Senin, 04 Agustus 2014

Posted by Heri I. Wibowo | File under : , ,


                Beberapa malam yang lalu saya menjanjikan adik  saya sesuatu agar  dia mau mengerjakan PR-nya: cerita horror nanti malam. Dan karena saya habis baca-baca jangan suka bohong sama anak kecil—adik saya udah gede sih—akhirnya malam harinya saat Bapak dan Ibu sudah sare saya tepati janji itu. Di ruang tamu, gelap, dan bercerita sambil memandangi jalanan depan rumah. Adik saya di lantai dengan guling dan selimut, saya mlungker di atas kursi. Lalu, perasaan itu muncul…

                Perasaan bahwa saya nyaman di kondisi ini. Saya tak ingin menjadi lebih tua lagi. Saya ingin selalu di usia 21 tahun dan adik saya 11 tahun, di mana permasalahan-permasalahan yang ada begitu sederhana. Lebih tepatnya, saya takut tentang harus menjaga adik saya nantinya. Kalau masih kecil—kurang dari 11 tahun misal—kan urusannya tinggal masalah jangan beli es di pinggir jalan.

                Namun lalu saya berpikir, benarkah perubahan demikian menakutkan?

Masa Lalu, Sekilas Tentangnya

                Pernahkah kita mencoba untuk sedikit mengulik masa lalu kita? Buat saya sendiri, terkadang ada saat-saat di mana mencoba menengok ke belakang. Melihat bagaimana saya saat itu, dan tindakan-tindakan apa yang saya lakukan ketika menghadapi suatu masalah. Lalu terpikir, seandainya saya yang sekarang kembali ke masa lalu apakah saya akan melakukan hal yang sama?



Mencoba mengingat masa TK ketika hidup begitu sederhana. Yang mana saya saat itu bahkan untuk sekedar minta izin ke toilet rasanya seperti mau perang, dan akhirnya ketika berhasil terasa menjadi anak paling keren sedunia.

                Lalu SD, saat pertama kalinya mulai tahu tentang apa itu “pacaran” (teman saya sudah pacaran padahal masih kelas 3 SD haha). Lalu pikiran begitu polos hingga percaya bahwa bersentuhan dengan lawan jenis bisa bikin hamil.

                SMP, masa-masa mulai tidak mau disebut anak-anak lagi. Rasanya sudah jadi laki-laki paling bijak. Yang mulai melirik-lirik lawan jenis dengan lebih ‘serius’. Berkelahi bahkan dengan satu regu pramuka—yah, cuma satu orang sih sebenarnya yang kontak fisik hehe.

                Lalu SMA, dan lanjut ke masa-masa awal kuliah. Terlihat kan bahwa ternyata hidup ini sangat cepat? Lalu apa yang sebenarnya kita dapat darinya? Apakah hidup hanya begitu saja?

                Ada yang bilang hidup ini seperti naik sepeda motor. Bahwa masa lalu adalah yang dibelakang kita, sehingga perlakuan kita pada masa lalu sebagaimana layaknya kita memperlakukan kaca spion. Terlalu banyak menengok spion, bersiaplah untuk mencium pantat truk :v             


Masa Kini, Masa Mengambil Keputusan

                Inilah masa di mana seharusnya kita berfokus. Dan diri kita sekarang adalah hasil investasi kita di masa lalu bukan? Kita yang sekarang lah yang “mengendalikan” hidup kita, bukan kita yang dahulu dan bukan pula kita yang akan datang. Inilah kita yang sebenarnya, kita yang sekarang.

                Kita yang sekarang, mungkin menyesali beberapa hal di masa lalu. Kita yang sekarang, mungkin khawatir dengan masa depan. Salahkah? Menurut saya, dalam batas tertentu (yang tentunya kadar setiap orang berbeda) tidak masalah.

Namun yang harus lebih kita pahami, kesalahan-kesalahan kita pada masa lalu tidaklah mungkin dapat kita ubah. Diri-kita-yang-lalu telah ‘mengorbankan’ dirinya untuk berbuat kesalahan agar dapat menjadi pelajaran bagi diri kita yang sekarang. Ia telah rela menjadikan dirinya terlihat jelek di mata diri-kita-yang-sekarang. Maka, sungguh kasihan dan tidak etis bukan jika diri-kita-yang-lalu  hanya menjadi objek yang dipersalahkan alih-alih bukan pribadi yang diambil pelajaran darinya?

Dan kekhawatiran kita yang sekarang akan hal-hal di masa depan selayaknya tidak menghentikan kita untuk tetap bergerak. Karena bagaimana pun, diri kita yang di depan adalah investasi dari perilaku-perilaku kita yang sekarang. Jika kita banyak khawatir, jangan kaget jika diri-kita-yang-akan-datang benar-benar menjadi seseorang yang mengkhawatirkan.

Memang tak ada yang lebih menakutkan dibandingkan perubahan. Karena perubahan itu tak ada yang nyaman. Namun saat kita—bukan, tepatnya saya—menengok masa lalu, maka hanya syukur yang saya panjatkan atas perubahan-perubahan yang diberikan. Misalnya, saya tidak tahu jika dahulu menuruti kata Bapak buat kuliah di dalam kota saja. Saat itu kami berdiskusi semalaman, hingga beliau memberikan izinnya. Dan kemudian 2 hari yang lalu, dengan bangga beliau bercerita ke saudara untuk “mengusir” anak lelaki yang sudah dewasa jauh dari tempat tinggal. Karena anak lelaki—katanya—“harus” merantau, agar tahu rasanya “pulang”. Agar tahu bagaimana hidup yang “sesungguhnya”. Atau mungkin aslinya beliau tahu bahwa kepergian saya mengurangi jatah beras :v   

Itu perubahan dan keputusan yang saya buat dan dahulu sebenarnya terasa sangat menakutkan. Bahkan, sehari menjelang keberangkatan saya ke Bandung saya menekuri kamar. Menghitung kira-kira berapa lama lagi saya bisa tidur di situ. Bayangan bahwa hanya bisa pulang setahun 2 kali sungguh menyesakkan dada. Namun kini saat saya melihat diri saya, saya bersyukur telah berani mengambil keputusan itu.

Lalu akan timbul pertanyaan lanjutan, apakah setiap perubahan itu baik? Tentu tidak, ada hal-hal yang juga saya “sesali”. Hal-hal yang terkadang sampai pada pemikiran,”Andai dulu gue gak ngelakuin ini, pasti tidak akan jadi begini.” Namun sekali lagi, itu adalah pembelajaran bukan?

Dua puluh tahun dari sekarang kau akan lebih menyesal
 atas apa-apa yang tidak pernah kau kerjakan
dibandingkan atas apa-apa yang kau kerjakan.”
-Quote di Novelnya Tere Liye-

                Seperti cerita tentang naik sepeda motor itu juga, kita terkadang memang perlu rehat sejenak jika sudah terasa lelah. Karena jika terus melaju sedang otak sedang down berat ya bakal mencium pantat truk juga :v     

                Tetapi, terlalu sering istirahat apalagi sekedar ngecengin cewek di pinggir jalan akan membuat kita tidak ke mana-mana kan? Padahal mungkin saja kawan yang dulu jauh tertinggal di belakang kini sudah tiga kota di depan Anda.            

                Dan ingat ini:     

Di dunia ini yang tidak pernah berubah adalah perubahan itu sendiri.

Masa Depan, Misteri Terbesar Kehidupan

                Apa yang membuat kejutan selalu tak terlupakan? Tentu, karena kita tak pernah tahu tentangnya. Dan demikian pula masa depan, tidak ada yang lebih menyenangkan dibandingkan tidak mengetahui masa depan kita. Menurut saya demikian.

                Omong-omong, memiliki visi yang jelas dan menjadi seorang yang visioner tentu sangat bagus. Karena itu membuat kita mempunyai patokan dan tujuan dalam mengambil keputusan di masa sekarang. Kalau saya, biasanya dalam memutuskan sesuatu akan bertanya,”Apakah ini akan mendekatkan saya pada visi, atau justru menjauhkan?” Hanya saja, akan menjadi masalah jika kita terlalu berangan-angan tentangnya karena akan membuat buyar jalan menuju ke sana: Masa Kini.

                Seorang bijak pernah berkata,  

“Penyesalanmu atas masa lalu tidak akan mengubahnya,
Dan kekhawatiranmu pada masa depan tidak akan membuatnya datang lebih cepat.”

                Seperti cerita naik motor tadi, berangan-angan tentang yang ada tujuan itu baik. Mungkin bisa memotivasi agar lebih sigap dalam berkendara. Namun jika angan-angan itu terlalu “melayang”, yang ada kita juga akan mencium pantat truk :v  

                Apalagi jika membayangkan yang buruk-buruk di sana. Seperti misal jika Anda dalam perjalanan ke calon mertua untuk “nembak”, dan terbayang penolakan kasar nan memalukan maka yang ada Anda akan berkendara dengan berlambat-lambat. Dan tetap, berpotensi untuk mencium pantat truk :v :v

Penutup

                Banyak yang complain tulisan saya sering sulit untuk disimpulkan. Nah, untuk yang ini biar saya simpulkan:

Jalanilah hidup dengan penuh rasa syukur
Karena jalan yang terbentang tidaklah terukur
Biarkan dan jadikan pelajaran yang lalu agar tidak membuat kita hancur
Perbaiki diri yang sekarang karena inilah sebenarnya umur
Dan jangan takut pada masa depan agar tidak jatuh kufur

0 komentar:

Posting Komentar