Beberapa hari terakhir ini horor musiman bagi rakyat Indonesia mulai lagi episodenya dengan alur skenario yang sama setiap masanya: BBM mau dinaikkan, ramai, BBM jadi langka, ramai, BBM dinaikkan, ramai, lalu sepi (Atau pecahkan saja gelasnya biar ramai?). Seolah tak terjadi apa-apa. Bahkan dua hari yang lalu di salah satu SPBU di Kota Bandung antrian sepeda motor mencapai 4 lajur. Ya sudah, demi waktu tidur yang berharga saya putuskan untuk pulang saja dan berharap tidak perlu membeli BBM campuran: campur dorong :v
|
Mirip banget sama yang di Ujung Berung pren!
|
Nah, sebenarnya apa yang menyebabkan kelangkaan itu? Kenapa saat mau ada kenaikan harga kelangkaan menjadi teman setia? Berikut ternyata analisis menarik dari salah seorang yang saya pikir cukup logis. Menarik, karena mungkin saja ini berita baru untuk Anda bahwa uang kertas sebenarnya adalah salah satu sihir terbesar masa kini. Logis, karena memang begitulah adanya.
So, selamat menikmati :)
Mengapa ada tindakan penimbunan komoditi dalam
ekonomi? Pada prinsipnya, setiap pelaku bisnis menyimpan kecurigaan terhadap
uang nominal (kertas yang dibubuhi angka). Bahkan, mereka juga tidak
mempercayainya. Karena itu, ada saatnya dimana para pelaku bisnis ini menimbun
barang-barang yang menurutnya berharga, seperti logam baja, beras, emas, BBM,
biji kopi, kain, tanah dan sebagainya. Mereka tidak gembira hartanya ditukar
dengan rupiah. MEREKA MENOLAK KERTAS RUPIAH!
|
Benarkah begini adanya? :0 |
Penimbunan komoditi sesungguhnya adalah sifat
moneter, bukan sifat sosial. Ia adalah gejala moneter, bukan gejala
perdagangan. Sudah menjadi fitrah manusia untuk selalu melakukan pertukaran,
baik untuk motif menambah kekayaan maupun untuk memenuhi kebutuhan hidup. Oleh
karena itu, perdagangan dihalalkan. Menambah kekayaan dengan cara perdagangan
juga dihalalkan. Tapi menambah kekayaan dengan menipu, curang dan melakukan
riba, diharamkan.
Penimbunan komoditi adalah dampak atau reaksi
terhadap suatu keadaan ekonomi yang didasarkan pada penipuan makro. Lingkup
penipuan makro itu sangat luas dan menyeluruh, sehingga seorang ibu di pasar
tidak akan mampu melihat keadaan itu dalam transaksi keseharian yang
dilakukannya. Dalam setiap perbudakan yang melibatkan majikan dan budaknya,
maka majikan selalu mengetahui tujuan dari tindakannya, serta mengontrol
keadaan yang diperlukan untuk melanjutkan perbudakannya. Sedangkan budak selalu
tidak paham situasi yang dihadapinya. Sebab, bila mereka paham, maka perbudakan
akan menimbulkan perlawanan.
Para penimbun adalah budak-budak yang melawan
terhadap majikannya. Mereka sudah tahu apa yang sesungguhnya terjadi dan telah
memahami keadaan. Mereka ingin menundukkan senjata para majikannya, yaitu uang
kertas. Mereka melakukan perlawanan terhadap dominasi uang kertas dengan tidak
menukarkan barang komoditasnya terhadap uang kertas itu hingga suatu waktu yang
menurutnya lebih tepat dan menguntungkan. Mereka memahami bahwa hak-hak mereka
telah dicopot secara terus menerus lewat otoritas uang kertas. Dan agar para
"pemberontak" ini tidak leluasa, maka otoritas uang kertas mendesak
pemerintah untuk menertibkan dan memburu gudang-gudang mereka. Gudang-gudang
penimbunan itu tak lain adalah sentra perlawanan terhadap rezim moneter. Penimbunan
komoditas adalah gejala ketidakpercayaan pada nilai uang kertas. Namun sayang,
perlawanan ini masih bersifat oportunistik dan periodik, yaitu setiap kali
krisis nilai uang kertas terjadi.
Penimbunan komoditi adalah sisi lain dari ekonomi
riba yang berlandaskan otoritas uang kertas yang dikeluarkan bank, tidak
masalah apakah uang kertas itu ditandatangani Gubernur BI atau Menteri
Keuangan, atau berlogo NKRI, atau bersimbol dajjal. Sama saja esensinya. Uang
itu tetaplah monopoli bank. Nilainya berasal dari akal bulus segelintir
manusia. Nilai sejati adalah berasal dari Allah SWT. Tidak suatu benda pun
diciptakan sia-sia menurut nilai sejati yang terkandung padanya. Allah maha
suci dari segala kekeliruan.
Sebentar lagi, kita akan menyaksikan penimbunan BBM.
Orang-orang berebut untuk melepas rupiahnya untuk membeli BBM. Mereka akan
antri di depan POM bensin. Mereka tak percaya dengan rupiahnya lagi, karena
rupiah hanyalah kertas-kertas yang makin tiada nilainya. Beginilah yang akan
terjadi seterusnya, hingga angka nol di belakang selembar rupiah akan semakin
berderet-deret sebanyak yang diinginkan orang yang mencetaknya. Mungkin saja,
mereka juga akan menghapusnya untuk menghilangkan jejak kecurangannya. Tapi
kita tahu, nominal itu adalah ilusi yang tak mengubah harkat dan martabat
kertas sihir itu.
Ke depan, orang-orang akan semakin rajin menimbun
komoditinya, karena itulah yang berharga. Barang-barang makin langka, dan uang
kertas semakin tak berharga. Orang-orang yang sadar tidak mau jadi budak
seterusnya. Mereka akan melawan dan menyusun kekuatannya di gudang-gudang. Pada
akhirnya mereka hanya mau bila barang-barang itu ditukar dengan barang-barang
berharga lainnya. Barter akan dimulai kembali. Dan uang akan terbentuk kembali,
tapi bukan kertas, melainkan komoditi itu sendiri, mana di antaranya yang
paling memenuhi syarat sebagai uang. Bisa jadi beras, bisa jadi emas.
Saya sudah menyaksikan dengan mata kepala sendiri,
betapa tauke-tauke kaya di Medan bukan semakin kaya karena usahanya semata,
tapi karena kemampuan mereka menaklukkan krisis mata uang. Mereka menimbun dan
membeli tanah, menguras tabungan dan depositonya di bank, hingga akhirnya
timbul stabilitas nilai yang baru pada kertas-kertas itu. Mereka sesungguhnya
tidaklah bertambah kaya, tetapi mereka adalah orang-orang yang selamat dari
bahaya uang kertas. Para pemilik toko emas, pemilik pabrik besi, penimbun BBM,
dan mereka yang menahan barangnya adalah orang-orang yang seolah-olah kaya
mendadak dan menjadi konglomerat. Padahal, mereka adalaah para budak yang
melawan. Dan perlawanan mereka selalu berhasil sebab rezim uang kertas
sesungguhnya lemah apabila kita tersadar dari kekuatan sihirnya.
Hanya kepada Allah kita kembali. Al-Quran yang
diturunkan-Nya adalah fitrah bagi kehidupan kita. Orang-orang yang
menjadikannya petunjuk, semoga mendapatkan keberuntungan dan keselamatan.
sumber:
https://www.facebook.com/tikwan.siregar/posts/10152659637591420
0 komentar:
Posting Komentar