Minggu, 22 Februari 2015

Posted by Heri I. Wibowo | File under : ,





               
Cerita kali ini akan menjadi catatan perjalanan saya bersama kawan-kawan dalam rangka silaturahim ke rumah Madun. Dan inilah cerita tersebut.

Anu (Hampir) Ketinggalan

                Ini kasus terbodoh dari penyair (ter)aneh. Bayangkan, sudah dibuat teklap untuk kumpul di base camp pukul 4 sore demi mengejar angkot ke Terminal Cicaheum, si Anu malah dengan santainya (dalam Bahasa Jawa Sukoharjo) bersabda,”Aku nanti berangkat sendiri. Kita ketemu di sana, nanggung nih war Dot-A nya!”   


                Masalahnya, orang ini terkenal akan keanehannya, suka merenung dan melankolis sejati. Nih penampakan dia saat aneh:


"Merenung untuk hidup. Hidup untuk merenung."


 
                Padahal sudah paham seperti apa macetnya Dago-Cicaheum, jam berangkat, hujan deras lagi. Namun entah apa yang dipikiran makhluk itu, sampai jam berangkat masih belum tampak batang giginya di sana. Khawatir? Jelaslah, wong dia masih utang 30k buat beli tiket Bus Bud*man pagi harinya. Ditelpon tidak diangkat, berasa ini orang hilang saja dah. Padahal keempat personil lain atas nama Madun, Ucup, Faiz, dan Penulis telah duduk asin di dalam bus. Lalu kami sampai pada kesimpulan: Lumayan, mengurangi jatah nasi di rumah Madun nanti!

                Lalu, ketika kami sudah OPTIMIS akan ketidak-datangannya, itu orang dengan santai minta dijemput di gerbang terminal dan ketika masuk bus dengan bangganya (bersama mukanya yang sok puitis itu) bilang,”Gue on-time broh…”

                Faaaaaaak -________-
                 
Madun Sotoy Soal Jalur

                Kebodohan belum berhenti. Kali ini sang tuan rumah yang meng-alay. Sedang enak-enaknya tidur, saya dibangunkan Ucup yang complain soal jalur,”Kok lewat Sumedang terus?” Lalu Si Madun pun tak kalah panas bilang,”Kau bener gak beli tiketnya?” Wah, mulai deh sotoy-nya. Mulai rebyek buka google earth dan cek jalur lalu sambil tunjuk-tunjukin ke saya dia mulai panic dan bilang kita salah jalur. Daripada ribut sama Madun dan Ucup yang bakal bikin orang satu Sumedang bangun tidur, yaudah saya sms saja penjual tiketnya. Beliau bilang benar kok. Tapi Si Ucup dengan gaya khasnya yang gampang panic pun mulai bikin asumsi konyol,”Kalau bapak yang jual tiket gak tahu Kebumen itu di mana, gimana? Dia malah ngasih tiket ke Magelang tuh ternyata!” Maaaaan, asumsi yang bahkan saya malas menanggapi dan pilih bilang,”Yaweslah, kalau ke Magelang ya mampir ke rumah kawan yang di sana. Woles laaaaah…”

Dan jawaban akan hal itu ternyata datang tak lama kemudian;

                “Eh Her, kita bener kok hehehehe… Yang tadi lewat jalur alternative kayaknya,” kata Si Madun sambil lihatin tab-nya -_-

                *Lalu, dalam penulisan cerita ini dia pun mengintervensi via line,” ohya tambahi alesane, ternyata jalur rancaekek banjir. jadi muter lewat sumedang. itu diluar pengetahuan saya.”

Waduk Wadaslintang

Sampai!

               
Baiklah, kisah konyol kami cukupkan untuk hari itu. Singkat cerita, sampailah kami di Kebumen. Setelah di jemput oleh adek-adeknya Madun yang banyak (mereka 8 bersaudara dengan Madun anak ke-4) naik sepeda motor, sampailah kami di rumah beliau. Rumahnya bro, kereeeeeen…


Home sweet home...

Sawah di sebelah kiri rumah

Faiz, Madun, Ucup
                Di sebelah kiri, depan, dan belakangnya adalah sawah. Asri sekali. Apalagi pekarangannya penuh dengan pohon buah-buahan, dan saluran irigasi yang mengalir deras di sampir rumahnya. Tidak lupa ada semacam kolam buatan di dekat sawah sana yang (katanya) berisi ikan. Ayam dan bebek berlarian ke sana kemari, pokoknya, jos bet lah! Mengobati rasa kangen saya pada rumah nenek saya di Boyolali, karena sudah dua lebaran ini tidak sempat ke sana hiks :(
                Setelah istirahat, sarapan, ngemil, mandi, (sok-sok) bantu ganti ban mobil tuan rumah yang ketancep paku, dan (beneran bantu) cuci mobil kami pun mengantar sang tuan rumah yang mau COD sama penjual sepatu kulit. Ciyeee bet lah, Si Madun sekarang mau jadi cowok parlente macam Si Tobibi. Tapi semua gagal saat ukuran sepatu yang dibawa ternyata satu nomor di atas ukuran sepatunya hahaha…

OTW waduk

Idem


Idem


                Lanjut, main ke Waduk Wadaslintang. Suatu Bendungan besar yang dibangun di era Pak Harto. Jalan ke sana, meliak-liuk dengan pemandangan persawahan yang memanjakan mata, serta barisan bukit, tak lupa aliran sungai jernih (yang kata Si Anu ada mbak-mbak lagi mandi) di sana. Sungguh sebuah kebodohan mereka yang bilang negeri ini tidak indah…


                Nah, inilah penampakan Waduknya…

Waduk Wadaslintang

Sungai tempat exhaust. Ada PLTA-nya juga lho

No Caption

Bendungannya

Bendungannya

                Nah, inilah penampakan Waduknya…

0 komentar:

Posting Komentar