Kamis, 20 Februari 2014

Posted by Heri I. Wibowo | File under : , , ,



Sekarang saya ingin bercerita, dan ceritanya tidak serius kok. Cenderung lucu malahan.

Kisah bermula ketika tadi pagi, ketika kuliah SKE (Sistem Konversi Energi) di mana dosen pada tema kali ini—Motor Bakar (Internal Combustion Engine)—adalah Dr. Ir. Arief Hariyanto. Kerennya beliau ini, setiap kuliah pasti diselingi cerita-cerita yang menginspirasi dan menjauhkan kantuk dari mahasiswa cupu macam saya ini. Di mana tidak ngantuknya cuma pas tidak harus mendengarkan hahaha.

                “Di bayangan semua orang, teknik mesin itu ya otomotif. Anda akan kesulitan untuk menghindar dari “tuduhan” masyarakat itu. Terlalu melelahkan. Anda tidak bisa menjelaskan tentang mechanical engineering yang sebenarnya, bahwa ia merupakan ilmu tentang gerak dan gaya. Sudah, terima saja tuduhan itu. Jadi jangan kaget kalau nanti mobil orang mogok, yang ditanya pertama itu Anda. Meski ada orang yang hobi otomotif tapi kalu jurusan ekonomi ya tetep Anda yang ditanya. Percaya sama saya.”


“Bahkan dulu waktu saya kuliah, kalau pulang ke kampung itu nenek udah nyiapin peralatan-peralatannya yang rusak. Mulai dari pompa sampai setrika, ya sudah, susah jelasin ke nenek ya saya benerin aja. Oh ya, saya yakin Anda semua ini pinter kalau disuruh menganalisa atau menghitung dek. Saya yakin itu. Tapi karena kurangnya pengalaman di lapangan bahayanya nanti pas ditanya,’cylinder head-nya yang mana?’ bisa-bisa tidak tahu. Percaya deh sama saya dek, nanti waktu kerja pertama itu kalian bakal dikerjain habis-habisan sama teknisi yang ada di situ. Cara meminimalisir bullying itu ya kalian bicara dengan bahasa yang sering dipakai di lapangan. Beda lho dunia kerja dengan kelas. Di sini anda bilang putaran mesin itu berapa derajat per sekon kita semua bisalah paham meskipun aneh. Tapi kalau di depan teknisi yang lebih senior di tempat kerja nanti kan mereka ya mikir,’Ini orang insinyur bener gak sih? Sebenernya dia ngerti gak sih?’ Yang lumrah, di lapangan itu putaran mesin satuannya ya RPM. Itu gampangnya, jadi besok saya bakal bawain part-part yang ada di motor bakar biar kalian bisa lihat langsung,” kata beliau pada kuliah sebelumnya.

                Saya pun jadi teringat tentang “perdebatan” tidak penting saya dengan seorang design engineer perusahaan pembuat Dump Truck waktu presentasi di kelas Perancangan. Dia bilang itu truk pakai hidrolik di steering axle dan driven axle-nya. Bukan hidroliknya yang saya bingung, tapi tentang axle-nya. Di kelas Elemen Mesin 1, pernah dibahas bahwa shaft (poros) dan axle(gandar) itu berbeda. Yang pertama meneruskan torsi dan yang kedua tidak. Gampangnya lihat bagian ban belakang mobil(yang berpenggerak di belakang lho ya) aja deh, nah itu adalah poros. Karena dia meneruskan putaran dari engine ke roda. Nah, kalo gandar itu contohnya di gerbong kereta lokomotif. Karena yang ditarik gerbongnya, maka si gandar yang nyambung ke roda hanya merasakan beban tekuk(bending) bukan torsi atau puntiran. Dan akhirnya setelah ngobrol dengan dosen ketika kelas selesai, saya baru sadar, ini hanya masalah istilah saja. Ternyata saya memperdebatkan sesuatu yang tak penting dan semakin terlihatlah keculunan saya. Mungkin inilah yang menjadikan mahasiswa teknik di ITB wajib untuk kerja praktek, yaitu untuk membiasakan kami terhadap kondisi lapangan.

                Kembali ke kuliah pagi tadi. Sesuai janjinya, beliau membawa bagian dari suatu motor bakar. Sebelumnya, izinkan saya berbagi sedikit ilmu. Motor bakar itu dibagi beberapa jenis. Berdasarkan konstruksi penggeraknya ada yang disebut motor torak dan motor rotary. Sedangkan dari jenis bahan bakarnya ada motor bensin, motor gas, dan motor diesel (solar itu merk, bukan nama jenis bahan bakar). Lalu, berdasarkan langkahnya ada motor 2 langkah dan 4 langkah. Untuk lebih jelasnya silahkan googling. Kemudian, beliau ambil keluar dari kardus itu piston, ECU, busi, ring piston, dan sebangsanya. Waktu megang ECU(Electronic Control Unit), beliau berkata,”Benda ini lebih pinter dek dari pemerintah”. Dengan wajah datar tanpa beban tentunya yang membuat kami terbahak-bahak.
Ini nih yang namanya ECU

                “Orang kok bilang premium itu bakal merusak mobil. Yang bener aja. Pabrik segedhe Toyo*a itu, masak iya mau bikin produk yang bakal rusak kalau diisi premium? Buruk sekali risetnya kalau begitu. Nah, benda ini(sambil ngangkat ECU) pinter. Dia tahu, kalau yang punya mobil ini miskin, pakai premium, dia mundurin pembakarannya sehingga terasa mobil tidak bertenaga. Kalau kaya, dia majuin sehingga mobil lebih powerfull. Jadi tidak ada korelasinya itu premium dan pertamax dengan kerusakan engine. Dulu saya pernah ditanya,’Pak, jika mesin diesel diisi minyak tanah apakah akan rusak?’ Ya saya jawab tidak, eh kecewa sekali itu orang yang tanya. ‘Tapi kan Pak, nanti rawan penyelewengan subsidi BBM’. Terus saya mikir, kalau bikin aturan mbok yang jelas. Kalau roti bakar saya isi combro salah nggak? Salah sih, tapi apa ya terus saya bakal mati?” Dan kami pun tertawa lagi. Maksudnya adalah beliau menyayangkan aturan yang dibuat dengan alasan yang tidak benar secara teknis.

                “Kalau mau melarang orang pakai pemium, bikin aja aturan yang tegas. Kasih hukuman. Saya sendiri pernah diundang dinas perhubungan untuk menganalisis kecelakaan di…(saya lupa beliau bilang apa hehe). Nah, ramai itu di rapatnya. Lalu, orang dishub marah-marah ke perusahaan ke pihak pembuat truk, katanya kok bikin kendaraan yang mampu membawa muatan melebihi bobot yang seharusnya. Tapi orang Indonesia memang konyol sih, truk 14 ton kok dimuatin 40 ton. Mumpung masih kuat digenjot semaksimalnya. Tapi ya saya juga senyam-senyum aja sama perkataan orang dishub itu sih hehe.” Saya juga ketawa, itu orang dishub yang bilang kenapa kendaraan gak langsung rusak waktu dapat muatan lebih mungkin gak pernah dapat pelajaran tentang apa itu safety factor kali yah aha. Engineers rule the world sih emang harusnya hahaha.

                Lalu beliau lanjutkan kuliahnya. Lebih mendalam ke bagian konstruksi dan sistem konversi energinya. Eh, tiba-tiba beliau cerita begini.

                “Anda semua di sini pasti sudah tahu tentang gila belanjanya seorang wanita. Ibu-ibu ini mungkin juga iya (sambil nunjuk 4 orang cewek—FYI, di angkatan saya ceweknya cuma 8—yang duduk di depan). Kayak istri saya, awalnya ngajak jalan ke BIP. Katanya mau jalan-jalan aja, gak ada rencana mau beli apa-apa. Tapi waktu sampai sana, lihat tulisan ‘sale’ di mana-mana mulai goyah imannya. Apalagi lihat tulisan Rp. 100.000,- dicoret dan dibawahnya ditulis Rp. 99.000,- Ya terpaksa jadi beli. Mumpung diskon katanya. Enggak dikasih duit ya malah main gesek kartu.” Sekali lagi kami tertawa, dan yang cewek juga ikut tertawa kok hahaha.

                “Tapi Anda-Anda yang bapak-bapak ini justru lebih parah. Udah deh, kalau udah menyangkut hobi berapa pun duit juga dibeli. Sekarang Anda mobil atau motor masih diberi orang tua, kurang terasa. Nanti, kalau sudah kerja, duit ada, terus bisa beli mobil rasanya itu istimewa sekali. Rasanya dunia ini hanya milik berdua: Anda dan mobil Anda. Tiap pagi dielus. Bahkan nanti itu anak sama istri itu bisa kalah sama mobil. MOBILKU SINGGASANAKU. Atau MOTORKU SINGGASANAKU. Kalau ada penjual spare part bilang,’Ini Pak, businya ada lapisan platinanya. Kabelnya yang ini ada lapisan emasnya. Ban-nya pakai yang tipis aja, biar rolling resistance-nya kecil.’ Pokoknya gelap itu mata kalau udah beginian. Gak peduli ban yang terlalu tipis bikin gak nyaman, yang penting gaya dan keren. Duit berapa pun dikeluarin. Percaya sama saya, laki-laki kalau sudah hobi itu bakal bikin istri geleng-geleng.”

                Hahaha, setidaknya ada satu pelajaran yang saya dapat hari ini:

“Wanita itu hobinya gila belanja. Sedangkan pria, jika sudah menyangkut hobi dia benar-benar jadi gila”

               

0 komentar:

Posting Komentar