KEBIJAKAN UMAR
Cover Bukunya |
Ternyata
Umar tak hanya tegas dan keras saja, namun dia juga seorang negarawan yang
kebijakannya benar-benar bijak. Bukan kebijakan yang sekedar nama seperti banyak
pemerintahan sekarang sebutkan. Setiap aturan yang dia keluarkan benar-benar
demi kemaslahatan rakyat yang dia cintai dan hormati.
Kisah
pertama ketika Khalifah melakukan kegiatan rutinnya, meronda keadaan Kota Madinah.
Tanpa disengaja dia melewati rumah seorang perempuan yang pintunya tertutup. Perempuan
iu sedang menyenandungkan syair. Sebuh syair yang menggambarkan kerinduannya
pada suaminya dan keteguhan jiwanya untuk tetap menjaga kehormatan seorang diri.
Umar
merasa sangat kasihan mendengarnya sehingga diam-diam ia segera pergi ke rmah
putrinya Hafshah. Hafshah kaget dan bertanya”Wahai Amirul Mukminin, ada
keperluan apa yang membuatmu sampai ke sini malam-malam begini?”
Umar
bertanya balik,”Putriku, berapa lama seorang perempuan kuat menahan rindu
ditinggal suaminya?”
Putrinya
menjawab,”Empat bulanan.” Setelah itu Umar pun memaklumatkan suatu aturan agar
prajurit-prajurit yang pergi berperang dboleh meninggalkan keluarganya paling
lama empat bulan. Dan jika memang masih
berlanjut, akan diganti dengan pria muslim lain yang sanggup berjihad.
Pada
kesempatan yang lain Umar mendengar kerinduan seorang tua renta pada putra
satu-satunya yang berangkat berperang. Dari sini Khalifah melarang pemuda yang
ingin berjihad selama orang tuanya masih membutuhkan pengabdiannya.
Kisah
berikutnya ini pasti sudah sangat familiar di telinga kawan-kawan. Ceritanya,
masih ketika meronda, Umar mendengar suatu percakapan yang tak sengaja mendapat
perhatiannya. Ada seorang ibu penjual susu menyuruh putrinya untuk menambahkan
air pada barang dagangannya. Tetapi utrinya menolak dan berkata keada ibunya,”Ibum
Amirul Mukminin sudah pernah mengutus perwakilannya yang melarang kita
mencampur susu dengan air.”
“Sekarang
kita ada di suatu tempat yang Umar tidak tahu keadaan kita bukan?” Putrinya
menjawab,”Bu, aku tidak ingin patuh kepada Amirul Mukminin ketika banyak orang
saja, tapi kemudian ketika sepi aku melanggarnya. Kalau pun dia tidak melihat,
sesungguhnya Allah Maha Melihat.”
Khalifah
sangat kagum dan menandai rumah tersebut. Setelah diselidiki ternyata Umar baru
tahu bahwa yang teguh adalah putri ibu tersebut. Dan Umar pun melamar gadis tersebut untuk putranya
Ashim. Dari pernikahan tersebut lahirlah dua anak perempuan, dan salah satunya
adalah ibu dari Umar bin Abdul Aziz yang dijuluki Khulafaur Rasyidin kelima
karena keadilan dan kebijaksanaannya bagai negeri ketika dipimpin empat sahabat
ternama.
Umar
pun bukan seorang pemimpin yang otoriter. Ketika negeri semakin makmur, ternyata
para wanita ramai-ramai menaikan harga maharnya. Tentu hal ini cukup
menyulitkan para lelaki. Mengetahui hal ini Umar membatasi mahar paling mahal
400 dirham menurut hadts Rasul,” Sebaik-baik mahar adalah yang paling ringan.”
(HR. Abu Dawud no. 2117 dan selainnya. Dishahihkan Al-Imam Al-Albani
rahimahullahu dalam Al-Irwa’ no. 1924). Namun ada seorang wanita yang protes dan membacakan ayat yang
artinya,”Dan jika kamu ingin mengganti
istrimu dengan istri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang
di antara mereka harta yang banyak janganlah kamu mengambil kembali dari
padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambil kembali dengan jalan
tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata?”(Qs. An-Nisa’
4:20). Umar pun mengakui kekurangan
ijtihadnya dan mencabut peraturan tersebut.
Umar
memisahkan antara kekuasaan wilayah pemerintahan dengan kekuasaan dalam ranah
hukum. Hal ini karena wilayah kekuasaan Islam semakin luas dan rakyatnya pun
semakin banyak. Hal ini supaya menghindarkan pula subjektivitas dalam system peradilan.
Sebagai contoh dia menunjuk Abu Musya Al Asy’ari sebagai gubernur Basrah yang
mengurusi masalah masyarakat, bekerja untuk membantu memudahkan mereka,
mmpersenjatai tentara, membagikan jatah kepada mereka yang berhak. Adapun untuk
masalah hukum, Umar membuat badan khusus yang berdiri sendiri mulai saat
itulah, pertama kalinya dalam sejarah ada pemisahan antara eksekutif dan
yudikatif.
Sebenarnya
masih banyak kisah-kisah lainnya. Namun karena
saya agak kurang sehat jai cukup sekian dulu. Dan mungkin ini yang terakhir untuk
serial kisah tokoh Umar bin Al Khattab. Sebagian besar kisah ini saya sarikan
dari buku “Umar bin Al Khattab : The Conqueror” karya Abdurrahman Asy Syarqawi
terbitan Dar Asy syuruq 8 Sibaweh El Masry St., Nasr City, Egypt tahun 2010.
0 komentar:
Posting Komentar