Lalu Kenapa Harus Sekarang?
Jawabnya
simple sebenarnya. Karena kita tak tahu kapan akan mati. Sudah, sesimpel itu.
Ah, baiklah. Akan saya bahas
sedikit lebih panjang jika demikian.
Pertama
Pertama, karena terkadang ada
beberapa hobi yang akan lebih mudah untuk terealisasi ketika Anda belum
berkeluarga. Saya ada beberapa contoh kasus. Sepupu saya ada yang memiliki hobi
berburu. Jadi saat malam di akhir pekan, setelah seharian bekerja layaknya kuda
di bidang pemasaran, yang bersangkutan langsung mencangklong senapan anginnya
dan dengan ditemani sebungkus rokok, senter, kupluk, dan segerombolan
kawan-kawannya dia menembus hutan di pinggiran kota. Sekedar menembak satu dua
tupai, namun lebih sering pulang dengan sekedar tawa puas. Sayangnya, di antara
kawan-kawannya, dia salah satu dari sedikit orang yang sudah tidak jomblo. Sehingga,
seringkali rasa puas dan senang saat pulang segera luruh ketika melihat wajah
cemberut istrinya. Ya, istrinya tak suka dia berburu. (Man, padahal berburu
burung dan tupai. Bukan berburu istri kedua hahaha)
Ada lagi sepupu saya yang secara
finansial okelah. Demi keinginan memiliki motor sport yang sejak dulu
diimpikannya, dia pun membeli Honda CBR 250 cc (Mas, aku pengeeeeen TT). Namun dulu
belum kesampaian, karena memang belum ada dananya. Sudah, bahagia kan? Tentu saja.
Tapi itu tak berlangsung lama.
Sepeda motor sport tentunya bagi
seorang laki-laki tidak mesti selalu dikendarai. Cukup lah menghiasi garasi,
untuk sesekali dipanasi dengan jalan-jalan keliling kota. Kalau ke kantor dia
lebih memilih naik mobil atau sepeda motor matic. Setiap akhir pekan dielus-elus.
Sudah, gitu aja. Lalu apa salahnya?
Salah, karena menurut istrinya
sepeda motor tersebut memenuhi garasi. Jadilah perdebatan. Untunglah sepupu
saya ini sangat dewasa, dan akhirnya dengan berat hati dijual-lah sepeda
motornya. *Kok ora mbok kirimke ning
Bandung Mas, aku siap nampung :v
Terakhir, adalah contoh
terdekat: Bapak saya. Pernah saat saya kelas 6 SD, ada kejadian lucu di rumah. Kegemaran
beliau akan badminton dan memancing, suatu saat pernah memancing konflik. Dan Bapak
saya cukup cerdas melihat kritikan pedas ibu saya: cukup dengan memboikot
masakannya selama 2 hari, maka Ibu saya pun minta maaf dengan sepenuh hati
dengan kata-kata yang menggetarkan hati pula. Akhirnya, Ibu saya menyadari
kesalahannya yang mengkritik suami dengan cara yang buruk dan Bapak saya dengan
senang hati menuruti permintaan Ibu saya. Intinya memang di komunikasi. Saya
belajar banyak dari mereka, bahwa terkadang diam memang ampuh untuk membuat
kedua pihak sadar akan posisinya. Dan sekarang, Ibu saya yang selalu sudah
menyiapkan kaos kaki, baju ganti, dan minum buat Bapak bahkan sebelum Bapak
sampai di rumah. Dan Bapak lebih menjarangkan serta memendekkan durasi main
badmintonnya.
Dari situ saya belajar satu hal
penting:
Akan ada saat di mana hobi tak bisa
dilakukan sesuai keinginan hati. Bukan karena larangan syar’I, namun sekedar
pandangan cemberut istri.
Sehingga harapan
saya, ketika nantinya telah saatnya untuk—ehem, berkeluarga—saya telah meraih
sebagian besar impian-impian ‘egois’ saya. Karena kata kaprodi saya, ah, baca
saja di sini. Di paragraf-paragraf yang bawah ya hehe.
Kedua
Ingat lagi pertanyaannya,”Kenapa enggak nanti saja?” Ya, kenapa tidak menunggu nanti setelah kerja mapan? Selain jika sudah bekerja akan sulit untuk mencari waktu luang, maka sangat besar kemungkinannya Anda telah terpisah dengan kawan-kawan Anda yang kini terpencar di berbagai perusahaan. Namun alasan paling besarnya adalah tentang “gregetnya”. Sebab sesuatu yang dicapai setelah Anda berjuang habis-habisan tentunya akan lebih ngena di hati kan?
Misalnya,
jika saya naik ke—ehem, Rinjani atau Kerinci—dengan ransel deuter setelah bekerja
(asumsikan saya ada waktu) maka tentunya akan kalah greget dibandingkan jika
itu bisa saya capai pada masa mahasiswa. Karena sekarang saya harus menggosek
recehan (meminjam kata-katanya Mas Agus Mulyadi) dari setiap kesempatan yang
ada. Entah itu mendongeng fisika dan matematika maupun sekedar mengerjakan
obyekan-obyekan yang ada. Selain itu tentu penghematan pada bagian-bagian yang
tidak fungsional dari hidup. Dan memang itulah yang saya lakukan baik pada
urusan hobi beladiri saya, jalan-jalan, maupun yang lainnya. Yang penting
prinsip saya: Tidak Merepotkan Orang Tua
Bahkan Sejak Fase Persiapan.
Karena katanya:
“Laki-laki
namun tak mau
berusaha lebih demi keberlangsungan hobi?
Laki-laki macam apa itu!”
Laki-laki macam apa itu!”
-Mantan Kahim 2010-
Tapi,…
Tapi, segala hal
yang berlebihan tentulah tidak ada yang baik. Bahkan meski itu dalam urusan ibadah
karena demikian takutnya pada Tuhan, sehingga lahirlah kaum sesat yang bernama
khawarij. Yang sedang-sedang saja. Seluruh antusiasme pada hobi hendaklah
memperhatikan hal-hal berikut:
1.
Tidak
Melanggar Syari’at
Maksudnya, setiap hobi yang kita tekuni tidak boleh melanggar hak-hak syari’at baik dalam waktu pelaksanaan maupun jenisnya—atau malah keduanya. Dalam hal pelaksanaan, misalnya jika Anda seorang penggemar game on-line. Maka tidak boleh dengan dalih ingin laki banget karena berdedikasi tinggi sehingga melupakan waktu shalat. Atau latihan beladiri hingga mengabaikan waktu shalat juga. Sedangkan dari segi jenis, maka jangan sampai punya hobi yang suram seperti misalnya bermesraan dengan lawan jenis non-mahram (pacaran) yang belum halal. Karena hobi ini tidak keren di mata penduduk langit. Apalagi kalau hobinya menghamilkan (bukan sekedar menghamili) anak gadis orang.
Maksudnya, setiap hobi yang kita tekuni tidak boleh melanggar hak-hak syari’at baik dalam waktu pelaksanaan maupun jenisnya—atau malah keduanya. Dalam hal pelaksanaan, misalnya jika Anda seorang penggemar game on-line. Maka tidak boleh dengan dalih ingin laki banget karena berdedikasi tinggi sehingga melupakan waktu shalat. Atau latihan beladiri hingga mengabaikan waktu shalat juga. Sedangkan dari segi jenis, maka jangan sampai punya hobi yang suram seperti misalnya bermesraan dengan lawan jenis non-mahram (pacaran) yang belum halal. Karena hobi ini tidak keren di mata penduduk langit. Apalagi kalau hobinya menghamilkan (bukan sekedar menghamili) anak gadis orang.
Bahkan, jika bisa hendaklah hobi tersebut selaras dengan agama. Sehingga amalan atas hobi tersebut tak hanya bernilai mubah, namun bisa saja sunnah. Seperti misal hobi beladiri dan naik gunung, akan bernilai ibadah jika diniatkan untuk latihan mempersiapkan fisik (I’dad) bukan? Karena muslim yang kuat lebih Disukai Allah. Bukannya cuma sebagai modus cari jodoh saja hehe.
2.
Tidak
Merepotkan Orang Lain Khususnya Orang Tua
Setelah kita tak boleh “merepotkan” syari’at, maka yang berikutnya adalah tak boleh merepotkan orang tua. Setiap persiapan, baik itu biaya, perlengkapan, maupun perencanaan dan pelaksanaan atas suatu hobi “haram” hukumnya jika sampai membuat repot orang tua. Karena itu, tidak laki.
Misalnya anda sangat suka dengan otomotif, lalu merengek-rengek biaya modifikasi pada ibu. Man, apa itu! Kalau memang niat ya hendaknya Anda kumpulkan uang baik dari tabungan uang saku atau kerja paruh waktu. Karena seperti saya bilang sebelumnya,” Tak ada yang lebih memuaskan selain pencapaian setelah berjuang.”
Setelah kita tak boleh “merepotkan” syari’at, maka yang berikutnya adalah tak boleh merepotkan orang tua. Setiap persiapan, baik itu biaya, perlengkapan, maupun perencanaan dan pelaksanaan atas suatu hobi “haram” hukumnya jika sampai membuat repot orang tua. Karena itu, tidak laki.
Misalnya anda sangat suka dengan otomotif, lalu merengek-rengek biaya modifikasi pada ibu. Man, apa itu! Kalau memang niat ya hendaknya Anda kumpulkan uang baik dari tabungan uang saku atau kerja paruh waktu. Karena seperti saya bilang sebelumnya,” Tak ada yang lebih memuaskan selain pencapaian setelah berjuang.”
Saya pun sekarang
berusaha mencukupi kebutuhan “primer” yang sebetulnya tersier ini dengan biaya
yang sedapat mungkin bukan dari orang tua. Karena rasanya malu saja jika sudah
segede ini masih merengek sama orang tua. Tapi kalau orang tua memberi, itu
kasus lain lho hehehe.
3.
Tidak
Mengganggu Kewajiban Yang Asasi
Nah, ini. Menurut KBBI, hobi adalah ‘kegemaran; kesenangan istimewa pada waktu senggang, bukan pekerjaan utama’. Terlihat kan, hobi itu sekedar kegiatan yang istimewa untuk memenuhi kebutuhan kita akan rasa puas dan bangga. Bukan sebagai kegiatan utama.
Nah, ini. Menurut KBBI, hobi adalah ‘kegemaran; kesenangan istimewa pada waktu senggang, bukan pekerjaan utama’. Terlihat kan, hobi itu sekedar kegiatan yang istimewa untuk memenuhi kebutuhan kita akan rasa puas dan bangga. Bukan sebagai kegiatan utama.
Sehingga menurut
saya akan buruk sekali jika hobi tersebut mengganggu urusan-urusan yang menjadi
kewajiban asasi Anda seperti ibadah, berbakti pada orang tua, belajar, dan
lainnya. Karena pada dasarnya setiap dari kita tentu memiliki kewajiban asasi. Jadi
buruk sekali mereka yang demi hobi meninggalkan kewajibannya. Contoh riil-nya
mungkin jika Anda gamer atau pendaki sampai harus bolos kuliah demi hal itu.
Memang hobi itu
bagi lelaki harus diperjuangkan, namun lelaki itu lebih mengedepankan logika
daripada perasaan. Jika hanya menuruti kesenangan tanpa batasan, apa bedanya
Anda dengan mereka yang hanya memperturutkan emosi—yang Anda bilang itu tipikal
gender sebelah?
4.
Jika
Mulai Tidak Menyenangkan
Menurut Kamus Oxford, “Hobby is an
activity done regularly in one’s leisure time for pleasure”. Jadi, jika hobi terlihat
mengendalikan Anda maka itu berarti saatnya untuk meninjau ulang kegiatan.
Maksudnya, Anda sebenarnya sudah tidak enjoy lagi melakukannya. Dan Anda pun
tak bisa menemukan alasan untuk bisa kembali enjoy dengannya. Anda sekedar
melakukan hobi tersebut karena rutinitas. Atau karena ada cewek yang se-hobi. Karena
hobi itu pada dasarnya adalah membebaskan, bukan membelenggu.
Maka hendaknya Anda sesekali memeriksa hati sendiri, apakah hobi ini memberikan kepuasan atau malah tekanan?
Maka hendaknya Anda sesekali memeriksa hati sendiri, apakah hobi ini memberikan kepuasan atau malah tekanan?
Yap, itulah
beberapa pemikiran saya akibat pertanyaan dari beberapa orang mengenai hobi
saya. Mungkin Anda setuju, maka baguslah. Ternyata saya tidak seaneh itu. Dan
jika Anda tidak setuju, tak apa. Perbedaan pendapat bukan di perkara syar’I itu
keren kok :)
Baca Part 1 di sini
Beberapa sumber pemikiran:
1. www.artofmanliness.com/2010/01/06/45-manly-hobbies/
2. http://www.artofmanliness.com/2014/06/09/semper-virilis-a-roadmap-to-manhood-in-the-21st-century/
3. http://www.hipwee.com/hiburan/stop-menyeragamkan-anak-umur-20-an-ini-bedanya-hidupmu-di-awal-dan-akhir-20-an/
Apakah anda sering main judi togel sgp, hk, malaysia, sidney, sekarang ada solusi yg tepat dan akurat, hubungi guru togel mbah suro 082354640471 terima kasih
BalasHapus