Minggu, 03 Juni 2012

Posted by Heri I. Wibowo | File under :

                Siapa tak kenal Umar bin Al Khattab? Wah, ada yang belum kenal? Nih aku kasih link ke Bang Wiki biar paling tau sedikit tentang diri beliau yang mulia. Dalam sepuluh tahun pemerintahannya, Madinah menjelma menjadi pusat negara terbesar pada jamannya. Kaum muslimin berhimpun berhimpun dalam satu kesatuan umat yang mewujud dalam kemakmuran di bawah payung keadilannya yang tanpa pandang bulu.

                Umar pulalah khalifah pertama yang menyandang gelar Amirul Mukminin. Dia juga yang menjadi awal dalam sejarah di bidang pemisahan lemba peradilan dengan  lembaga pemerintahan(yudikatif dan eksekutif). Setiap malam beliau meronda keadaan rakyat dalam jangkauannya demi melihat keadaan mereka secara langsung meski siang harinya pun dia habiskan untuk melayani mereka. Hingga Ali bin Abi Thalib suatu saat pernah berkata,” Manusia terbaik setelah Rasulullah adalah Abu Bakar dan Umar”. Dan Umar pun membalasnya dengan ucapan,” Ali adalah Hakim bagi kita”. Demikianlah, keakraban mereka sebagai sahabat tak terbantahkan lagi tidak seperti klaim suatu kaum bahwa Abu Bakar dan Umar bin Khattab telah merebut kekhilafahan dari tangan Ali.

                Tulisan ini tidak akan membahas biografi Umar bin Khattab, namun lebih menekankan pada kisah-kisah inspiratif yang bisa kita ambil dari tokoh umat tersebut.


AMIRUL MUKMININ YANG PERTAMA

                Sebelum Abu Bakar wafat, dia telah menyerahkan jabatan Khalifah pada Umar bin Khattab ketika dia merasa sakit telah tak tertahankan dan merasa ajalnya telah semakin dekat. Sebagian  sahabat sangat setuju dengan pengangkatan tersebut.  Namun ada beberapa orang yang protes.

                “Umar akan sangat keras kepada kita. Engkau lihat sendiri ketegasannya, padahal engkau masih bersama kita.”

                Abu Bakar menjawab,”Dia seperti itu karena melihat aku terlalu lembut dalam bertindak. Engkau lihat sendri ketika aku marah pada seseorang dia akan bersikap lembut kepadanya.”  Hal ini dapat kita saksikan pada peristiwa Abu Bakar  memerangi kaum yang menolak membayar zakat. Umar adalah salah satu sahabat yang kontra pada keputusan Khalifah. Namun, setelah dijelaskan alasannya oleh Abu Bakar, meraka sadar bahwa tindakan Sang Pemimpin adalah yang paling masuk akal. Kebesaran jiwa Umar dan sahabat lainnya mencegah perpecahan di tubuh umat muslim.

              Kembali pada kisah pengangkatan Umar.  Dengan surat wasiat yang distempel, Utsman membacakannya di hadapan orang-orang di luar rumah Abu Bakar. Mereka pun membai’at Umar dan tidak seorang pun yang menentang peristiwa tersebut. 

      Setelah sakit selama lebih dari lima belas hari, tepatnya pada malam Selasa minggu terakhir bulan Jumadil Akhir  tahun ke-13 Hijriah Khalifah pun berpulang ke Rahmatullah. Bumi Madinah bergetar karena tangis para Shahabat.  Dan kini jabatan Khalifah pun di tangan Ibnu Khattab.

Kemudian, seselesainya orang-orang mengurus jenazah Abu Bakar, dengan mata berkaca-kaca mereka yang belum sempat mendatangi Umar untuk membai’atnya. Salah seorang dari mereka berkata,”Wahai Khalifah-Khalifah Rasulullah(pengganti-pengganti Rasulullah).”

Umar menyahut,” Dan pemimpin setelah aku akan kalian panggil Khalifah-Khalifah-Khalifah Rasulullah. Wah, akan telalu panjang.” 

  Orang-orang pun terdiam dan Umar pun tidak berbicara. Mereka semua memikirkan panggilan yang praktis dan pantas untuk Sang Pemimpin Baru mereka.

Akhirnya, Umar angkat suara,”Kalian kan porang-orang Islam, sedang aku adalah pemimpin kalian. Jadi aku adalah pemimpin orang-orang Islam.”

Mereka pun memanggilnya,”Wahai Amirul Mukminin!”     


KESEDERHANAAN UMAR

            Kisah tentang hal ini ada banyak sekali. Jadi, akan aku kisahkan beberapa saja yang sungguh-sungguh menusuk sanubari kita betapa dunia pernah melahirkan manusia ini. 

                Setelah menjabat, Umar tidak memiliki waktu untuk berdagang sehingga pada suatu kesempatan dia bertanya rang-orang,”Aku adalah pedagang, sekrang aku disibukkan dengan urusan kalian. Bagaimana kalau kalian mengizinkan aku mengambil jatah dari harta ini?”

               Orang-orang serempak menjawab,”Boleh, mengambil lebih juga tidak apa-apa.” Lihat, betapa yang telah menjadi haknya-yaitu gaji-Umar pun demikian hati-hati. Hingga suatu ketika para sahabat yang merasa Umar terlalu sederhana mendatangi Hafshah binti Umar bin Al Khattab(karena mereka segan untuk datang langsung) untuk menyampaikan pada Khalifah tentang hal tersebut.

                Hafshah pun mendatangi ayahnya sembari menyampaikan pesan para sahabat tersebut. Namun Umar justru bertanya balik,” Sekarang aku bertanya, pakaian apa yang paling isimewa yang Rasul peroleh?”

                Putrinya yang juga istri Rasul berkata,”Dua helai pakaian yang lumayan bagus yang Rasul hannya memakainya pada dua kesempatan, pertama ketika ada utusan yang ingin menemui beliau, kedua ketika shalat jum’at.”

                Umar bertanya lagi,”Bagaimana dengan makanan kalian?”

            Hafshah menjawab,”Kami memakan roti panas yang terbuat dari gndum kemudian kami tuangi minyak samin sehingga tampak berlemak, itulah makanan paling enak di rumah kami.”

             “Karpet apa yang paling mewah dirumah kalian?”, tanya Umar.

            “Kami membentangkan sehelai kain kasar yang kami tambal. Itu di musim panas. Pada musim dingin, kami hamparkan separuhnya dan separuhnya lagi kami pakai selimut.”

             Umar pun berkata,”Sampaikan pada orang-orangyang menyuruhmu, bahwa Rasul, Abu Bakar dan aku  seperti tiga oang yang berjalan dalam satu jalur. Yang pertama telah selamat, begitu pula yang kedua. Jika yang ketiga tidak mengikuti jalur keduanya, mungkinkah ia bertemu dengan mereka?”

            Sembari keluar dari rumah Hafshah, ia bergumam,”Aku akan beri hakku dari harta ini yaitu dua pakaian. Satu untuk musim panas, satu lagi untuk musim dingin. Aku akan mengambil jatah tunggangan hanya untuk berhaji dan berumrah. Jah makan keluargaku sama dengan jatah makan orang Quraisy dengan kondisi ekonomi menengah.”

            Pada kisah lainnya disebutkan, Umar ingin bertanya sesuatu pada Zaid bin Tabit yang terkenal karena pengetahuannya tentang Al-Qur’an. Umar pun langsung datang ke rmahnya dan Zaid yang sedang istirahat terperangah dan angsung berdiri menyambutnya. “Kembalilah pada urusanmu yang tadi(maksudnya istirahat lagi)”.  “Wahai Amirul Mukminin, kenapa tidak kau utus saja orang, agar nanti aku saja yang mendatangimu.”

                Umar menjawab,”Akulah yang punya keperluan, maka aku pula yang harus datang.”

                Pada suatu hari, datang para 300 orang prajurit yang membawa tawanan perang seorang panglima Persia yang bernama Hurmuzan. Sang tawanan mengenakan pakaian  mewah dan bersulamkan emas. Di kepalanya terpasang mahkota yang dipenuhi yaqut dan permata lainnya.

                Mereka mencari Umar di rumahnya, namun sang Amirul Mukminin telah ke masjid yang sekaligus menjadi kantor dan istananya. Ternyata Umar sedang beristirahat setelah lelah seharian mengurus rakyatnya. Hurmuzan pun bertanya,”Mana Umar?”

                Mereka pun menjawab sembari menunjuk orang yang sedang tertidur itu,”Itu Khalifah kami.”

                “Lalu, di mana penjaga dan pengawalnya?”

                “Dia tidak punya keduanya.”

                “Pasti dia seorang nabi!”

                “Bukan, namun dia beramal dengan amalan para nabi.”

             Kisah terakhir hari ini, adalah saat Umar datang ke Yerusalem. Ketika Khalifah tiba di Jabiyah, dekat dataran tinggi Golan, para panglima perangnya datang dengan kuda yang sangat bagus dan gagah. Umar mengamati pakaian dan tunggangan mereka dan tidak suka karena terkesan terlalu mewah. Dia kemudian mengambil segenggam  kerikil dan melemparkannya ke pakaian mereka sambil berkata,”Hanya karena ingin menyambutku, kalian mengenakan pakaian seperti ini? Baru beberepa tahun saja kalian makan kenyangn, perut kalian sudah gendut. Demi Allah, jika kalian melakukan hal itu dengan mengorbankan  sejumlah penduduk, aku akan mengganti kalian dengan pemipin yang baru!”

                “Wahai mirul Mukminin, yang kami pakai ini hanya jubah dan kami memakainya agar bisa menjadi senjata bagi kami.”

                Umar menjawab,”Bagus kalau begitu.”

              Saat akan berangkat ke dalam kota Baitul Maqdis atau Yerusalem, para sahabat mengusulkan agar Khalifah memakai kain katun. Umar bertanya,”Apa ini?” “Itu kain katun Ya Khalifah.” 

                “Apa itu katun?” Mereka pun hanya bisa tersenyum dan menjelaskannya kepada sang Pemimpin. Sungguh mereka teramat  kagum pada kesederhanaan Amirnya yang tak pernah memakai kain katun.

          Umar berangkat hanya ditemani salah seorang pelayannya dengan hanya seekor kuda yang ditunggangi bergantian. Saat tiba di gerbang kota, Umar kebagian berjalan kaki sementara kondisi sedang hujan. Penduduk kota tidak percaya, Pemimpin pasukan yang mengalahkan Persia dan Romawi datang dalam kondisi seperti itu. Tanpa pengawal dan pakaian kebesaran. Namun, justu inilah yang membuat penduduk Baitul Maqdis yakin telah membuat keputusan benardengan tunduk pada pemerintahan Islam aih-alih membantu Romawi.

                Bersambung…
                 
               

0 komentar:

Posting Komentar