangkat dari aqidah!” Dan Mas Surya pun setuju akan hal ini. Dengan gaya khasnya, Mas Angga mulai bercerita,”Di sana itu, anak SMP pun tahu Syiah bukan Islam. Bahkan jika ditanya persebaran agama, mereka akan menjawab sekian persen Islam, sekian persen Kristen, sekian persen Budha, sekian persen Syiah. Sekali lagi, anak SMP di sana itu tahu Syiah bukan Islam. Negara antum aja yang pada bingung. (Sambil lihat merah putih di jaketnya)Eh, negara saya juga ding hehehe” dan semua pun tertawa.

                Salah satu kejelasan itu terlihat dari teriakan perangnya. Jika mujahidin(beneran mujahidin lho ya, bukan sekedar oposisi yang didukung Amerika), ketika berperang mereka akan meneriakkan “takbir”. Sedangkan pihak lawannya akan menyahut dengan,”Ya Husein! Ya Zainab!”. Meski mereka termasuk orang yang mulia, namun pengkultusan ini sudah berlebihan. Kenapa tidak meneriakkan Muhammad jika mau mengkultuskan?

                Yang terjadi di Suriah itu sama: Muslim Cleansing. Bukan berujung, sekarang sudah dan sedang terjadi. Jadi ketika dibilang perang Suriah ini perang saudara, itu salah. Karena mereka memang tidak saling bersaudara. Bertahun-tahun mereka dijauhkan dari Islam oleh rezim Assad. Al-Qur’an tidak boleh beredar. Bahkan banyak Muslim Suriah yang buta huruf. Bahkan, pernah suatu ketika mujahidin yang asli Suriah melakukan shalat jamak namun aneh. Disebabkan bertempur sejak pagi, mereka MERAPEL SHOLAT 5 WAKTU SAAT MALAM HARI. Mereka sungguh lemah mengenai fiqih. Namun mereka berkata,”Maafkan kami yang tidak tahu ini. Dan tolong jangan cela kami, beri tahu kami dengan lemah lembut maka kami siap berperang bersama kalian untuk meninggikan kalimat Allah.”

                Mengapa HASI membantu Suriah tidak dengan senjata? Ya karena itu yang dibutuhkan para pengungsi Suriah. Para pengungsi yang bisa melewati perbatasan biasanya lebih terjamin. Namun mereka yang terjebak dalam medan tempur, seperti Homs yang bahkan sampai memakan daging kucing karena kelaparan, itu yang perlu dibantu. Mereka yang dibawah control penuh mujahidin atau pemerintah Damaskus juga biasanya lebih tertata hidupnya. Mujahidinnya sendiri sudah lebih dari cukup, karena seperti ISIS atau JN memiliki manajemen sendiri untuk mengatur organisasinya. Yang perlu bantuan itu rakyat yang tak ikut berperang, begitu kata Mas Angga.

                Beliau lalu bercerita tentang proses penyaluran bantuan. Dulu, mereka bisa masuk lewat perbatasan Turki secara legal. Namun kini perbatasan telah ditutup. Jadilah mereka main cantik yang mendebarkan. Pernah suatu kali mereka berusaha menerobos perbatasan, eh ada militer Turki patroli. Entah karena tidak melihat atau pura-pura tak lihat, tentara Turki itu pergi. Mungkin inilah satu-satunya bantuan yang bisa diberikan oleh tentara Turki terhadap saudaranya. Dan beliau menekankan, sekarang ini baru Turki yang secara tegas menolak Rezim Assad. Negara Arab lain yang bersembunyi di ketiak Amerika cuma jadi penonton.

                Ada cerita lucu lainnya.

“Syiah itu gila kubuaran kayaknya. Setiap kuburan “mujahidin” mereka seperti hizbullatta atau yang lain maka akan disembah-sembah. Dimintai berkahnya. Oleh karenanya mereka selalu berusaha membawa pulang mayat temannya. Mujahidin yang baru tahu ini langsung menjaga mayat musuh sisa pertempuran siangnya. Semacam umpan. Karena susah, mereka mengajak berunding. Katanya untuk setiap mayat mereka berani membayar 80.000 US dollar. Mujahidin ya senyum2 aja menerima duitnya. Lumayan katanya, malam ini makan enak. Silahkan, orang mayat aja buat apa sih, gitu pikir mujahidin. Bahkan pernah, ada berita seluruh tim medis diperintahkan siaga. Karena ada konvoy besar militer Assad. Mujahidin bersiap, bahkan berbaiat untuk mati. Para tim medis juga. Maka singkat cerita, dimulailah pertempuran. Pesawat dan heli tempur menyerbu. Mujahidin membalas dengan anti-aircraft seadanya. Setelah beberapa waktu, sepi. Eh, ternyata pimpinan tim medis bilang,’Sudah, balik-balik. Gak seru, perangnya gak jadi. Mereka cuma mau ngambilin mayat temennya! Bikin susah aja dasar Syiah!’ Saya waktu itu nyengir aja,’Oh yaya…’ Udah, pokoknya Syiah itu aneh deh!” cerita beliau panjang lebar.

                Dan beliau menambahkan, Syiah itu kalau menyerang tak pandang bulu, mana sipil, pejuang, bahkan relawan medis. Semua yang muslim disikat. Dan kejamnya, mereka sering memakai bom birmil. Tong yang diisi TNT dan pecahan logam, sehingga daya rusaknya luas karena logam akan menyebar. Bahkan pernah ada ibu-ibu yang terkena dari dagu bawah tembus ke belakang terkena pecahan logam. Namun beliau tidak merintih kesakitan melainkan berdzikir terus.

                Ada yang bertanya,”Apakah tim HASI memperbolehkan wanita menjadi relawan?” beliau menjawab,”Boleh!” Namun syaratnya harus ke sana bersama suaminya. Jika lajang atau sendiri maka akan menimbulkan fitnah, subhanallah…

                Yah, kira-kira itu sedikit yang bisa saya ceritakan tentang acara tersebut. Jika ada yang salah mohon dikoreksi. Kan saya manusia :)

0 komentar:

Posting Komentar