Wah,
rangkaian kegiatan di hari-hari terakhir ini sungguh menguras seluruh sumber
dayaku. Baik itu soal energy fisik, pikiran, sampai urusan dompet hehe. Namun,
banyak juga yang kudapatkan dan semua itu bagiku kuanggap suatu perniagan yang
cukup menguntungkan. Mulai dari Reuni PD
ITB, diklat OSKM 2012, persiapan UKT PD Bandung, hingga tekanan (batin? :P)
atas isu-isu yang beredar seputar osjur. Yaah, curhat sedikit tak apa kan? :)
Namun
kemarin aku mendapat beberapa pencerahan lagi. Tepatnya pada hari Selasa, 19 Juni
kemarin:
Saat itu latihan
PD di PT Nurtanio Turbin dan Propulsi bersama seorang pendekar. Latihan pernapasan
dikit-dikit lah ya hehe. Sebuah latihan yang sebenarnya tidak seperti latihan
beladiri pada umumnya karena kami hanya diajari 6 macam gerak yang
diulang-ulang. Tetapi, karena titelnya ini latihan pernapasan, capeknya seperti
lari keliling Saraga 8 kali, bahkan lebih haha. Apalagi ditambah tempat latihan
yang indoor dengan ventilasi yang sengaja dibuat minim.
Aku sempat minta
pada pelatih agar membuka saja pintunya.
Lalu, dengan tersenyum beliau berkata kurang lebih begini,”Saya sengaja membuat
ruangan ini tipis akan oksigen. Agar nantinya daya tahan tubuh kalian mencapai titik
maksimalnya. Para petarung jaman dahulu berlatih di atas gunung itu bukan
sekedar agar keren saja, namun mengejar tipisnya oksigen. Nah, sekarang di
Bandung yang sudah ada di pegunungan dan dengan ruangan tertutup ini saya harap
kalian bisa mencapai kondisi itu. Sehinga pada pertarungan sesungguhnya, kalian
diharapkan dapat mengungguli lawan.” Lalu, ketika melihat kami mulai kepayahan,
beliau berucap lagi,”Bagi yang pusing, silahkan istirahat. Bagi yang mau
muntah, mangga, hanya jangan di sini.
Bagi yang capek dan merasa tidak kuat, LANJUTKAN!” Oleh karena yang aku rasakan
adalah kondisi yang terakhir, lanjut deh. Namun ternyata ada seorang kawan yang
memang tidak sedang 100% kondisinya minta istirahat sebab merasa pusing.
Setelah latihan
kawan tersebut berkata(dalam bahasa jawa),”Tadi aku sempet mau muntah, tapi
cepet-cepet makan nutrijell. Sumpah, latihan kayak gitu bikin kita lebih
menghargai oksigen. Waktu keluar ruangan, waaaaah rasanya kayak masih kuat buat
latihan lagi macam biasanya. Kerenlah latihannya.”
Dari latihan
tersebut, aku mendapat sedikitnya dua pelajaran hidup. Pertama adalah
pernyataan pendekar tersebut tentang metode latihan yang kami lakukan. Bahwa dalam
berlatih kita harus mencapai suatu titik zenith,
titik tertinggi dari kemampuan kita. Dalam kasus latihan tersebut salah
satunya ditandai dengan muntah yang terjadi. Dan biasanya, ketika kita telah
mencapai titik tersebut artinya tubuh kita mengalami peningkatan satu derajat. Dan
peningkatan itu harus terus dilatih, agar kondisi yang baru itu menjadi kondisi
standar kita. Begitu seterusnya.
Nah, begitu pula
dalam hidup. Aku melihat bahwa ujian dalam hidup ini sebenarnya adalah latihan
yang diberikan Allah kepada kita. Tanda sayang-Nya. Agar kita menjadi pribadi
yang lebih baik.
Saat lelah dan
badan sudah terasa tak kuat lagi, kita masih disuruh untuk lanjut. Dan dalam
hidup, seharusnya setiap rasa lelah ini kita nikmati sebagai bukti bahwa kita
bergerak. Dan kita harapkan setiap gerak kita mendatangkan manfaat, bukan
pergerakan sia-sia yang bisa diibaratkan dengan jalan ditempat atau bahkan
jalan mundur. Semua ini tergantung pada niatan awal kita dalam mengerjakan
sesuatu. Hingga nantinya-meminjam kata-kata salah seorang Teteh Gamais-akan
timbul perbedaan antara yang LELAH dan yang LILLAH(untuk Allah). So, mari
luruskan niat kita :)
Kemudian terkadang
kita merasa muak akan hidup kita. Sepertinya ada saja masalah yang datang, dan
keinginan kita begitu lama di-acc oleh Allah. Lalu kita mengeluh. Lalu kita
marah. Lalu kita menghujat Allah. Lalu kita putus asa. Dan akhirnya kita tidak
ada peningkatan, bahkan yang ada hanya penurunan kualitas diri.
Jika pada
latihan rasa mual itu bisa dilepaskan dengan muntah-dan itu diijinkan-maka
menurutku dalam hidup pun muak itu harus mendapat muaranya. Harus dilepaskan. Dan
sering kita menyebutnya sebagai curhat. Dan disinilah kita harus pandai-pandai
bagaimana menyikapi hal yang satu ini. Seperti muntah, curhat ini pun tidak
boleh di sembarang tempat bukan? :P
Atau seperti
bisa juga mencari pelampiasan yang membangun. Untuk kasusku, biasanya aku
lampiaskan pada saat latihan. Dengan keringat yang bercucuran, aku merasakann
beban-beban di dada ikut keluar. Untuk kawan-kawan dapat memilih sesuai bakat
dan minat :D
Untuk kasus
pusing, ini hal yang berbeda. Aku tidak tahu bagaimana bahasa kedokterannya,
yang aku pahami hanya bahwa pusing ini sebagai tanda ada yang tidak beres
dengan badan kita. Dan berbahaya jika latihan tetap dilanjutkan. Karena bukan
tidak mungkin kita bisa pingsan berdiri. Pokoknya, sangat tidak dianjurkan jika
sudah pusing masih memaksa diri. Kita perlu istirahat untuk mengembalikan
kondisi tubuh. Agar pasokan oksigen ke otak kembali normal.
Begitu juga
dalam hidup. Pusing ini bisa kita rasakan bahwa kita sendirian. Kita kehilangan
orientasi, bahkan hampir kehilangan kesadaran hidup kita. Segala lelah, muak,
dan rasa sakit berakumulasi di sini. Dan inilah saatnya kita menarik diri dari
medan laga. Bukan mundur. BUKAN!
Hanya rehat sejenak,
untuk mendapat kestabilan diri lagi. Bentuk-bentuk rehat ini bisa rehat fisik
maupun jwa. Untuk fisik ya contohnya tidur. Untuk rehat jiwa bisa jalan-jalan ke
alam, membaca buku, mengganti rutinitas dan lain-lain. Namun, sebagai orang
Islam kita memiliki rehat yang hebat. Rehat untuk melenturkan otot dan
menenangkan jiwa sekaligus. Yup, apalagi kalau bukan sholat? :D
Wah, ibrah
pertama saja dikupas banyak juga
ternyata hehe. Oke deh, masuk ke ibrah kedua. Baca lag pernyataan kawanku
tentang menghargai oksigen. Persis seperti dalam hidup, kita baru menghargai
sesuatu ketika sesuatu tersebut menjadi semakin sedikit dan semakin langka. Itu
berlaku untuk banyak hal. Namun, aku lebih tertarik bahwa aku sangat menghargai
keadilan dan nilai moral yang semakin langka saja. Bukan begitu teman? ;)
Selanjutnya,
memang dalam latihan kita dituntut untuk mendapat hasil maksimal dengan sumber
daya minimal. Mohon jangan pahami secara parsial saja agar tidak menjadi
seperti prinsip ekonomi yang cenderung eksploitatif pada orang lain. Yang aku
maksudkan adalah penempaan diri. Agar nantinya, saat turun ke medan
sesungguhnya dan ternyata kondisi memang sangat susah kita sudah terbiasa. Atau
jika ternyata di sana lebih nyaman, tentu yang kita hasilkan akan lebih bagus
bukan?
Jadi, selagi
masih muda dan kuat janganlah kita terlalu bermanja-manja. Apalagi untuk yang
masih sekolah atau kuliah. Kita ini belum terjun pada pertarungan kehidupan
yang sesungguhnya. Uang saku saja masih minta ortu tapi maunya semua terpenuhi.
Kalau demikian bagaimana jika nanti setelah berkeluarga dan lepas dari ortu
kita menghadapi realitas kehidupan yang tidak seindah dalam bayangan? Seperti kata
bapakku(lagi-lagi dalam bahasa jawa),”Selagi masih muda dan kuat, latihlah diri
dengan maksimal. Hingga rasanya tak kuat lagi. Bapak mungkin tidak bisa memberi
materi dalam jumlah yang banyak. Namun kamu harus yakin, doa Bapak dan Ibumu
ini benar-benar tulus untukmu. Dan semua yang Bapak dan Ibumu berikan padamu
ini adalah hasil usaha kami 110%. Agar kamu
menjadi lelaki sejati sesuai tuntunan Rasulullah. Jangan buat kami malu dengan
sikap manjamu! Tetapi saat kau ingin dukungan, yakinlah bahwa kamu tetap anak
laki-lakiku yang paling kubanggakan(Ya jelaslah, orang anak laki-lakinya cuma
aku).” :’)
NB: Tapi, bagi yang
kuliah atau sekolah sambil bekerja aku angkat topi deh. Dulu aku sebelum dapat
beasiswa sempet kerja dikit-dikit juga kok hehehe. Lumayan, bisa beliin adekku
jajan. Oh ya, maaf gak ada pict waktu latihan haha. Rahasia euy(sebenarnya gara-gara tak ada yang kepikiran :P)
0 komentar:
Posting Komentar