Setelah menulis sesuatu yang
saya pikir cukup bermanfaat, hari ini saya ingin menulis sesuatu yang sangat
mungkin akan mengundang cerca. Sebuah tulisan yang termotivasi oleh “pertengkaran”
saya pada orang-orang yang terlalu bahagia karena sudah berpasangan dan mereka
yang terlalu mengemis pasangan. Selain itu juga dikatalis oleh tayangan ‘Golden
Ways: Jones atau Marnes? (Jomblo Ngenes atau Married Ngenes?)’.
Jadi akhir-akhir ini, karena
hidup di rumah orang tua praktis kesibukan saya pun mau tidak mau turun. Bahkan
untuk urusan makan yang dulu perlu usaha kini tinggal ke dapur dan membuka
tudung saji. Menurunnya kesibukan biasanya akan berbanding lurus pada dua hal:
jika bukan panjang angan-angan maka kemampuan mengurusi orang lain. Nah, karena
yang pertama saya sudah tahu obatnya, jadilah saya kena yang kedua. Dulu-dulu
juga sudah sering mengurusi sih, hanya sekarang bertambah lebih suram. Bahkan sudah
sampai pada tataran sarkasme. Yap, apalagi jika bukan urusan orang-orang “pemuja”
pernikahan (tuh kan, sinisme-nya mulai lagi -_-).
Nah, mau dimulai darimana ya?
Yang Sudah Tidak Jomblo
Di luar sana memang ada
orang-orang yang telah tidak jomblo. Mereka telah punya pasangan. Atau mungkin
lebih syar’I jika kita definisikan yang tidak jomblo adalah orang yang sudah
menikah. Bahkan ada yang diberi kelapangan untuk dapat mewujudkan sunnah ini
dalam usia yang belia. Dalam usia muda, bahkan lebih muda dari saya. Akibat kehati-hatiannya
agar tidak terjerumus dalam zina. Akibat keinginan untuk menundukkan pandangan.
Sampai di sini tak ada yang
salah. Justru saya sangat mengagumi para pemuda—dan pemudi—yang telah mau berkomitmen
pada urusan besar ini. Mereka yang belum mapan, namun telah berjanji setia satu
sama lain untuk terus bahu-membahu dalam mengarungi kehidupan. Dan hanya kepada
Allah mereka bersandar.
Sungguh, sampai di sini saya
memberikan respek yang tinggi pada orang-orang jenis ini. Namun, kemudian ada
beberapa orang—oknum—labil yang mulai bertingkah lebay. Dan kepada orang-orang
jenis inilah sarkasme saya seperti menemukan tempat yang tepat.
Yang Bagaimana Memang?
Oknum
jenis pertama adalah mereka yang sedang dalam euphoria akibat ‘berhasil’
menikah. Atau yang berhasil ‘menikah muda’, dan mulailah kegembiraan ini mereka
bagikan. Memang ada ayat yang berisi tentang ‘jika kau mendapat nikmat, maka
sebut-sebutlah’. Tapi kan tidak mesti setiap hari membagikannya di jejaring social?
Apa bedanya dengan para ababil yang sedang pacaran lalu mengumbar kemesraannya?
“Kan kami sudah halal, jadi kami
boleh dong beradu kemesraan! Biar mereka tahu, emang yang pacaran doang yang
bisa begitu?” Lah, kok pendek sekali pola pikirnya. Jadi selama ini motivasinya
sekedar tidak mau kalah dengan mereka yang pacaran? Mau beradu upload foto-foto
diri bersama pasangan?
Kemudian oknum kedua adalah yang
lebih sering jadi korban sarkasme saya. Atau setidaknya komentar tidak enak
dari orang-orang seperti saya. Mereka adalah orang-orang dengan niat baik,
namun dengan cara yang menjengkelkan. Pernah dengar cerita orang yang sedang
banyak utang lalu minta bantuan? Kemudian ada orang yang datang dan melemparkan
berlian. Sayangnya, berlian itu justru mengenai dahinya sehingga membuat darah mengucur.
Menurut Anda, akankah orang itu melihat bantuan yang diberikan atau justru
memukuli yang melempar berlian? Apalagi jika ternyata orang yang kesulitan itu
tidak meminta bantuan, wah udah deh, yang ada malah berkelahi.
Nah, itu pula yang terjadi pada
kalian. Mungkin niatnya baik, memotivasi mereka yang (menurut kalian) tidak
seberuntung kalian karena masih berstatus jomblo. Namun sayangnya, tidak
dengan cara yang ahsan. Mending jika nasehat ditujukan langsung, lah ini dengan
main sindir-sindiran. Tidakkah Anda sadar bahwa cara itu justru lebih memancing
saya untuk berkomentar dengan kata-kata yang bikin tertawa tapi sekaligus sakit
mata?
Tidakkah Anda sadar di luar sana
ada orang-orang yang memang berkeinginan untuk menikah dalam usia muda,
secepatnya. Bahkan keinginan itu telah hadir di pikiran mereka di saat Anda
semua belum mengerti apa itu pernikahan (karena masih SD :p). Banyak orang-orang yang niat dan ilmu
untuk melakukannya jauh melampaui Anda semua, namun Allah memang belum
memberikan ladang pengamalannya. Bahwa orang-orang seperti mereka itulah
yang-jika-saya-dengan-kapasitas-hati-seperti-sekarang menjadi mereka, tentu
akan menjadi sakit sekali hati ini. Lalu, tidakkah Anda memikirkan bagaimana
rasanya menjadi orang seperti mereka?
Ada beberapa kasus, mungkin saja
mereka telah berikhtiar semaksimal mungkin. Hingga usia merambat naik, ikhtiar
itu tidak pernah dikendurkan. Doa mereka tak pernah putus. Mereka tetap
istiqomah, dan saya tahu beberapa dari mereka. Mereka lah orang-orag yang
KONTRIBUSINYA PADA DAKWAH TIDAK KALAH DARI ANDA SEMUA! Saya tahu mereka selalu
tersenyum kecut dalam hati saat ada berita walimahan ikhwannya yang jauh lebih
muda, namun mereka diam saja. Dan itu bukan berarti mereka iri! Mereka hanya
tidak nyaman jika ada pasangan-pasangan muda dengan emosi yang belum stabil,
menikah, lalu memiliki euphoria berlebihan memamerkan “keberuntungan”mereka. Jadi
saya mohon, setidaknya hormati orang-orang ini. Karena sungguh, jika ada dua
orang di depan saya di mana yang satu Anda dan satunya lagi dari mereka maka
saya akan memilih mereka sebagai amir saya. Entah itu dalam safar, dakwah, atau
pun jihad. Karena bagi saya, menikah itu bukan ukuran kehormatan seseorang,
jika orang itu hanya bisa menyindir orang lain.
Lalu siapa yang tahu jika
orang-orang yang Anda sindir-sindir itu
memiliki banyak pertimbangan mulia yang itu bahkan tak terpikirkan oleh Anda? Karena
sejauh yang saya tahu, kebanyakan
mereka yang menikah muda itu di back up oleh
dua hal: Orang tua yang berada dan memiliki pemahaman yang sama tentang “indahnya”
nikah muda. Siapa yang tahu jika orang yang Anda sindir itu memiliki tanggungan
sebagai anak sulung yang harus memikirkan biaya pendidikan adik-adiknya? Bagaimana
jika orang tua mereka bukanlah mereka yang “ter-tarbiyah” akan keutamaan nikah
saat kuliah? Bagaimana bila orang tua mereka adalah orang tua “konservatif”
yang meminta anaknya tidak menikah sebelum memiliki penghidupan yang jelas? Anda
mau bilang bahwa mereka berarti tidak percaya akan janji Allah tentang rezeki?
Yaaah, saya harap Anda lebih bijak lagi—bukan lebih pintar lagi. Karena Anda
saya pikir sudah cukup pintar, namun kurang bijak.
"Menuntut orang melakukan hal syar'i
tanpa paham tentang waqi' (realita) adalah awal kedzaliman".
Jadi, pernahkah Anda
memikirkan hal ini? Bahwa tidak semua orang hidup dalam kondisi dan standar
kehidupan Anda yang islami sekali itu?
Lalu yang membuat saya paling
meradang adalah ketika membawa hadits tentang seburuk-buruknya manusia adalah
yang tidak menikah dan sehina-hinanya kalian adalah mayat pemuda yang dalam keadaan
bujang. Hey Bro, hadits ini ancaman dan celaan buat mereka yang TIDAK MAU menikah, bukan mereka yang BELUM menikah. Tidakkah sadar betapa
banyak mujahidin di medan jihad sana yang tidak “sempat” SEKEDAR menikah karena
ada kewajiban lebih besar untuk membela harta, jiwa, dan kehormatan muslimin
lainnya? Sedangkan Anda berani bilang sebaik-baik manusia ini sebagai
sehina-hinanya mayat? Anda yang bahkan secara tidak langsung memegang predikat CABOT?
Oh ya terakhir buat yang suka
upload foto sama istri, sebelumnya punten.
Pada kadar yang berlebihan tidakkah Anda sedang memamerkan wanita milik
Anda pada dunia? Anda mau bagi-bagi kecantikan istri? Sedangkan coklat silver
queen saja Anda tidak mau bagi-bagi :)
Yang Masih Jomblo
Jomblo adalah predikat bagi mereka yang belum
berpasangan. Lalu salahkah? Tentu, tak mesti ini sesuatu yang salah. Karena
di mata saya ada dua jenis jomblo: Jomblo ngenes dan Jomblo Mulia.
Jomblo Ngenes
Pernahkah
Anda menemui orang-orang yang begitu sering memikirkan tentang menikah? Ada yang
salah? Sekali lagi, sampai di sini tidak salah-salah amat. Namun akan menjadi
salah—di mata saya—ketika yang ada di otak Anda cuma urusan ini saja. Apalagi jika
Anda seorang aktivitas dakwah, seolah tanpa menikah tak mungkin ada khilafah
(oke, ini lebay lagi). Namun, saya pikir Anda paham maksud saya. Kalau kata
seorang kawan,”Lebih banyak mikirin nikah daripada mati, padahal besok masih belum
pasti.” Terasa jleb? Ya, santai saja kok. Dulu saya juga pernah mengalami
saat-saat seperti ini.
Tidakkah Anda paham, bahwa
urusan kita lebih banyak jadi jangan buang-buang energy pada hal yang masih
serupa angan-angan. Silahkan baca tentang bahaya terlalu sering berangan-angan
di sini.
Apalagi ada yang berpikiran
bahwa menikah itu untuk mengisi jiwa yang sepi. Bahwa ia sendiri, maka perlu
orang lain untuk mengisi. Bahasa lebay-nya,”Kaulah pelepas dahaga, atas hidupku
yang terasa hampa…” Man, pup banteng! Jika Anda masih berpikiran seperti itu,
kata teman saya lebih baik Anda urungkan niat menikah Anda. Mari kita sedikit
berandai-andai.
Anda adalah orang yang merasa
kurang atas hidup Anda, kurang bahagia, kurang bermakna. Maka Anda berharap
dengan hadirnya orang lain (ini juga berlaku bagi mereka yang mau pacaran juga
sih), maka rasa sepi itu akan hilang. Tidakkah Anda sadar betapa egoisnya Anda?
Anda hanya akan menjadi pihak yang selalu meminta, atau malah mungkin menuntut
saja. Anda berharap pasangan Anda adalah “sapi perah” yang bisa Anda ambil
manfaatnya.
Jika memang nantinya Anda
mendapatkan orang dengan kapasitas yang memang bisa memenuhi hidup Anda,
meramaikan hidup Anda, maka tidak terlalu masalah. Lalu bagaimana jika yang
didapat justru yang sepemikiran dengan Anda? Tidakkah yang ada saling menuntut?
Kalau kata teman saya itu, inilah yang seringkali menyebabkan pertengkaran di
antara mereka yang telah memiliki pasangan.
Bagaimana jika paradigmanya
dibalik? Anda adalah seseorang yang sudah sangat puas dengan hidup Anda. Kesibukan-kesibukan
Anda, aktivitas Anda, telah membuat hidup Anda begitu bermakna. Lalu Anda pun
mulai berpikir,”Wah, alangkah serunya jika keasyikan hidup ini aku bagi? Dengan
siapa ya? Kayaknya dengan orang yang aku cintai saja deh.” Nah, di sinilah Anda
memulai niat dengan harapan untuk MEMBERI, bukan MEMINTA. Bukankah itu yang
disebut cinta? Maka saat Anda pada kondisi terburuk mendapat pasangan yang
hanya meminta cinta dari Anda, yang berharap Anda bisa mengisi hidupnya, dengan
tersenyum Anda bisa memenuhinya bukan? Oh ya, bukankah janji Allah untuk
memberikan pasangan yang sepadan? ;)
Selain itu ada yang menikah
dengan motivasi HANYA karena takut
berzina. Maaaan, kok motivasinya itu doang tuh lho. Anda pikir menikah HANYA urusan sex? Sanggupkah Anda
memandang mata pasangan Anda—istri Anda—lalu berkata,”Aku menikahimu HANYA karena aku takut zina.”
Tak ada yang salah sebenarnya di
sini, tapi terasa kurang pas saja di hati. Saya sih tidak tega kalau begitu,
karena menikah itu kan urusan dua orang. Padahal ada yang lain yang lebih
praktis dan hemat: PUASA!
Kenapa
tidak Anda gunakan kesempatan yang telah diberikan Allah ini. Nikmat besar ini?
(bukankah waktu yang longgar adalah nikmat juga?) Percayalah, waktu yang Anda
miliki ini akan lebih berguna jika Anda pakai untuk bekerja, bekerja, dan
bekerja demi umat daripada buat mikirin terus sampai galau nikah. Karena siapa
yang tahu, saat kualitas diri Anda yang sekarang dan Anda diberi pasangan oleh
Allah, maka kontribusi Anda pada umat langsung anjlok.
Jika kata kontribusi untuk orang
lain terlalu berat, mari kita andaikan waktu longgar yang Anda miliki untuk
pengembangan diri sendiri. Gunakan kebebasan waktu, finansial, dan energy ini
untuk meningkatkan kualitas hidup Anda semaksimal mungkin. Anda dapat pergi ke
mana saja, melakukan apa saja, berpetualang ke daerah terpencil, tanpa harus
membuat khawatir orang lain kecuai diri Anda dan (mungkin) orang tua. Asal semuanya
demi perbaikan kualitas kehidupan Anda sebagai muslim. Percayalah, saya pernah
mendengar saudara yang sudah menikah berkata,”Wah, sekarang mau apa-apa sudah tidak
sebebas dulu. Bahkan mungkin untuk urusan dakwah.”
Ingat kata-kata kaprodi saya
ini:
Jika Anda belum siap berkorban, jangan
menikah!
Mungkin panduan pertanyaan ini
bisa dipakai:
·
Hal-hal baru apa saja yang sudah saya pelajari
selama enam bulan terakhir?
·
Keahlian baru apa yang semakin saya pertajam
dalam tiga bulan terakhir?
·
Buku dan bacaan apa saja yang telah saya
habiskan dalam sebulan terakhir?
·
Perbedaan apa yang sudah saya lakukan di minggu
ini dibanding rekan-rekan saya?
·
Pencapaian apa saja yang saya miliki hari ini
yang membuktikan bahwa saya lebih baik daripada hari sebelumnya?
Ketika Anda mengembangkan passion
untuk menjadi yang terbaik dalam segala bidang, Anda akan menemukan lebih
banyak kepuasan dan kenikmatan dalam hidup. Anda tidak lagi punya waktu untuk
merasa kesepian. Anda sudah begitu puas akan hidup Anda. Seperti kata seorang filsuf India bernama
Omkar Phatak,
"Being
single is getting over the illusion that there is somebody out there to
complete you and taking charge of your own life."
Jadi, masih mau menjadi jomblo ngenes? ;)
Jomblo Mulia
Untuk
ini saya copas saja dari kultwit ustad Bendri Jaisyurrahman
(@ajobendri) hehe:
1.
Bismillah,
saya mau bahas sedikit tentang JULIA (Jomblo Mulia). Agak2 girly sedikit ya
istilahnya. Ya, maaf. Belum nemuin istilah lain hehe
2.
Entah
gmn ceritanya. Pembahasan nikah saat ini menjadi isu yg begitu populer terutama
bagi anak muda yg tak setuju dgn pacaran. #JULIA
3.
Mereka
memang tdk pacaran. Tapi saat orientasi pikiran hanya tertuju kpd nikah, tak
sadarkah bahwa bnyak amal lain yg terabaikan? #JULIA
4.
Bnyk
yg merasa malu jika umur sudah mapan, blm juga dapat pasangan. Akibatnya nikah
kayak kejar setoran. Amal lain ditelantarkan. #JULIA
5.
Tak
salah jk kebelet nikah. Itu normal. Namun, jgn sampai orientasi hdp utk ibadah
jd lalai. Seolah jk tak nikah hdp sudah slesai #JULIA
6.
Bnyk
akhirnya jomblo yg tersandera. Blm mampu nikah namun amal lain tak ada. Pikiran
diarahkan tuk buat rencana agar nikah sgera #JULIA
7.
Beruntunglah
Jomblo yg sadar diri. Bhw nikah adlh jln tuk dekati ilahi. Jika blm dpt
pasangan sibukkan diri dg amal silih brganti #JULIA
8.
Usia
muda adlh puncak sgala energi. Justru ia pakai utk sbanyak2nya mngabdi kpd
Ilahi. Jgn sampai tak brdakwah krn sibuk cr istri #JULIA
9.
Jomblo
mulia punya agenda kesibukan yg padat. Berpindah dr amal yg satu ke amal lain.
Tak nganggur. Maka tak ada kata galau. #JULIA
10. Ia tau nikah adlh setengah agama.
Tapi ia juga paham, bahwa sibuk dlm amal yg lain bagian setengah agama yg
lainnya. #JULIA
11. Ia pahami nikah ibarat makan
siang. Akan datang jadwalnya. Sambil nunggu jadwal datang maka ia bekerja.
Tiba2 hidangan tersedia. #JULIA
12. Perhatikan bgmn pasien RS. Dr
pagi sudah tanya tentang jatah makan siang. Tersebab mrk tak punya kesibukan. Terkapar
di ranjang. #JULIA
13. Jomblo yg nganggur sll brtanya
kpn ia nikah. Utk apa? Utk ibadah, katanya. Klw gitu knapa tidak banyak
tilawah. Ibadah juga kan? #JULIA
14. Kadang kalau jujur, urusan nikah
lebih banyak masalah gengsi. Menjadi jomblo dianggap gak laku. Gak mutu. Nikah
jadi diburu #JULIA
15. Padahal sejarah banyak mencatat
jomblo2 bermutu. Namanya abadi krn sibuk dlm amal tak kenal henti. Surga pun
menanti. #JULIA
16. Ibnu Taimiyah contoh Jomblo
Mulia. Tak sempat nikah. Namun ia adalah mutiara ilmu bagi banyak ulama. Pahala
mengalir deras. #JULIA
17. Begitu pula dgn imam nawawi.
Gelarnya muhyiddin 'yg menghidupan agama'. Jomblo mulia yg banyak keluarkan
bnyk buku. #JULIA
18. Masih banyak contoh lain. Tak
inginkah para jomblo mengikuti jejak mereka? Banyak sibuk. Tak ada waktu utk
galau dan gelisah. #JULIA
19. Sesekali galau silahkan. Tp
Jomblo yg selalu galau adalah jomblo pecundang. Di dunia tak berarti, di
akherat rugi. Mau? #JULIA
20. Jomblo bkn dosa. Yg dosa klw
meratapi nasib dan putus asa. Gagal ukir prestasi saat sedang di puncak energi.
Umur terbuang sia2. #JULIA
21. Setan mndekat kpd jomblo yg
nganggur. Dgiring kpd rasa pnyesalan akan taqdir. Sesekali setan ajak tamasya
pkiranny ttg pasangan. #JULIA
22. Allah siapkan kjutan spesial utk
jomblo mulia. Yg sbukkan dr dlm amal nyata. Tak dpt pasangan didunia, dsambut
72 bidadari surga #JULIA
23. Dari skrg mulai mencatat. Amal
apa yg blm dikerjakan. Segera lakukan. Doa utk nikah, terus panjatkan. Namun
tetap dlm kesibukan. #JULIA
24. Ingat, kewajiban kita lebih
banyak drpd waktu tersedia. Mumpung belum direpotkan dgn urusan rmh tangga,
banyak2in amal yg lain. #JULIA
25. Kelak saat jodoh datang, merasa
tak ada amal yg terutang. Semua amal sdh dikerjakan. Berlanjut dlm amal lain yg
lebih menantang. #JULIA
26. Tiap2 tahapan ada amalnya. Saat
jomblo ada amalnya. Saat mnikah ada amalnya. Hidupnya berpindah dr amal yg satu
ke amal yg lain. #JULIA
27. Yuk ah yg masih galau krn status
jomblonya. Tunjukkan bahwa jomblo banyak karya. Bahkan bs melebihi yg sudah
menikah. Mau coba? #JULIA
28. Demikian kultwit tentang #JULIA
Perez (Jomblo Mulia Penuh Preztasi) :D. Semoga ada manfaat. Maaf jika tak
berkenan. Silahkan dishare
Yuk, keep JOSH (JOmblo Sampai Halal) sambil
memantaskan diri :D (sumber: http://monilando.blogspot.com/2013/01/julia-perez-jomblo-mulia-penuh-preztasi.html )
Penutup
Sebagai
penulis, dan sampai sekarang masih jomblo, sah-sah saja jika Anda menganggap
saya barisan sakit hati yang iri. Dan katanya iri tanda tak mampu. Yah, memang tak
ada yang salah. Namun jika saya diizinkan untuk untuk bermonolog atas kondisi
saya, maka inilah saya.
Saya adalah pemuda yang tentu
sangat ingin meraih indahnya pernikahan. Namun saya pribadi yakin, ada saat
untuk setiap hal. Dan jika memang sekarang belum saatnya, kenapa terlalu ambil
pusing? Banyak pekerjaan lain—dan mungkin saja itu jalan ke “sana”—yang
menunggu untuk diselesaikan. Biarlah saya berusaha untuk berada dalam barisan
mereka “yang sudah, sedang, dan akan selalu mempersiapkan diri secara proporsional.”
Karena bagi saya menikah adalah
suatu proses untuk membuat suatu peradaban. Peradaban yang tak bisa dipandang
sebelah mata, maka layakkah jika ia dibangun atas dasar kejar setoran semata? Dan sebaliknya,
layakkah jika ia semakin tertunda akibat kelemahan diri saja?
Memangnya menikah itu perlombaan lari?
Jadi ada yang lambat menikah? Cepat menikah?
Semua orang paham bahwa jodoh adalah rahasia Tuhan. Sayangnya, tetap saja banyak yang mendefinisikan 'telat menikah', atau sebaliknya 'pernikahan dini'. Tidak ada standar kapan harus menikah, karena semua orang khas. Jika tiba masanya, maka pasti akan terjadi.
--Tere Liye—
Semua orang paham bahwa jodoh adalah rahasia Tuhan. Sayangnya, tetap saja banyak yang mendefinisikan 'telat menikah', atau sebaliknya 'pernikahan dini'. Tidak ada standar kapan harus menikah, karena semua orang khas. Jika tiba masanya, maka pasti akan terjadi.
--Tere Liye—
Maaf bila ada kata yang kurang
berkenan, karena seperti saya bilang, saya memang suka cari masalah hehehe.
Dari awal kayak ditampar2: hyak des! :D Terakhiran jadi nangis bacanya. Thanks ilmunya, Mas Bro. Padahal tadinya aku nyari review acaranya Pak Mario. -_-
BalasHapusMaaf ya, emang penuh sarkasme. Yang nagis gara-gara saya barisan sakit hati?
HapusHaha, sip2, saya barusan juga liat resep sosis saus tomatnya. Dan nyesek juga rasanya, diperut :v
Btw, maturnuwun sampun mapir :)
rulisan dinlog ente bagus2 bang, inspiratif :)
BalasHapusyo, promosikan yo bang biar saya main populer :v
Hapushahaha, oke oke, salam kenal :)
BalasHapusDOWNLOAD SEKARANG JUGA...GRATIS! AYOO BURUAN DOWNLOAD TERBARU DAN TERBAIK, SAAT INI MUDAH SEKALI UNTUK BISA MENONTON FILM DRAMA KOREA, DOWNLOAD SEKARANG JUGA APLIKASI MYDRAKOR, sekarang nonton drama korea bisa di smartphone. Download sekarang juga aplikasi MYDRAKOR di googleplay gratis, film dan drama terbaru.
BalasHapushttps://play.google.com/store/apps/details?id=id.mydrakor.main&hl=in
https://www.inflixer.com/