Rabu, 20 Juni 2012

Posted by Heri I. Wibowo | File under : ,
               
                Wah, rangkaian kegiatan di hari-hari terakhir ini sungguh menguras seluruh sumber dayaku. Baik itu soal energy fisik, pikiran, sampai urusan dompet hehe. Namun, banyak juga yang kudapatkan dan semua itu bagiku kuanggap suatu perniagan yang cukup menguntungkan.  Mulai dari Reuni PD ITB, diklat OSKM 2012, persiapan UKT PD Bandung, hingga tekanan (batin? :P) atas isu-isu yang beredar seputar osjur. Yaah, curhat sedikit tak apa kan? :)

                Namun kemarin aku mendapat beberapa pencerahan lagi. Tepatnya pada hari Selasa, 19 Juni kemarin:

Saat itu latihan PD di PT Nurtanio Turbin dan Propulsi bersama seorang pendekar. Latihan pernapasan dikit-dikit lah ya hehe. Sebuah latihan yang sebenarnya tidak seperti latihan beladiri pada umumnya karena kami hanya diajari 6 macam gerak yang diulang-ulang. Tetapi, karena titelnya ini latihan pernapasan, capeknya seperti lari keliling Saraga 8 kali, bahkan lebih haha. Apalagi ditambah tempat latihan yang indoor dengan ventilasi yang sengaja dibuat minim.


Aku sempat minta  pada pelatih agar membuka saja pintunya. Lalu, dengan tersenyum beliau berkata kurang lebih begini,”Saya sengaja membuat ruangan ini tipis akan oksigen. Agar nantinya daya tahan tubuh kalian mencapai titik maksimalnya. Para petarung jaman dahulu berlatih di atas gunung itu bukan sekedar agar keren saja, namun mengejar tipisnya oksigen. Nah, sekarang di Bandung yang sudah ada di pegunungan dan dengan ruangan tertutup ini saya harap kalian bisa mencapai kondisi itu. Sehinga pada pertarungan sesungguhnya, kalian diharapkan dapat mengungguli lawan.” Lalu, ketika melihat kami mulai kepayahan, beliau berucap lagi,”Bagi yang pusing, silahkan istirahat. Bagi yang mau muntah, mangga, hanya jangan di sini. Bagi yang capek dan merasa tidak kuat, LANJUTKAN!” Oleh karena yang aku rasakan adalah kondisi yang terakhir, lanjut deh. Namun ternyata ada seorang kawan yang memang tidak sedang 100% kondisinya minta istirahat sebab merasa pusing.

Setelah latihan kawan tersebut berkata(dalam bahasa jawa),”Tadi aku sempet mau muntah, tapi cepet-cepet makan nutrijell. Sumpah, latihan kayak gitu bikin kita lebih menghargai oksigen. Waktu keluar ruangan, waaaaah rasanya kayak masih kuat buat latihan lagi macam biasanya. Kerenlah latihannya.” 

Dari latihan tersebut, aku mendapat sedikitnya dua pelajaran hidup. Pertama adalah pernyataan pendekar tersebut tentang metode latihan yang kami lakukan. Bahwa dalam berlatih kita harus mencapai suatu titik zenith, titik tertinggi dari kemampuan kita. Dalam kasus latihan tersebut salah satunya ditandai dengan muntah yang terjadi. Dan biasanya, ketika kita telah mencapai titik tersebut artinya tubuh kita mengalami peningkatan satu derajat. Dan peningkatan itu harus terus dilatih, agar kondisi yang baru itu menjadi kondisi standar kita. Begitu seterusnya.

Nah, begitu pula dalam hidup. Aku melihat bahwa ujian dalam hidup ini sebenarnya adalah latihan yang diberikan Allah kepada kita. Tanda sayang-Nya. Agar kita menjadi pribadi yang lebih baik.

Saat lelah dan badan sudah terasa tak kuat lagi, kita masih disuruh untuk lanjut. Dan dalam hidup, seharusnya setiap rasa lelah ini kita nikmati sebagai bukti bahwa kita bergerak. Dan kita harapkan setiap gerak kita mendatangkan manfaat, bukan pergerakan sia-sia yang bisa diibaratkan dengan jalan ditempat atau bahkan jalan mundur. Semua ini tergantung pada niatan awal kita dalam mengerjakan sesuatu. Hingga nantinya-meminjam kata-kata salah seorang Teteh Gamais-akan timbul perbedaan antara yang LELAH dan yang LILLAH(untuk Allah). So, mari luruskan niat kita :)

Kemudian terkadang kita merasa muak akan hidup kita. Sepertinya ada saja masalah yang datang, dan keinginan kita begitu lama di-acc oleh Allah. Lalu kita mengeluh. Lalu kita marah. Lalu kita menghujat Allah. Lalu kita putus asa. Dan akhirnya kita tidak ada peningkatan, bahkan yang ada hanya penurunan kualitas diri. 

Jika pada latihan rasa mual itu bisa dilepaskan dengan muntah-dan itu diijinkan-maka menurutku dalam hidup pun muak itu harus mendapat muaranya. Harus dilepaskan. Dan sering kita menyebutnya sebagai curhat. Dan disinilah kita harus pandai-pandai bagaimana menyikapi hal yang satu ini. Seperti muntah, curhat ini pun tidak boleh di sembarang tempat bukan? :P

Atau seperti bisa juga mencari pelampiasan yang membangun. Untuk kasusku, biasanya aku lampiaskan pada saat latihan. Dengan keringat yang bercucuran, aku merasakann beban-beban di dada ikut keluar. Untuk kawan-kawan dapat memilih sesuai bakat dan minat :D

Untuk kasus pusing, ini hal yang berbeda. Aku tidak tahu bagaimana bahasa kedokterannya, yang aku pahami hanya bahwa pusing ini sebagai tanda ada yang tidak beres dengan badan kita. Dan berbahaya jika latihan tetap dilanjutkan. Karena bukan tidak mungkin kita bisa pingsan berdiri. Pokoknya, sangat tidak dianjurkan jika sudah pusing masih memaksa diri. Kita perlu istirahat untuk mengembalikan kondisi tubuh. Agar pasokan oksigen ke otak kembali normal.

Begitu juga dalam hidup. Pusing ini bisa kita rasakan bahwa kita sendirian. Kita kehilangan orientasi, bahkan hampir kehilangan kesadaran hidup kita. Segala lelah, muak, dan rasa sakit berakumulasi di sini. Dan inilah saatnya kita menarik diri dari medan laga. Bukan mundur.  BUKAN!

Hanya rehat sejenak, untuk mendapat kestabilan diri lagi. Bentuk-bentuk rehat ini bisa rehat fisik maupun jwa. Untuk fisik ya contohnya tidur. Untuk rehat jiwa bisa jalan-jalan ke alam, membaca buku, mengganti rutinitas dan lain-lain. Namun, sebagai orang Islam kita memiliki rehat yang hebat. Rehat untuk melenturkan otot dan menenangkan jiwa sekaligus. Yup, apalagi kalau bukan sholat? :D

Wah, ibrah pertama  saja dikupas banyak juga ternyata hehe. Oke deh, masuk ke ibrah kedua. Baca lag pernyataan kawanku tentang menghargai oksigen. Persis seperti dalam hidup, kita baru menghargai sesuatu ketika sesuatu tersebut menjadi semakin sedikit dan semakin langka. Itu berlaku untuk banyak hal. Namun, aku lebih tertarik bahwa aku sangat menghargai keadilan dan nilai moral yang semakin langka saja. Bukan begitu teman? ;)

Selanjutnya, memang dalam latihan kita dituntut untuk mendapat hasil maksimal dengan sumber daya minimal. Mohon jangan pahami secara parsial saja agar tidak menjadi seperti prinsip ekonomi yang cenderung eksploitatif pada orang lain. Yang aku maksudkan adalah penempaan diri. Agar nantinya, saat turun ke medan sesungguhnya dan ternyata kondisi memang sangat susah kita sudah terbiasa. Atau jika ternyata di sana lebih nyaman, tentu yang kita hasilkan akan lebih bagus bukan?

Jadi, selagi masih muda dan kuat janganlah kita terlalu bermanja-manja. Apalagi untuk yang masih sekolah atau kuliah. Kita ini belum terjun pada pertarungan kehidupan yang sesungguhnya. Uang saku saja masih minta ortu tapi maunya semua terpenuhi. Kalau demikian bagaimana jika nanti setelah berkeluarga dan lepas dari ortu kita menghadapi realitas kehidupan yang tidak seindah dalam bayangan? Seperti kata bapakku(lagi-lagi dalam bahasa jawa),”Selagi masih muda dan kuat, latihlah diri dengan maksimal. Hingga rasanya tak kuat lagi. Bapak mungkin tidak bisa memberi materi dalam jumlah yang banyak. Namun kamu harus yakin, doa Bapak dan Ibumu ini benar-benar tulus untukmu. Dan semua yang Bapak dan Ibumu berikan padamu ini  adalah hasil usaha kami 110%. Agar kamu menjadi lelaki sejati sesuai tuntunan Rasulullah. Jangan buat kami malu dengan sikap manjamu! Tetapi saat kau ingin dukungan, yakinlah bahwa kamu tetap anak laki-lakiku yang paling kubanggakan(Ya jelaslah, orang anak laki-lakinya cuma aku).” :’)   



NB: Tapi, bagi yang kuliah atau sekolah sambil bekerja aku angkat topi deh. Dulu aku sebelum dapat beasiswa sempet kerja dikit-dikit juga kok hehehe. Lumayan, bisa beliin adekku jajan. Oh ya, maaf gak ada pict waktu latihan haha. Rahasia euy(sebenarnya gara-gara tak ada yang kepikiran :P)

0 komentar:

Posting Komentar