Sekarang mau menulis yang agak
serius sedikit. Tulisan ini lebih berisi reportase kegiatan namun akan saya
usahakan dalam bentuk narasi(halah,
ngomong opo to iki). Sebuah catatan akan kegiatan yang sebenarnya sudah
lama saya ikuti namun baru bisa ditulis sekarang karena selembar kertas yang
jadi tempat saya merekam peristiwa hilang ketlingsut
di jajaran meja buku saya—sampai kemarin sore.
Saat itu, saya diajak untuk hadir dalam Tabligh Akbar yang bertema “Muslim Solidarity”. Nih posternya:
Saat itu, saya diajak untuk hadir dalam Tabligh Akbar yang bertema “Muslim Solidarity”. Nih posternya:
Singkat cerita, hari H. Setelah perjalanan yang menyenangkan ke kampus IT Telkom, akhirnya hari itu resmi pula saya menginjakkan kaki di kampus tersebut. Man, sudah 2,5 tahun di Bandung tapi selama ini cuma bisa lihat dari jalan saja.
Berikut adalah hasil mencatat
saya dari para narasumber dalam acara tersebut.
Rohingya-Myanmar
Untuk
masalah saudara kita di Rohingya, ada satu hal yang ditekankan oleh Pak
Yusnirsyah. Yaitu kesalahan kita dalam menyebut konflik ini dengan krisis
Rohingya. Padahal sebenarnya tidak seperti itu, di sini yang diserang bukan
hanya etnis tertentu yang ada di Rohingya, namun juga muslim lain di Myanmar.
Bahkan terhadap muslim yang secara—maaf—ras seperti ras mereka yang menyerang. Kejadiannya
di wilayah apa saya lupa. Sehingga lebih tepat jika ini disebut krisis
kemanusiaan Muslim Myanmar—bukan Muslim Rohingya. Dan lebih tidak tepat jika
ini hanya masalah etnis. Bahkan beliau berani menyebutnya dengan frasa
mengerikan: Muslim Cleansing.
Ada hal yang menarik menurut Pak
Yusnirsyah dalam permasalahan muslim di Myanmar. Jika kita melihat penindasan
muslim di wilayah lain, maka muslim di daerah itu pasti akan membela diri
terhadap mereka yang menyerangnya. Tetapi hal itu tidak terlihat di kalangan
Muslim Myanmar. Ternyata setelah beliau teliti, hal ini disebabkan pemahaman
mereka yang salah. Ya, beliau berani menyebut mereka memiliki salah pemahaman
tentang definisi muslim(orang yang berserah diri). Padahal pasrah dengan
tawakkal itu berbeda. Jika pasrah itu symbol kemalasan, sedangkan tawakkal itu symbol
keikhlasan. Pasrah itu tak mau berusaha, sedangkan tawakkal itu menerima apapun
hasilnya setelah berusaha maksimal. Beliau berkata bahwa hal ini disebabkan
penyebaran salah satu aliran dalam Islam sendiri. Jika saya menduganya aliran
sufistik melihat kondisi agama mayoritas yang ada di sana.
“Di sana itu
saya sampai gregetan. Kenapa ini muslim tapi tidak ada semangat untuk membela
diri? Kalau ditempeleng mereka malah pergi, nangis. Padahal kan bisa balas
tempeleng saja. Mirip-miriplah sama paham ‘jika kau ditampar pipi kananmu,
berikan pipi kirimu’. Saya pas menyalurkan bantuan itu malah jadi pengen ngajar
beladiri!” papar beliau panjang lebar.
Mengenai pengalaman ketika
menyalurkan bantuan, beliau bercerita bahwa jika melalui jalur legal itu sangat
sulit memastikan bantuan sampai ke saudara-saudara kita. Oleh karenanya
terkadang jalur tak resmi ditempuh. Dan karena mental aparat mereka, mudah saja
untuk bermain cantik ;)
Kemudian ada pertanyaan,
bagaimana mengenai media?
“Hati-hati pada media, ketika mereka tidak
berbohong pun, mereka telah memilahnya.
Tidak ada pilihan netral”
Palestina
Sebelum
memulai ceritanya, Mas Surya malah langsung ke masalah politis(aqidah sih lebih
tepatnya jika dari kacamata seorang muslim) daripada ke kasus kemanusiaannya.
Beliau berkata,”Ingat, pembebasan Palestina itu setelah Damaskus!” Wow.
Oh ya, kesan pertama saya
melihat Mas Surya ini adalah: Serem. Ya, beliau memang sangar. Badan tinggi
besar dan kekar, kumis tebal dengan rambut sebahu. Namun jangan salah, beliau
ramah sekali ternyata. Dan ketika membuka kalimat jawaban dari pembawa
acara(Kang Fadhli) fasih bener bacaannya. Setelah itu, beliau mulai bercerita.
Bahwa tujuan utama Mas Surya dkk adalah publikasi dan sedikit membantu. Ya,
publikasi. Karena seringkali kita baru menengok Palestina ketika Israel melancarkan
serangan besar-besaran. Padahal Muslim Palestina itu susah bener, setiap hari.
Seolah dunia sudah melupakan mereka, padahal kekejaman “anak turun kera dan
babi”(Israel) itu tiap hari lho. Bagaimana para pemudanya di aniaya, bahkan,
yang boleh masuk Masjidil Aqsha itu hanya warga Palestina yang berusia di atas
50 atau 60 tahun, saya agak lupa. Bisa dicari di google masalah ini. Dan yang lebih membuat beliau heran, “Gaza itu lebih
susah daripada Mesir, kok yang Mesir lebay?” Tenang Mas, gak cuma antum yang
berpikiran seperti itu. Saya juga kok hehehe.
Kemudian beliau melanjutkan
ceritanya tentang usaha untuk menyalurkan bantuan. Ternyata Israel itu tidak cuma kejam terhadap rakyat
Palestina, namun juga terhadap para relawan yang akan membantu mereka. Yang paling
terkenal tentu kejadian Mavi Marmara beberapa tahun yang lalu. Atau seorang
relawan Barat yang digilas bulldozer Israel saat berusaha menghalanginya
merobohkan rumah warga Palestina pada tahun 70an atau 80an. Tidak terkecuali,
terhadap beliau dkk. Bahkan salah seorang teman beliau ada yang sampai koma
karena tertembak. Beliau pernah ditangkap tentara “kera dan babi” itu, lalu
dibawa ke markas. Tidak diberi makan dan minum, bahkan sekedar ke toilet pun
tak diperbolehkan sehingga sampai ada yang ngompol. Tetapi ada satu cerita yang
menarik.
“Saat di
tahanan, dalam kondisi jongkok tiba-tiba ada yang berdiri. Tentara Israel langsung
menghampiri, eh ternyata dia adzan. Dan tahukah antum semua, tentara itu diam
saja. Takut dia mendengar adzan! Allahu Akbar!”
Dan dari hasil ngobrol saya
dengan beliau-beliau yang di depan setelah acara selesai memang para musuh
Islam begitu takut terhadap teriakan “takbir”. Menurut saya pun demikian, ayoo,
yang lain punya teriakan apa? “Attack”? Cupu semuanya!
Lalu beliau ditanya,”Bagaimana
tanggapan antum terhadap pendapat orang-orang yang mengatakan kenapa kita
membantu yang jauh-jauh sedangkan yang dekat saja banyak yang miskin?”
Beliau menjawab dengan cerdas,”Jika
saya ditanya seperti itu, saya akan balik tanya,’Ente udah ngapain selama ini?’”
Memang benar, dalam dalilnya kita disuruh membantu yang dekat-dekat dulu. Ini
memang benar, namun beliau kembali ke tujuan awalnya: Publikasi dan sedikit membantu.
Bahwa semua bantuan ini seolah menunjukkan kepada seluruh dunia, ada Palestina
yang terdzolimi oleh bangsa penjajah(yang saya sebut kera dan babi tadi), dan
masih ada saudaranya yang peduli. Jangan sekali-kali kalian meremehkan kami! Begitu
kira-kira pesannya.
“Lagipula kami
ini apa antum kira tidak turun ketika di sini ada bencana? Maaf, bukan
bermaksud sombong, waktu Margahayu banjir antum bisa lihat perahu karet siapa
yang pertama hadir!” Tambah Pak Yusnirsyah.
Andai kita tahu bagaimana
pemuliaan saudara kita di Palestina terhadap Muslim Indonesia. Mereka begitu
terharu, ternyata Muslim yang jauhnya berkilometer masih peduli pada mereka.
Jika kita tahu, tentu hanya orang bodoh bin idiot bin imbisil akut yang akan
bertanya,”Kenapa ngirim bantuan jauh-jauh?”(Kalimat terakhir ini tambahan dari
saya). Bahkan, ketika gempa Jogja terjadi para pengungsi Palestina mengirimkan
uang senilai 45.000 US Dollar dan sekarang telah digunakan untuk membangun
kembali sebuah TK yang telah runtuh.
Ada cerita menarik tentang camping-nya anak Palestina. Di sana,
jika liburan musim panas yang biasanya 3 bulan akan diadakan daurah untuk
hapalan Qur’an. Ajaib, banyak yang bisa satu Qur’an! Allahu Akbar!
Tentang
media, beliau juga kalimat yang indah:
Apakah berita hanya
membuat kita sedih, atau membuat kita bergerak?
Suriah
Ini
nih yang sekarang sedang hot. Apalagi pembicaranya Mas Angga yang gaul punya—beliau
juga salah satu Pembina MPI. Pertama beliau malah mengomentari Gaza dulu,”Mereka
yang membantu Gaza tapi melupakan Suriah, bukan berangkat dari aqidah!” Dan Mas
Surya pun setuju akan hal ini. Dengan gaya khasnya, Mas Angga mulai bercerita,”Di
sana itu, anak SMP pun tahu Syiah bukan Islam. Bahkan jika ditanya persebaran
agama, mereka akan menjawab sekian persen Islam, sekian persen Kristen, sekian
persen Budha, sekian persen Syiah. Sekali lagi, anak SMP di sana itu tahu Syiah
bukan Islam. Negara antum aja yang pada bingung. (Sambil lihat merah putih di
jaketnya)Eh, negara saya juga ding hehehe” dan semua pun tertawa.
Salah satu kejelasan itu
terlihat dari teriakan perangnya. Jika mujahidin(beneran mujahidin lho ya,
bukan sekedar oposisi yang didukung Amerika), ketika berperang mereka akan
meneriakkan “takbir”. Sedangkan pihak lawannya akan menyahut dengan,”Ya Husein!
Ya Zainab!”. Meski mereka termasuk orang yang mulia, namun pengkultusan ini
sudah berlebihan. Kenapa tidak meneriakkan Muhammad jika mau mengkultuskan?
Yang terjadi di Suriah itu sama:
Muslim Cleansing. Bukan berujung,
sekarang sudah dan sedang terjadi. Jadi ketika dibilang perang Suriah ini perang
saudara, itu salah. Karena mereka memang tidak saling bersaudara. Bertahun-tahun
mereka dijauhkan dari Islam oleh rezim Assad. Al-Qur’an tidak boleh beredar.
Bahkan banyak Muslim Suriah yang buta huruf. Bahkan, pernah suatu ketika
mujahidin yang asli Suriah melakukan shalat jamak namun aneh. Disebabkan bertempur
sejak pagi, mereka MERAPEL SHOLAT 5 WAKTU SAAT MALAM HARI. Mereka sungguh lemah
mengenai fiqih. Namun mereka berkata,”Maafkan kami yang tidak tahu ini. Dan
tolong jangan cela kami, beri tahu kami dengan lemah lembut maka kami siap
berperang bersama kalian untuk meninggikan kalimat Allah.”
Mengapa HASI membantu Suriah
tidak dengan senjata? Ya karena itu yang dibutuhkan para pengungsi Suriah. Para
pengungsi yang bisa melewati perbatasan biasanya lebih terjamin. Namun mereka
yang terjebak dalam medan tempur, seperti Homs yang bahkan sampai memakan
daging kucing karena kelaparan, itu yang perlu dibantu. Mereka yang dibawah control
penuh mujahidin atau pemerintah Damaskus juga biasanya lebih tertata hidupnya. Mujahidinnya
sendiri sudah lebih dari cukup, karena seperti ISIS atau JN memiliki manajemen
sendiri untuk mengatur organisasinya. Yang perlu bantuan itu rakyat yang tak
ikut berperang, begitu kata Mas Angga.
Beliau lalu bercerita tentang
proses penyaluran bantuan. Dulu, mereka bisa masuk lewat perbatasan Turki
secara legal. Namun kini perbatasan telah ditutup. Jadilah mereka main cantik
yang mendebarkan. Pernah suatu kali mereka berusaha menerobos perbatasan, eh
ada militer Turki patroli. Entah karena tidak melihat atau pura-pura tak lihat,
tentara Turki itu pergi. Mungkin inilah satu-satunya bantuan yang bisa
diberikan oleh tentara Turki terhadap saudaranya. Dan beliau menekankan,
sekarang ini baru Turki yang secara tegas menolak Rezim Assad. Negara Arab lain
yang bersembunyi di ketiak Amerika cuma jadi penonton.
Ada cerita lucu lainnya.
“Syiah itu gila
kubuaran kayaknya. Setiap kuburan “mujahidin” mereka seperti hizbullatta atau
yang lain maka akan disembah-sembah. Dimintai berkahnya. Oleh karenanya mereka
selalu berusaha membawa pulang mayat temannya. Mujahidin yang baru tahu ini
langsung menjaga mayat musuh sisa pertempuran siangnya. Semacam umpan. Karena susah,
mereka mengajak berunding. Katanya untuk setiap mayat mereka berani membayar
80.000 US dollar. Mujahidin ya senyum2 aja menerima duitnya. Lumayan katanya, malam
ini makan enak. Silahkan, orang mayat aja buat apa sih, gitu pikir mujahidin. Bahkan
pernah, ada berita seluruh tim medis diperintahkan siaga. Karena ada konvoy
besar militer Assad. Mujahidin bersiap, bahkan berbaiat untuk mati. Para tim
medis juga. Maka singkat cerita, dimulailah pertempuran. Pesawat dan heli
tempur menyerbu. Mujahidin membalas dengan anti-aircraft seadanya. Setelah beberapa
waktu, sepi. Eh, ternyata pimpinan tim medis bilang,’Sudah, balik-balik. Gak
seru, perangnya gak jadi. Mereka cuma mau ngambilin mayat temennya! Bikin susah
aja dasar Syiah!’ Saya waktu itu nyengir aja,’Oh yaya…’ Udah, pokoknya Syiah
itu aneh deh!” cerita beliau panjang lebar.
Dan beliau menambahkan, Syiah
itu kalau menyerang tak pandang bulu, mana sipil, pejuang, bahkan relawan
medis. Semua yang muslim disikat. Dan kejamnya, mereka sering memakai bom
birmil. Tong yang diisi TNT dan pecahan logam, sehingga daya rusaknya luas
karena logam akan menyebar. Bahkan pernah ada ibu-ibu yang terkena dari dagu
bawah tembus ke belakang terkena pecahan logam. Namun beliau tidak merintih
kesakitan melainkan berdzikir terus.
Ada yang bertanya,”Apakah tim
HASI memperbolehkan wanita menjadi relawan?” beliau menjawab,”Boleh!” Namun
syaratnya harus ke sana bersama suaminya. Jika lajang atau sendiri maka akan
menimbulkan fitnah, subhanallah…
Yah, kira-kira itu sedikit yang
bisa saya ceritakan tentang acara tersebut. Jika ada yang salah mohon
dikoreksi. Kan saya manusia :)
0 komentar:
Posting Komentar