Pembuka
Banyak
orang yang keliru memahami pengertian humanism. Dalam pandangan mereka, humanism adalah prinsip yang baik, mengajarkan
perdamaian, kecintaan, persaudaraan, dan pertolongan kepada sesama manusia yang
membutuhkan. Pandangan seperti ini adalah kesalahpahaman yang parah, namun
sayangnya telah menjadi kesalahan umum.
Apa Itu Humanism?
Humanism yang
dimaksudkan oleh para pencetus, penganut, dan pegiatnya adalah sama sekali
tidak sama dengan pandangan kebanyakan masyarakat. Makna filosofis dari
humanism adalah cara berpikir bahwa mengemukakan konsep peri kemanusiaan
sebagai focus dan satu-satunya tujuan. Dengan kata lain, humanism mengajak
manusia berpaling dari Allah yang Menciptakan mereka, dan hanya mementingkan
keberadaan dan identitas mereka sendiri.
Kamus
umum mendefinisikan humanism sebagai “sebuah
sistem pemikiran yang berdasarkan berbagai nilai, karakteristik, dan tindak
tanduk yang dipercaya terbaik bagi manusia, bukannya pada otoritas supernatural
mana pun.”
Dengan
demikian, humanism menjadikan manusia sebagai penentu dan pengatur
kehidupannnya sendiri tanpa mengakui eksistensi Allah dan tanpa menerima
pedoman hidup-Nya. Definisi paling jelas tentang humanism dikemukakan oleh
pendukungnya. Saah seorang juru bicara humanism paling terkemuka di masa kini adalah
Corlis lamont (1902-1995). Dalam
bukunya, philosophy of Humanism, ia
menulis:
“(Singkatnya)
humanism meyakini bahwa alam … merupakan jumlah total dari realitas, bahwa
materi-energi dan bukan pikiran yang merupakan pembentuk alam semesta, dan
bahwa entitas supernatural sama sekali tidak ada. Ketidaknyataan supernatural
ini pada tingkat manusia berarti bahwa manusia tidak memiliki jiwa supernatural
dan abadi; dan pada tingkat alam semesta sebagai keseluruhan, bahwa kosmos kita
tidak memiliki Tuhan yang supernatural dan abadi.”
Sebagaimana
dapat kita lihat, humanism nyaris identik dengan atheism, dan fakta ini bebas
diakui oleh kaum humanis. Terdapat dua manifesto penting yang diterbitkan kaum
humanis di abad 20 M. manifesto I sering juga dinamakan A Humanist Manifesto, ditulis pada tahun 1933 oleh Roy Wood sellars
dan Raymond Bragg, dan dipublikasikan bersama oeh 34 tokoh penting pada zaman
tersebut termasuk filosof John Dewey. Manifesto ini membicarakan sebuah ‘agama’
baru, dan merekomendasikan humanism sebagai sebuah perkembangan agama-agama
yang menggantikan agama-agama lama yang dibangun di aas dasar hubungan
supranatural.
Manifesto
kedua ditulis oleh Paul Kurtz dan Edwin H. Wilson dan dipublikasikan pada tahun
1973, menegaskan isi manifesto yang pertama, tetapi berisi beberapa tambahan
yang berhubungan dengan berbagai
perkembangan yang terjadi pada masa itu. Ribuan pemikir, ilmuwan, penulis, dan
praktisi media menandatangani manifesto kedua, yang didukung oleh Asosiasi
Humanis Amerika yan masih sangat aktif.
Jika
kita pelajari manifesto-manifesto itu, kita menemukan satu pondasi pada
masing-masingnya: dogma atheis bahwa manusia dan alam semesta tidak diciptakan
tetapi ada secara bebas, bahwa manusia tidak bertanggung jawab kepada otoritas
lain apapun selain dirinya sendiri. Dan bahwa kepercayaan kepada Allah
menghambat perkembangan pribadi dan masyarakat. Misalnya, enam pasal pertama
dari Manifesto Humanis berikut:
a. Humanis
religious memandang alam semesta ada dengan sendirinya.
b. Humanism
percaya bahwa manusia adalah bagian dari alam dan bahwa dia muncul sebagai
hasil dari proses yang berkelanjutan.
c. Dengan
memegang pandangan hidup organic, humanism menemukan bahwa dualism tradisional
tentang pikiran dan jasad harus ditolak.
d. Humanism
mengakui bahwa budaya religious dan peradaban manusia, sebagaimana digambarkan
dengan jelas oleh anthropologi dan sejarah, merupakan produk dari suatu
perkembangan bertahap karena interaksi dengan lingkungan alam dan warisan
sosialnya.
e. Humanism
menyatakan bahwa sifat alam semesta digambarkan oleh ains modern membuat
jaminan supernatural atau kosmik apapun bagi manusia tak dapat diterima. Kita yakin bahwa telah berlalu waktu bagi
teisme, deisme, modernism, dan beberapa pemikiran baru (baca Ancaman Global
Fremasonry, Bab III: Mengkaji Ulang Humanisme tulisan Harun Yahya)
f.
Pada
pasal-pasal di atas, kita melihat ekspresi dari sebuah filsafat umum yang
diwujudkan di bawah nama materialism, Darwinism, ateisme, dan agnostisisme. Akan
teramati bahwa klaim-klaim ini adalah gagasan stereotip, khas dari kalangan
yang memusuhi agama sejati. Alasannya adalah bahwa humanism adalah pondasi
utama dari perasaan anti agama. Ini karena humanism adalah ekspresi dari “manusia
merasa bahwa dia akan dibiarkan begitu saja”, yang merupakan dasar utama bagi
pengingkaran terhadap Tuhan-sepanjang sejarah.
Humanism sebagai
sebuah way of life muncul kembali di
Eropa seiring dengan Revolusi Prancis. Meski ditekan oleh agama Kristen, paganism
Eropa tidak mati begitu saja. Paganism mampu ertahan dengan kedok berbagai
bentuk pengajaran, gerakan, dan perkumpulan rahasia, seperti kaum Freemason,
dan muncul kembali dalam bentuk nyata di Eropa pada aad ke-16 dan ke-17. Sejumlah
pemikir Eropa, yang dipengaruhi oleh karya-karya para filsuf Yunani kuno
seperti Plato dan Aristoteles, mulai menghidupkan kembali konsep-konsep pagan.
Arus neo-pagan ini kian berpengaruh, dan
pada abad ke-19 mampu mengungguli agama Kristen serta mengokohkan diri di
Eropa. Seperti diungkapkan oleh peneliti gerakan rahasia Yahudi, A. D El
Marzededeq dalam bukunya “Freemasonry Yahudi Melanda Dunia Islam”, humanism
adalah asas terpenting dari lima asas gerakan rahasia Yahudi, Freemasonry. Kelima
asas itu adalah humanism, demokrasi, sosialisme, monotheisme, dan
nasionalisme.(Baca Artawijaya, Jaringan Yahudi
Internasional di Nusantara )
Penutup
Intinya, dalam
paham ini, standar penilaian baik dan buruk, benar dan salah, halal dan haram,
petunjuk dan kesesatan adalah nilai-nilai kemanusiaan, bukan oleh aturan
wahyu.penganut humanism tidak mengimani adanya kehidupan akhirat, surge dan
neraka. Namun mereka meyakini dengan apa yang disebut karma. Dan dengan begitu
kita bisa melihat bagaimana perkembangan paham ini di Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar