Beberapa hari ini terasa vakum tulisan di blog ini. Dan kalau pun ada saya kira kurang ada nilai informasi strategisnya. Nah, untuk itu berikut saya cantumkan suatu tulisan yang sangat bagus dan sungguh menggelitik saraf berpikir kita. Sebuah tulisan yang dalam publikasinya telah mendapatkan izin dari pemilik tulisan ini, yaitu Kiblat. net.
Berikut tulisannya, selamat menikmati :
Berikut tulisannya, selamat menikmati :
KIBLAT.NET – Di masa ketiadaan
Khilafah Islamiyah banyak sekali ajaran islam yang terdistorsi maknanya,
salah satunya menimpa kepada terminologi jihad. Distorsi itu terjadi
akibat perang pemikiran (ghazwul fikri) yang sedemikian rupa
dilancarkan oleh kaum kafir.
Jihad digambarkan menjadi momok
menakutkan dan seolah-olah bertentangan dengan semangat kemanusiaan. Opini
buruk tentang jihad bertambah kuat dan luas ketika serangan pemikiran
disokong oleh media massa yang membrainwashing masyarakat agar mengikuti
opini yang diinginkan oleh media tersebut.
Akibat gencarnya opini
buruk terhadap jihad, sampai-sampai banyak dari ulama dan harakah
Islamiyah yang mengikuti dendang kelompok kufur dan sekuler. Dengan ramai-ramai
membangun pengertian tentang jihad yang jauh dari makna sebenarnya.
Hal ini yang pernah pula
dikritik oleh Sayyid Qutb Rahimahullah, ketika banyak ulama dan pergerakan
Islam yang menyatakan bahwa jihad di dalam Islam merupakan konsep defensif (difa’i)
bukan offensif. Sedangkan menurut Sayyid Qutb, jihad sejatinya adalah konsep
offensif.
Ketika membantah kaidah
pergerakan Islam dan jihad tentang jihad yang sifatnya mempertahankan diri (ad
difa’). Sayyid Qutb mengatakan bahwa orang-orang yang menyandarkan pada
alasan-alasan yang sifatnya pertahanan bagi perluasan pergerakan Islam adalah
orang-orang yang terpedaya pada serangan orientalis.
Jihad yang tidak defensif itu,
merupakan landasan bagi pemuliaan manusia di muka bumi. Untuk mengeluarkan
manusia dari penghambaan kepada hamba menuju penghambaan pada Allah.
Selanjutnya Qutb mengatakan : “
Tidak ada diantara mereka yang berkata , saat mereka bertanya kenapa mereka
berperang: “ kami keluar untuk mempertahankan negeri kami dari ancaman musuh!”
atau kami keluar untuk menghalau musuh-musuh kami dari bangsa Persia dan
Romawi,” atau “ kami keluar untuk memperluas daerah kami dan mengeruk rampasan
yang banyak.”
Mereka berkata, “Allah mengutus
kami agar kami mengeluarkan orang-orang yang Dia kehendaki dari penghambaan
hamba kepada penghambaan Allah semata. Dari kesempitan dunia menuju
keluasannya. Dari kelaliman agama-agama lain, menuju keadilan agama Islam. Lalu
ia mengutus utusannya dengan agama untuk makhluknya. Barang siapa yang
menyambut kami, kami akan sambut baik-baik, kami biarkan, tidak akan kami
ganggu di tanahnya.”
Sayyid Qutb melihat
pernyataan-pernyataan ulama dan pergerakan Islam tersebut muncul akibat
kekalahan dalam hegemoni pemikiran yang dilancarkan oleh orientalis. Mereka
merasa inferior (rendah diri) dan malu dengan stigma yang dilancarkan oleh
orientalis sehingga merasa perlu untuk memberikan definisi baru tentang konsep
jihad.
Hal yang sama juga pernah
disinggung oleh Syaikh Abdullah Azzam Rahimahullah, ketika mengomentari
kaum Muslimin yang takut dengan tudingan bahwa agama ini di sebarkan dengan
pedang. Beliau Rahimahullah justru menegaskan pentingnya pedang dalam
penyebaran agama ini.
Kekerasan dan Terorisme
Saat ini, opini buruk yang
tengah gencar disematkan kepada istilah jihad adalah isu kekerasan dan
terorisme. Amerika Serikat melalui program war on global terrorism-nya
memberikan sumbangan besar terhadap stigmatisasi tersebut. Padahal, istilah
terorisme itu sendiri tidak memiliki definisi yang jelas dan disepakati (no
global consensus).
Tidak sedikit pula umat Islam
yang terpedaya dengan serangan opini tersebut, banyak dari tokoh-tokoh Islam
yang menyatakan bahwa jihad bukanlah kekerasan atau jihad bukanlah terorisme.
Pada dasarnya, menghadapkan
antara terminologi jihad dengan kekerasan dan terorisme merupakan pembandingan
yang tidak tepat. Karena, istilah kekerasan dan terorisme merupakan istilah
yang multitafsir dan dapat ditarik sesuai keinginan kelompok yang
berkuasa dan memiliki alat-alat pembangun opini. Sementara itu, definisi jihad
memiliki tafsiran yang sudah jelas sebagaimana dirumuskan oleh para ulama.
Kekerasan dan terorisme di masa
kini diposisikan anti thesa dengan kemanusiaaan. Namun, apakah kekerasan
dan teror memang sepenuhnya bukan bagian dari laku hidup positif umat manusia?
Kekerasan sebenarnya inheren dengan kehidupan umat manusia, bisa dikatakan
tanpa penggunaaan kekerasan tidak akan ada peradaban manusia. Sebab, dari
memasak hingga membangun gedung-gedung pencakar langit diperlukan penggunaan
kekerasan dengan bentuk, kualitas, kuantitas, dan pola yang beragam.
Begitupula, untuk menghadapi
hambatan-hambatan proses memanusiakan manusia dan mewujudkan perdamaian,
penggunaan kekerasan sudah sejak lama dilakukan dalam sejarah umat manusia.
Perjuangan membebaskan bangsa-bangsa
dari penjajahan, pemberantasan kejahatan di tengah masyarakat, dan upaya
menjaga perdamaian bagi bangsa-bangsa yang tengah berkonflik di dalamnya juga
disertakan peran kekerasan.
Itulah kekerasan yang mewujud
dalam bentuk kemiliteran dan Polisional di kehidupan bernegara serta
bermasyarakat. Sebagai tiang utama mewujudkan keamanan, ketertiban, dan
kedamaian ditengah-tengah mereka.
Di dalam tradisi kaum Marxian
(marxis), mereka juga menjadikan teror dan kekerasan sebagai alat untuk
membela kemanusiaan. Sebagaimana Karl Marx menyatakan bahwa diperlukannya teror
revolusiner untuk menghentikan penindasan kaum borjuis terhadap kaum proletar
serta pernyataan dalam manifesto komunis yang mengatakan bahwa revolusi tidak
dapat dilakukan tanpa kekerasan, dengan anggapan tidak ada kaum borjuis yang
rela menyerahkan alat-alat produksinya kepada kaum proletar. Sehingga,
penggunaan kekerasan menjadi keniscayaan bagi mereka.
Kaum kapitalis yang
dikomandoi oleh Amerika pun tidak kurang-kurang melakukan kekerasan atau
menyebar teror atas nama kemanusiaan dan kebebasan. Seperti halnya, dapat kita
saksikan dalam tindakan pasukan multi nasional yang menyerang Irak dan
Afghanistan. Di mana Obama dulu sempat menyatakan untuk menghadapi Taliban yang
diperlukan bukanlah dialog tetapi penggunaan kekuatan militer. Bahkan, jika
kita menarik sejarah lebih kebelakang, kita akan banyak menyaksikan kekerasan
digunakan oleh barat untuk melakukan kolonialisme dan perbudakan.
Peristiwa yang terbaru, rezim
Nushairiyah Bashar Assad dan rezim militer mesir menggunakan kekerasan atas
dalih menjaga keselamatan negara dan bangsa.
Lebih jelasnya, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun untuk menjaga perdamaian merasa perlu membentuk kontingen pasukan bersenjata penjaga perdamaian (Peace Keeping Force), bukan kontingen grup musik pegiat perdamaian yang membawakan lagu imagine-nya John Lennon.
Kekerasan dan Terorisme Dalam
Pandangan Islam
Di dalam Islam kekerasan atau
terorisme dihukumi dengan dua hal, yaitu kekerasan atau teror yang terpuji
(QS.8:60) serta yang tercela dan dilarang oleh agama (QS.17: 33).
Kekerasan atau teror yang
terpuji meliputi pertama, penggunaan kekuatan dalam rangka berjihad memerangi
orang-orang kafir dan menegakkan tauhid (QS.2:190). Kedua, berjihad memadamkan
pemberontakan, mengqishos pelaku pembunuhan (QS.2:179), Ketiga,
merajam pelaku zina, dan mencambuk pelaku maksiat, dan sebagainya. Teror
dan kekerasan yang terpuji ini diperlukan oleh Islam bertujuan mencegah orang
lain untuk mengikuti kemunkaran pelaku-pelaku kejahatan terhadap syari’at
tersebut.
Sedangkan kekerasan tercela, di
dalam islam meliputi pertama, membunuh orang lain tanpa alasan yang dibenarkan
agama; merampok dan mengganggu harta maupun nyawa orang-orang yang seharusnya
mendapatkan keamanan dan jaminan keamanan. Kedua, sengaja meneror anak-anak,
kaum wanita dan orang tua, serta orang-orang selainnya yang tidak dibenarkan
diteror, apapun bentuk teror tersebut. Ketiga, Berlebih-lebihan dan
melampaui batas dalam membunuh dan membalas dendam, sehingga mengenai
orang-orang yang tidak terlibat dan tidak seharusnya diteror.
Oleh sebab itu, mengatakan bahwa
jihad bukanlah kekerasan atau jihad bukanlah teror merupakan pernyataan yang
tidak tepat, gebyah uyah, dan membingungkan. Sebab, di dalam jihad
atau qital (perang) penggunaan kekerasan dan teror terhadap musuh merupakan
suatu hal yang pasti dan tidak mungkin tidak dilakukan. Baik kekerasan dan
teror fisik ataupun kekerasan dan teror verbal.
Berdasarkan hal-hal tadi,
seharusnya kita tidak perlu malu ataupun minder dengan tuduhan-tuduhan bahwa
jihad merupakan kekerasan ataupun teror. Lantas, kita terburu-buru
membantahnya dengan menolak kekerasan dan teror secara mutlak.
Kita memang, tidak boleh juga
segan-segan mengecam kekerasan dan teror yang tercela menurut syari’at. Namun,
tergesa-gesa menyatakan Jihad bukanlah kekerasan atau teror tanpa rincian akan
mendekonstruksi makna agung dari syari’at jihad. Bahkan, tanpa sadar kita akan
berkontribusi memuluskan deislamisasi melalui pengaburan istilah-istilah
syari’at.
Karena, kekerasan dan teror pada
waktu, tempat, situasi dan kondisi yang tepat merupakan keharusan yang diamini
oleh semangat kemanusiaan di sepanjang zaman. Sebagaimana, kekerasan di dalam
jihad yang diperuntukkan menegakkan tauhid dan membela kaum lemah yang
tertindas.Wallahu’alam bish showab. (qathrunnada/kiblat.net)
0 komentar:
Posting Komentar