Rabu, 10 Juli 2013

Posted by Heri I. Wibowo | File under : , , ,

      

           Dialah wanita shalihah itu, yang hidup bersama sang suami 
beserta kelima anaknya dalam naungan kerajaan Fir’aun. Sang suami adalah orang dekat sang raja, sebagaimana ia sebagai pengasuh puteri-puteri Fir’aun. Allah Ta’ala mengaruniakan keimanan kepada keluarga tersebut, sebuah karunia terbesar dan paling mereka syukuri.

            Namun, sang suami tidak sabar mengumumkan keimanannya sehingga ia mati di tangan algojo kerajaan. Sang istri, yang masih menyembunyikan keimanannya masih bekerja sebagai pelayan dan pengasuh puteri-puteri Fir’aun. Hingga saat itu tiba.

            Suatu hari , ketika ia menyisir rambut seorang puteri Fir’aun, terjatuhlah sisir dari genggamannya.

            Bismillah,” ucapnya.

            Allah? Kenapa tidak ayahku?” tanya sang puteri dan terkejut.

            “Tidak! Tetapi Allah! Rabb-ku, Rabb-mu, dan Rabb ayahmu,” jawab sang pengasuh.

            Namun puteri Fir’aun tidak terima apabila selain ayahnya yang disembah. Dan segera ia kabarkan hal itu pada ayahnya. Fir’aun merasa heran ada orang di dalam istananya yang menyembah selain dirinya. Dan dipanggillah sang pengasuh.

            “Siapa Rabb-mu?” tanyanya.

            “Rabb-ku dan Rabb-mu adalah Allah,” jawabnya.

            Dia pun menyuruhnya untuk segera murtad dari agamanya, Islam(dari Nabi Adam ‘alaihissalam sampai Rasulullah Muhammad salallahu ‘alaihi wasalam agama tauhid hanya Islam). Dia pun mengurung dan memukuli si penyisir rambut, tetapi usahanya itu tak juga membuatnya murtad. Fir’aun lalu minta disediakan panic dari tembaga yang dipenuhi minyak lalu dibakar hingga mendidih.

            Wanita tersebut diberdirikan di hadapan panic panas. Melihat siksaan itu, ia malah yakin bahwa dirinya hanyalah sebuah jiwa yang ketika keluar, ia pun akan segera  menjumpai Allah Ta’ala. Fir’aun la’natullah tahu, insane terkasih wanita itu adalah kelima anaknya-anak yatim yang ia perjuangkan dan nafkahi. Dia hendak menambah siksaannya dengan menghadirkan kelima anaknya yang masih belia.

            Mata mereka tampak kebingungan, mereka tidak tahu hendak digiring ke mana. Ketika melihat sang Ibu, mereka langsung mendekap erat sambil menangis. Sang Ibu tertunduk, memeluk dan mencium anak-anaknya berkali-kali. Ia raih yang terkecil dan ia dekap ke dadanya untuk disusui. Meskipun ia wanita tegar, namun air mata tetap mengalir deras membasahi pipinya.

            Melihat pemandangan ini, Fir’aun memerintahkan tentaranya untuk mengambil anak sulungnya. Para tentara itu segera menyeret untuk menceburkannya ke dalam minyak yang tengah mendidih. Sang anak memanggil-memanggil ibunya. Ia meminta tolong sambil memels di hadapan para tentara dan mengiba kepada Fir’aun. Ia terus meronta, berusaha melepaskan dan melarikan diri.

            Ia memanggil-manggil adik-adiknya, ia pukuli para tentara dengan kedua tangan mungilnya. Para tentara pun menampar dan mendorongnya sang ibu hanya bisa memandangnya dan melepas kepergiannya. Tak lama berselang anak kecil itu pun dilempar ke dalam minyak. Sang ibu hanya bisa menangis sambil memandanginya, sedangkan saudara-saudaranya menutup mata mereka dengan tangan-tangan mungil mereka. Hingga, tatkala daging tubuh bagian atasnya yang ringkih meleleh  dan tulang belulangnya yang putih mengambang di atas minyak, Fir’aun memalingkan pandangannya kepada sang Ibu dan menyuruhnya kufur kepada Allah. Namun, sang Ibu menolak…

            Fir’aun bertambah murka, ia menyuruh untuk mengambil anak keduanya. Ia ditarik paksa dari sang Ibu. Ia meraung-raung meminta tolong. Hanya beberpa saat, ia pun dilempar ke dalam minyak. Lagi-lagi, sang Ibu hanya bisa memandanginya. Hingga tulang belulangnya yang putih mengapung dan bercampur dengan tulang saudaranya. Sang ibu tetap tegar dalam agamanya.ia yakin akan perjumpaan dengan Rabb-nya.

            Fir’aun kembali menyuruh untuk mengambil anak ketiga. Ia langsung diseret dan didekatkan ke panic yang tengah mendidih itu. Ia segera diangkat dan diceburkan ke dalam minyak tadi. ia pun mengalami nasib yang sama dengan kedua kakaknya.

            Tetapi sang Ibu tetap kokoh dalam agamanya…

            Fir’aun kemudian menyuruh untuk melempar anak keempat ke dalam minyak. Para tentara segera mendatanginya. Ia masih kecil. Ia bergelayut di baju ibunya. Ketika para tentara menariknya, ia menjerit sambil memegangi kedua kaki ibunya. Air matanya membasahi kedua kaki sang Ibu, sedangkan sang Ibu berusaha menggendongnya bersama adiknya.

            Ia berusaha melepas kepergiannya, mencium, dan mengecupnya sebelum berpisah. Para tentara itu pun memisahkan keduanya. Mereka raih kedua tangan mungil itu lalu menyeretnya, sementara ia terus dan terus menangis meminta tolong. Ia merajuk dengan kata-kata yang belum dapat dimengerti. Akan tetapi, mereka tidak juga mengasihaninya.

            Beberapa saat kemudian ia pun ditenggelamkan ke dalam minyak yang mendidih. Jasadnya lenyap dan suaranya hilang, lalu sang ibu mencium aroma daging. Tulang-belulangnya yang kecil nan putih naik ke permukaan minyak yang menyemburkannya. Sang ibu memandangi tulang-belulang itu. Sang anak telah meninggalkannya ke negeri lain. Ia hanya bisa menangis, tercacah oleh perpisahan dengan si buah hati.

            Teringatlah, betapa ia dahulu mendekapnya ke dada dan menyusukan ke putingnya. Dan seringkali terjaga di malam hari ketika si buah hati terjaga dari tidurnya dan menangis karena tangisannya. Entah, berapa malam yang telah ia habiskan di pangkuan sang ibu sambil memain-mainkan rambutnya. Entah berapa kali sang ibu harus ambilkan mainan-mainannya dan ia kenakan pakaiannya.

            Namun, ia paksakan dirinya untuk tetap tegar dan terus bertahan.

            Para tentara itu memandangi dan segera mendatanginya. Mereka renggut anak kelima yang masih menyusu itu dari kedua tangannya, padahal ia sedang mengulum putting ibunya…

            Terlepas dari ibunya, si kecil pun menjerit dan menangislah wanita malang itu. Tatkala Allah Ta’ala melihat penghinaan terhadapnya, juga kesedihan dan kehilangan akan sang anak, Dia membuat si bayi yang masih dalam buaian itu berbicara.

            “Wahai Ibu, bersabarlah. Kaena sesungguhnya engkau berada di atas kebenaran.”

            Suara itu tak terdengar lagi olehnya. Bayi malang itu segera menyusul kakak-kakaknya menuju alam keabadian. Di mulutnya masih tersisa air susu, di tangannya tersangkut beberapa helai rambut sang ibu, dan bajunya juga masih basah oleh air mata.

            Tatkala semua anak wanita itu telah habis, para tentara mulai memandang sang ibu. Ketika tubuhnya diangkat untuk dilemparkan, ia palingkan pandangannya pada Fir’aun.

            "Aku minta kau kabulkan permintaanku,” ucapnya.

            “ Apa permintaanmu?” teriak Fir’aun.

            “Kumpulkan tulangku dengan tulang anak-anakku dalam satu kuburan!” pintanya.

            Dan ia pun segera dilemparkan, hingga jasadnya terpanggang dan tulang belulangnya mengambang.

            Pada malam Isra’, Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam pernah melihat sebagian kenikmatan yang diraihnya. Maka beliau ceritakan hal tersebut pada para Shahabat:
“Ketika aku di-isra’-kan, terhembuslah padaku aroma yang harum semerbak. Aku bertanya,’Aroma apa ini?’ Maka dikatakan kepadaku,’Ini adalah wanita penyisir rambut Puteri Fir’aun dan anak-anaknya.’”(HR. Al-Baihaqi)

#Diketik ulang dari buku "Kemuliaan Muslimah Penggenggam Bara Api" buah karya DR. Muhammad Bin 'Abdurrahman Al-'Arifi(2008).

0 komentar:

Posting Komentar