Kamis, 10 Oktober 2013

Posted by Heri I. Wibowo | File under : ,
          Beberapa hari ini terasa vakum tulisan di blog ini. Dan kalau pun ada saya kira kurang ada nilai informasi strategisnya. Nah, untuk itu berikut saya cantumkan suatu tulisan yang sangat bagus dan sungguh menggelitik saraf berpikir kita. Sebuah tulisan yang dalam publikasinya telah mendapatkan izin dari pemilik tulisan ini, yaitu Kiblat. net.

          Berikut tulisannya, selamat menikmati :



KIBLAT.NET – Di masa ketiadaan Khilafah Islamiyah banyak sekali ajaran islam yang terdistorsi maknanya,  salah satunya menimpa kepada terminologi jihad. Distorsi itu terjadi akibat perang pemikiran (ghazwul fikri) yang sedemikian rupa dilancarkan oleh kaum kafir.

Jihad digambarkan menjadi momok menakutkan dan seolah-olah bertentangan dengan semangat kemanusiaan. Opini buruk tentang jihad bertambah kuat dan luas ketika serangan pemikiran  disokong oleh media massa yang membrainwashing masyarakat agar mengikuti opini yang diinginkan oleh media tersebut.


Akibat gencarnya opini buruk  terhadap jihad, sampai-sampai banyak dari ulama dan harakah Islamiyah yang mengikuti dendang kelompok kufur dan sekuler. Dengan ramai-ramai membangun pengertian tentang jihad yang jauh dari makna sebenarnya.

Hal ini yang pernah pula dikritik oleh Sayyid Qutb Rahimahullah, ketika banyak ulama dan pergerakan Islam yang menyatakan bahwa jihad di dalam Islam merupakan konsep defensif (difa’i) bukan offensif. Sedangkan menurut Sayyid Qutb, jihad sejatinya adalah konsep offensif.

Ketika membantah kaidah pergerakan Islam dan jihad tentang jihad yang sifatnya mempertahankan diri (ad difa’). Sayyid Qutb mengatakan bahwa  orang-orang yang menyandarkan pada alasan-alasan yang sifatnya pertahanan bagi perluasan pergerakan Islam adalah orang-orang yang terpedaya pada serangan orientalis.

Jihad yang tidak defensif itu, merupakan landasan bagi pemuliaan manusia di muka bumi. Untuk mengeluarkan manusia dari penghambaan kepada hamba menuju penghambaan pada Allah.

Selanjutnya Qutb mengatakan : “ Tidak ada diantara mereka yang berkata , saat mereka bertanya kenapa mereka berperang: “ kami keluar untuk mempertahankan negeri kami dari ancaman musuh!” atau kami keluar untuk menghalau musuh-musuh kami dari bangsa Persia dan Romawi,” atau “ kami keluar untuk memperluas daerah kami dan mengeruk rampasan yang banyak.”

Mereka berkata, “Allah mengutus kami agar kami mengeluarkan orang-orang yang Dia kehendaki dari penghambaan hamba kepada penghambaan Allah semata. Dari kesempitan dunia menuju keluasannya. Dari kelaliman agama-agama lain, menuju keadilan agama Islam. Lalu ia mengutus utusannya dengan agama untuk makhluknya. Barang siapa yang menyambut kami, kami akan sambut baik-baik, kami biarkan, tidak akan kami ganggu di tanahnya.”

Sayyid Qutb melihat pernyataan-pernyataan ulama dan pergerakan Islam tersebut muncul akibat kekalahan dalam hegemoni pemikiran yang dilancarkan oleh orientalis. Mereka merasa inferior (rendah diri) dan malu dengan stigma yang dilancarkan oleh orientalis sehingga merasa perlu untuk memberikan definisi baru tentang konsep jihad.

Hal yang sama juga pernah disinggung oleh Syaikh Abdullah Azzam Rahimahullah, ketika mengomentari kaum Muslimin yang takut dengan tudingan bahwa agama ini di sebarkan dengan pedang. Beliau Rahimahullah justru menegaskan pentingnya pedang dalam penyebaran agama ini.
 
Kekerasan dan Terorisme

Saat ini, opini buruk yang tengah gencar disematkan kepada istilah jihad adalah isu kekerasan dan terorisme. Amerika Serikat melalui program war on global terrorism-nya  memberikan sumbangan besar terhadap stigmatisasi tersebut. Padahal, istilah terorisme itu sendiri tidak memiliki definisi yang jelas dan disepakati (no global consensus).

Tidak sedikit pula umat Islam yang terpedaya dengan serangan opini tersebut, banyak dari tokoh-tokoh Islam yang menyatakan bahwa jihad bukanlah kekerasan atau jihad bukanlah terorisme.

Pada dasarnya, menghadapkan antara terminologi jihad dengan kekerasan dan terorisme merupakan pembandingan yang tidak tepat. Karena, istilah kekerasan dan terorisme merupakan istilah yang multitafsir  dan dapat ditarik sesuai keinginan kelompok yang berkuasa dan memiliki alat-alat pembangun opini. Sementara itu, definisi jihad memiliki tafsiran yang sudah jelas sebagaimana dirumuskan oleh para ulama.

Kekerasan dan terorisme di masa kini diposisikan anti thesa dengan kemanusiaaan. Namun,  apakah kekerasan dan teror memang sepenuhnya bukan bagian dari laku hidup positif umat manusia? Kekerasan sebenarnya inheren dengan kehidupan umat manusia, bisa dikatakan tanpa penggunaaan kekerasan tidak akan ada peradaban manusia. Sebab, dari memasak hingga membangun gedung-gedung pencakar langit diperlukan penggunaan kekerasan dengan bentuk, kualitas, kuantitas, dan pola yang beragam.

Begitupula, untuk menghadapi hambatan-hambatan proses memanusiakan manusia dan mewujudkan perdamaian, penggunaan kekerasan sudah sejak lama dilakukan dalam sejarah umat manusia.

Perjuangan membebaskan bangsa-bangsa dari penjajahan, pemberantasan kejahatan di tengah masyarakat, dan upaya menjaga perdamaian bagi bangsa-bangsa yang tengah berkonflik di dalamnya juga disertakan peran kekerasan.

Itulah kekerasan yang mewujud dalam bentuk kemiliteran dan Polisional di kehidupan bernegara serta bermasyarakat. Sebagai tiang utama mewujudkan keamanan, ketertiban, dan kedamaian ditengah-tengah mereka.

Di dalam tradisi kaum Marxian (marxis),  mereka juga menjadikan teror dan kekerasan sebagai alat untuk membela kemanusiaan. Sebagaimana Karl Marx menyatakan bahwa diperlukannya teror revolusiner untuk menghentikan penindasan kaum borjuis terhadap kaum proletar serta pernyataan dalam manifesto komunis yang mengatakan bahwa revolusi tidak dapat dilakukan tanpa kekerasan, dengan anggapan tidak ada kaum borjuis yang rela menyerahkan alat-alat produksinya kepada kaum proletar. Sehingga, penggunaan kekerasan menjadi keniscayaan bagi mereka.

Kaum kapitalis yang  dikomandoi oleh Amerika pun tidak kurang-kurang melakukan kekerasan atau menyebar teror atas nama kemanusiaan dan kebebasan. Seperti halnya, dapat kita saksikan dalam tindakan pasukan multi nasional yang menyerang Irak dan Afghanistan. Di mana Obama dulu sempat menyatakan untuk menghadapi Taliban yang diperlukan bukanlah dialog tetapi penggunaan kekuatan militer. Bahkan, jika kita menarik sejarah lebih kebelakang, kita akan banyak menyaksikan kekerasan digunakan oleh barat untuk melakukan kolonialisme dan perbudakan.

Peristiwa yang terbaru, rezim Nushairiyah Bashar Assad dan rezim militer mesir menggunakan kekerasan atas dalih menjaga keselamatan negara dan bangsa.

Lebih jelasnya, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun untuk menjaga perdamaian merasa perlu membentuk kontingen pasukan bersenjata penjaga perdamaian (Peace Keeping Force), bukan kontingen grup musik pegiat perdamaian yang membawakan lagu imagine-nya John Lennon.


Kekerasan dan Terorisme Dalam Pandangan Islam
Di dalam Islam kekerasan atau terorisme dihukumi dengan dua hal, yaitu kekerasan atau teror yang terpuji (QS.8:60) serta  yang tercela dan dilarang oleh agama (QS.17: 33).

Kekerasan atau teror yang terpuji meliputi pertama, penggunaan kekuatan dalam rangka berjihad memerangi orang-orang kafir dan menegakkan tauhid (QS.2:190). Kedua, berjihad memadamkan pemberontakan, mengqishos pelaku pembunuhan (QS.2:179), Ketiga, merajam pelaku zina, dan mencambuk  pelaku maksiat, dan sebagainya. Teror dan kekerasan yang terpuji ini diperlukan oleh Islam bertujuan mencegah orang lain untuk mengikuti kemunkaran pelaku-pelaku kejahatan terhadap syari’at tersebut.

Sedangkan kekerasan tercela, di dalam islam meliputi pertama, membunuh orang lain tanpa alasan yang dibenarkan agama; merampok dan mengganggu harta maupun nyawa orang-orang yang seharusnya mendapatkan keamanan dan jaminan keamanan. Kedua, sengaja meneror anak-anak, kaum wanita dan orang tua, serta orang-orang selainnya yang tidak dibenarkan diteror, apapun bentuk teror tersebut. Ketiga,  Berlebih-lebihan dan melampaui batas dalam membunuh dan membalas dendam, sehingga mengenai orang-orang yang tidak terlibat dan tidak seharusnya diteror.

Oleh sebab itu, mengatakan bahwa jihad bukanlah kekerasan atau jihad bukanlah teror merupakan pernyataan yang tidak tepat, gebyah uyah, dan membingungkan. Sebab, di dalam jihad atau qital (perang) penggunaan kekerasan dan teror terhadap musuh merupakan suatu hal yang pasti dan tidak mungkin tidak dilakukan. Baik kekerasan dan teror fisik ataupun kekerasan dan teror verbal.
Berdasarkan hal-hal tadi, seharusnya kita tidak perlu malu ataupun minder dengan tuduhan-tuduhan bahwa jihad merupakan kekerasan ataupun teror. Lantas, kita  terburu-buru membantahnya dengan menolak kekerasan dan teror secara mutlak.

Kita memang, tidak boleh juga segan-segan mengecam kekerasan dan teror yang tercela menurut syari’at. Namun, tergesa-gesa menyatakan Jihad bukanlah kekerasan atau teror tanpa rincian akan mendekonstruksi makna agung dari syari’at jihad. Bahkan, tanpa sadar kita akan berkontribusi memuluskan deislamisasi melalui pengaburan istilah-istilah syari’at.

Karena, kekerasan dan teror pada waktu, tempat, situasi dan kondisi yang tepat merupakan keharusan yang diamini oleh semangat kemanusiaan di sepanjang zaman. Sebagaimana, kekerasan di dalam jihad yang diperuntukkan menegakkan tauhid dan membela kaum lemah yang tertindas.Wallahu’alam bish showab. (qathrunnada/kiblat.net)


0 komentar:

Posting Komentar