Lagi pengen nulis yang gak
serius-serius amat nih(emang selama ini serius? :p). Sesuatu yang bisa dibaca
tanpa perlu mengerutkan kening, bahkan kalau bisa bisa menarik bibir ke
samping. Dan kini, aku akan bercerita tentang diriku dengan rokok. Beberapa kenangan
tak terlupakan dengan tema rokok di dalamnya hehe.
Dahulu, waktu masih SD masih
ingat kan kita sudah disuruh bikin barang aneh-aneh yang katanya untuk semakin
memahamkan kita pada IPA? Padahal, menurutku itu kurang efektif karena yang
bikin pun bapak-bapak kita semua. Misalnya nih kelompokku, sok-sok an mau bikin
kincir air buat menyalakan sebutir lampu kecil dengan guyuran air kran. Pertama,
siapa yang bisa bikin kincirnya(atau dalam bahasa sekarang, turbin)? Lalu generatornya
pun hanya memakai dynamo sepeda. Temanku malah ada yang cuma pakai dynamo tamiya.
Yang paling krusial, waktu dicoba dengan air kran di sekolah namun lampunya tak
nyala, aku pun bertanya pada guruku,”Kok tidak nyala Bu?” Beliau menjawab,”Wah,
Ibu juga tidak tahu. Kabelnya nggak nyambung kali? Atau airnya kurang deras?”
Yaaaah, harusnya kalau anak SD disuruh buat kayak begini waktu TK sudah
diajarkan minimal termodinamika 1 dan elemen mesin 1 :v
Nah, temanku yang lain juga
membuat barang yang menguji sifat air pula. Yaitu semakin ke dalam maka
tekanannnya semakin kuat(ini bahasa waktu SD dulu). Aplikasinya adalah
bendungan yang bentuknya makin ke dalam makin tebal. Sayangnya dia sejak SD
telah menerapkan salah satu budaya anak teknik—deadliner. Karena belum berpengalaman dia pun kelabakan ketika
laporan telah selesai di buat namun barang belum jadi. Barangnya berupa botol
dengan beberapa lubang yang berderet dari bawah ke atas di mana nantinya ketika
di isi air pancuran yang terbawah akan memancar paling jauh(padahal saya tahu
itu sekarang belum tentu benar, karena tergantung di mana kita meletakkan
botolnya. Jika kita letakkan di atas tanah langsung, pancuran terbawah akan
keburu menyentuh tanah sebelum sempat menghabiskan semua “kemampuannya”). Karena
waktu itu papanya sedang sibuk sesuatu sehingga tak bisa membantu membuat dan
melihat bungkus rokok papanya tergeletak di atas meja, dia pun berijtihad untuk
membuatnya sendiri. Dia nyalakan rokoknya dan mulai melubangi itu botol. Papanya
yang mencium aroma khas dari rokoknya bingung, kok ada asap rokok dari kamar
anaknya? Akhirnya, setelah tahu bahwa anaknya “mencuri” rokoknya, kawanku itu
dihukum untuk menulis ‘saya tidak akan merokok lagi’ seratus kali. Namun parahnya,
sekarang kalau di rumah mereka malah merokok bareng -_-
Lalu ketika SMP, inilah masa di
mana sebagian besar temanku mulai mencoba-coba rokok. Ada yang merokok hanya
buat ganteng-gantengan, ada pula yang memang sudah kecanduan. Suatu ketika kami
nongkrong di base camp kami(sekarang
udah gak ada :’( ). Yaitu di dekat tower
air PDAM sehingga memiliki pemandangan yang bagus sekali. Di sana, seperti
biasa rokok adalah teman setia. Kalau tidak salah aku juga bawa yang mirip
rokok, yaitu chocolatos hahaha. Ternyata ada temanku yang membawa rokok yang
bentuknya mirip jajananku yaitu cerutu(kadang aku berpikir iklan chocolatos itu
mengajarkan merokok). Dia pun awalnya bingung, mana yang depan mana yang
belakang. Setelah berpikir keras, menyala jugalah cerutu itu. Dan dengan wajah
penuh kemenangan dia hisap cerutu itu seperti rokok biasa. Kontan saja dia
langsung terkapar, orang cerutu kok asapnya dimasukin paru-paru.
Melihat hal itu kawanku yang
lain malah cerita,”Eh, kemarin temanku ada yang menghisap langsung 5 batang
lho.” “Terus?” kata kami. “Dia muntah-muntah hahahaha, untung gak mati,” jawab
dia seenak perut.
Lanjut ke SMA. Pada masa ini aku
cukup jarang bergaul dengan mereka yang suka merokok karena, yaaaah, memang
jarang yang merokok. Jadi seingatku tak ada kekonyolan bersama rokok karena
selain jumlah yang sedikit, yang sedikit itu pun sudah ahli hehe.
Nah waktu kuliah ini, mulai
melihat bahwa mahasiswa itu banyak juga yang merokok. Merasa sudah dewasa
makanya santai saja jadi kereta api uap. Hingga pada suatu ketika aku bertanya
kepada seorang kawan,”Eh ***, ortu kamu tahu kamu ngerokok?”
“Tahu kok Her, kenapa emang?”
katanya.
“Dibolehin yo?” tanyaku.
“Gini Her, ada trik-nya ini. Suatu
ketika gua sekeluarga lagi makan di resto kan. Nah, waktu makanan kelar bokap gua
bilang,’Duh, korek papa ketinggalan nih’. Mama gua langsung jawab,’***, sana
beliin papa korek ke warung depan!’ Langsung gua ambil korek di kantong celana
dan bilang,’Ga perlu Ma, nih aku ada
korek.’ Bokap gua dengan wajah yang penuh terimakasih langsung ambil itu korek.
Terus Mama gua kan kaget tuh, terus nyeletuk,”Lho, ****** sekarang ngerokok nih
Pa.’ Eh, papa gua malah ngebelain gua,’Ya gak papa, kan udah gedhe.’ Gitu Her,
bikin sikonnya aja hahaha,” cerita dia panjang lebar.
“Hahaha, gak enak juga ya papa
kamu orang udah dipenjemin korek malah nyalah-nyalahin. Emang alesan pertama
dulu kamu ngerokok apa?”
“Yaitu, di keluarga gua yang
cowok pada ngerokok. Om gua, papa gua. Ya masak gua yang gak ngerasain enaknya
tapi malah jadi perokok pasif? Apalagi kata orang perokok pasif lebih beresiko
kan?”
“Wahahaha,
lose-lose solution dong kalo gitu,” sindirku.
“Iya sih Her, ya tapi gua gak
bakal ngerokok sembarangan kok. Ntar makin banyak orang yang tersesat kayak gua
hahaha.”
So, begitulah ternyata
kawan-kawan. Sehingga alasan merokok yang aku tahu adalah berikut:
1.
Pengen kelihatan ganteng, ma(c)ho, gaya, dan
sebangsanya padahal rokok malah bikin “kelelakian” berkurang(kata dibungkusnya).
2.
Waktu itu lagi stress karena tugas ospek tumpang
tindih sama nilai UTS yang cuma kepala 2, terus sama kawannya ditawarin dan mau
aja karena… Aku tak tahu kenapa
3.
Tanda “kepantasan” ketika bergaul(yang beginian
sering nih dulu ane hampir kena). Kan katanya kalau ditawarin sesuatu tapi
nolak itu tidak sopan.
4.
Gak mau jadi perokok pasif, akhirnya memilih
jadi perokok aktif.
Terakhir,
kemarin waktu pulang kampung ketemu lagi sama kawan-kawan yang dulu. Meski sudah
bertahun-tahun teman lama tak boleh dilupakan. Dan mereka sudah tahu, jika
merokok mereka akan mengambil posisi di mana asap rokok akan paling minimal
mengarah padaku. Karena asyik berbincang pengalaman masing-masing temanku yang
sudah “ahli” di urusan kebul-kebul ini terlihat ada yang aneh. Kok rokoknya
tidak mau nyala-nyala. Tak perhatikan hingga akhirnya aku tahu: Dia kebalik
ngrokoknya, itu filter yang di depan malah yang di bakar -_-
Oke,
aku kira itu beberapa kisahku dengan silinder pembakar uang. Waktu aku bilang
rokok cuma membakar uang, mereka men-qiaskan dengan orang main kembang api
waktu tahun baru. Yawislah, karepmu. Asal jangan merokok di dekat-dekat saya. Yang
pasti prinsipku: Merokok itu tidak keren.
Itu
ceritaku, apa ceritamu?
Sebagai tambahan saja:
Sebagai tambahan saja:
jadi, km pernah merokok, heri? wow
BalasHapusAdakah kalimat dalam tulisan ini yang mengindikasikan hal tersebut? :)
Hapushaha ga ada sih, canda her wkwk. luar biasa blogmu, masya Allah :D
Hapushehe, karena postingannya nguawur2 yo? Apa kabar siluman kertasmu?
Hapusenggak kok, blogmu keren, tak akoni (y). siluman kertas udah hilaaaang, diganti namanya hehe, abisan banyak yg bilang alay :''
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus