Senin, 17 Februari 2014

Posted by Heri I. Wibowo | File under : , , , ,


Bismillah…

                Sepertinya sekarang saya akan punya(sekali lagi: sepertinya) minimal satu tulisan untuk tiap minggunya. Dan semoga tulisan jenis ini cukup bemanfaat.  Karena pada tulisan ini pada hakikatnya saya hanya mencatat apa yang terjadi, atau lebih tepatnya sekedar catatan saja. Tak ada andil saya di dalam materi tulisan kecuali sedikit. Juga tak ada maksud untuk mem-publish hal ini kecuali karena alasan antara saya dengan Rabb saya, kemudian agar kawan-kawan yang tidak berangkat tidak ketinggalan materi. Juga untuk antum semua yang berkenan mampir ke blog saya.

                Oke, cukup intronya. Sekarang masuk ke pembahasan. Seorang ikhwan yang baru datang bertanya,”Materinya tentang apa Ustadz?” Maka beliau pun menjawab,

“Tentang Ilmu”


Pembagian Ilmu

                Para ‘ulama membagi ilmu(biasanya ilmu syar’i) menjadi 2, yaitu ilmu pokok (ushul) dan ilmu cabang (furu’).  Ilmu pokok biasanya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan ‘aqidah sedangkan ilmu cabang sebagian besar berbicara tentang ‘ibadah dan mu’amalah. Namun tak mesti begitu, karena persoalan ‘aqidah pun ada yang termasuk ilmu furu’. Begitu pula ‘ibadah, ada yang merupakan ilmu ushul. Dalam persoalan ushul tak boleh ada ikhtilaf sedangkan dalam masalah cabang diperbolehkan. Di antara masalah ‘aqidah yang furu’ :

-Keyakinan tentang apakah ketika Rasul Isra Mi'raj itu ruhnya saja atau ruh dan jasadnya.

-Keyakinan tentang apakah mayit yang telah dikubur bisa mendengar pembicaraan orang hidup atau tidak.

Di antara masalah fiqih/’ibadah tapi ushul :

-Jumlah rakaat dalam shalat fardhu.

-Tempat dilaksanakannya ibadah haji. 

[OOT: Misal jika ada yang berpendapat Tuhan itu ada 3. Nah, pendapat ini sesat dan menyesatkan. Namun mengenai pendapat tentang do’a qunut dalam sholat, maka memang para ulama pun berbeda pendapat. Nah, jika mengenai perbedaan yang ini kita harus saling menghormati. Silahkan baca tentang ikhtilaf di sini. Inilah pentingnya menuntut ilmu, agar kita tak seenak jidat meneriakkan ini bid’ah itu bid’ah atau ini kafir itu sesat. Juga agar kita juga tak ragu untuk menyatakan syi’ah itu murtad]

                Namun ingat, tak sepatutnya kita memilah-milah ilmu. Apalagi memilah-milah amalan. Seperti jika ulama mengatakan sesuatu itu wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Karena pemilihan ini akan membuat kita mempunyai perasaan yang tak patut. Seperti misalnya,”Halah, toh cuma sunnah kok” Padahal, Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu pernah berkata,

Ilmu itu sedikit. Namun menjadi banyak karena manusia banyak yang jahil.


                Maksudnya, ilmu itu sebenarnya hanya cukup 2: Al-Qur’an dan As-Sunnah. Namun menjadi banyak karena manusia sekarang semakin bodoh. Seperti misal untuk mempelajari Al-Qur’an tentu perlu belajar bahasa arab, nahwu, sharaf, dan teman-temannya. Maka fix, jenis ilmu pun semakin banyak. Seperti kita jika ingin belajar termodinamika dari buku Pak Moran Shapiro, maka bahasa Inggris mutlak perlu tahu. Begitu pula ilmu matematika, fisika, dan kimia dasar. Atau lebih dasar lagi, kita harus bisa membaca. Jika buta huruf bagaimana antum akan mengerti persamaan berikut?




                Dan sekali lagi, sumber segala ilmu adalah Al-Qur’an. Baik itu ilmu syar’I maupun ilmu kauni. Karena nama lain dari Al-Qur’an sendiri adalah Ummul Kitab. Dan syari’at pun telah mengatur bahwa tidak semua orang mesti menjadi ‘ulama di bidang ilmu syar’I, sebagaimana tak semua orang mesti paham cara kerja dan meknisme pembuatan radial engine. Namun syari’at tetap mengatur bahwa setiap muslim wajib mengerti minimal tentang Rukun Islam dan Rukun Iman. Ingat, mengerti. Tak hanya hapal. Dan ini pun perlu belajar. Sebagaimana setiap orang juga wajib tahu caranya makan. Tak bisa terbayangkan jika seseorang sholat maghrib 3,5 rakaat seumur hidupnya sedang dia tak mau mencari tahu. Karena ketidaktahuan tentang sistem kerja motor bakar pada hukum asalnya tak akan membuat kita berdosa sedangkan ketidaktahuan pembatal syahadat akan menjadikan kita murtad.

“Manusia sangat berhajat pada ilmu lebih daripada hajat mereka pada makanan dan minuman, karena manusia berhajat pada makanan dan minuman sehari sekali atau dua kali akan tetapi manusia berhajat pada ilmu sebanyak bilangan nafasnya”.(Imam Ahmad bin Hambal)


                Dalam pandangan syar’I, tak peduli apa gelar atau pangkatnya dia akan dianggap bodoh jika bermaksiat kepada Allah. Dalilnya adalah

Yusuf berkata, “Wahai Tuhan-ku! Penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka. Jika aku tidak Engkau Hindarkan dari tipu daya mereka, niscaya aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentu aku termasuk orang yang bodoh.”(QS. Yusuf: 33)

Inti Ilmu              

                Dan demikian (pula) di antara manusia, makhluk bergerak yang bernyawa dan hewan-hewan ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. ** Sungguh, Allah Maha Perkasa, Maha Pengampun.(QS Fathir:28)
------------------------------------------------------------------
**Orang-orang yang mengetahui ilmu kebesaran dan kekuasaan Allah.



خشيةلا لعلم ا صلأ
Pokok dari ilmu adalah rasa takut”
Imam Ahmad bin Hanbal
  
                Ternyata inti dari segala ilmu yang kita pelajari ini semata-mata hanya agar kita semakin takut dan tunduk kepada Allah. Bahkan, ilmu kauni (ilmu alam atau eksak) itu jika diperdalam akan membuat kita semakin dekat kepada Allah, dan konsekuensinya, semakin membuat tunduk.

“Jika seseorang ingin beriman, maka cukup ia perhatikan dirinya. Wilayah yang hanya seluas ibu jari ini ternyata bisa menjadi special. Coba pikir, berapa milyar manusia namun sidik jari mereka tetap berbeda? (Maka saya berandai-andai, apakah benar ‘tak-hingga factorial’ itu ada?) Atau coba antum pikir, benda segede lidah ini, bisa merasakan berapa rasa? Dulu ada saudara tetangga ana kecelakaan, syaraf indra perasanya putus maka dia gak bisa merasakan lagi makanan(Para ikhwan bergidik, tapi saya malah makin tertarik. Sepertinya ada yang tak beres juga dengan saya -_-). Kalau kita kan beli makanan mahal itu karena sensasi rasanya kan? Kemudian, jika tak bisa merasakan lalu bagaiamana hidup antum? Jadi hemat kali ya?” sambung Ustadz Husni.
               
Dan ini ada sedikit copasan dari status Ustadz Fadhli:
Menuntut ilmu syar'iy merupakan pekerjaan yang mulia, bahkan ia adalah kewajiban bagi setiap muslim mukallaf. Namun, tidak semua para penuntut ilmu akan mendapatkan kebaikan, karena Rasulullah pernah bersabda :

مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُجَارِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ اللَّهُ النَّارَ

“Barangsiapa yang menuntut ilmu untuk mendebat orang yang bodoh atau menandingi para ulama’ atau untuk mencari perhatian manusia, maka Allah akan memasukkannya kedalam api neraka”.

[Shahiih, HR. Tirmidzi no. 2654 dari Ka’ab bin Malik]

Juga sabdanya yang lain :

مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ , لا يَتَعَلَّمُهُ إِلا لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Barangsiapa yang menuntut ilmu syar’iy yang semestinya ia lakukan untuk mencari Wajah Allah, namun ia tidak melakukannya melainkan hanya mencari keutungan duniawi, maka ia tidak akan mendapatkan harumnya aroma surga pada hari kiamat.

[Hasan Shahiih, HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Maajah, dan Ibnu Hibban]

Maka saudaraku, perhatikan kembali niat kita dalam menuntut ilmu. Semoga Allah memberikan kemudahan bagi orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalan-Nya. Aamiin.


Sekedar Transfer Ilmu?

                Sekarang, sering kita lihat ilmu hanyalah sebagai ajang gagah-gagahan. Ada yang sekedar ingin mendapat gelar, atau parahnya demi akhwat yang dikejar. Kalau begini, bagaimana bisa ilmu membuat kita semakin takut pada Allah?

                Meminjam kata ustadz, pendidikan pada zaman ini hanya transfer ilmu pengetahuan saja dari satu otak ke otak yang lain. Tak ada transfer kebijaksanaan. Seperti misalnya, pernahkah kita bertanya,”Pak Dosen sholat tidak?” Dalam ilmu kauni memang tak terlalu masalah, namun akan sangat bermasalah jika menyangkut ilmu dien. Karena tujuan ilmu dien—sekali lagi—semata-mata untuk menambah ketundukan kepada Allah.

                Sekarang, mari kita instropeksi diri. Katanya ingin berbagi ilmu syar’I, berda’wah, namun tak memiliki ruhiyah yang baik. Jika begini, tidakkah ilmu agama nantinya hanya mengendap sebagai ilmu pengetahuan alih-alih sebuah amalan keseharian?

“Orang yang tidak memiliki, dia tidak akan bisa memberi”
Pepatah Arab

Sekulerisme Pendidikan

Dan satu hal yang patut kita soroti, ternyata sekulerisme juga mencengkeram erat pendidikan. Bahkan seorang kawan saya pernah berkata,”Gue gak suka orang yang suka nyocokin ayat-ayat sama sebuah kejadian atau teknologi atau alam semesta. Biarin agama dengan ranahnya sendiri, dan sains dengan wilayahnya sendiri pula.” Wallahi, sakit hati saya melihat seorang kawan sudah tenggelam dalam racun sekulerisme.

                Dan bahkan kami sempat mendiskusikan sesuatu yang akhirnya membuat kami terpana. Kita sudah sekolah 12 tahun, namun apa yang kita dapat? Membaca, menulis, dan berhitung. Yang kesemuanya itu belum tentu berguna. Jika saya ingin menjadi seorang muslim yang ahli dibidang mechanical engineering, kenapa pula saya harus belajar bagian-bagian daun?

“12 tahun itu tidak sebentar. Sekarang antum merasa gimana? Bahasa Inggris juga gak fasih, apalagi Bahasa Arab. Kalau demikian, bukankah ini tandanya ada yang salah dengan sistem pendidikan yang ada. Sistem yang ada telah membatasi seseorang dengan potensi cemerlang untuk melejit karena harus mengikuti jenjang dan menunggu teman-temannya. Sistem pula yang membuat seseorang stress karena belajar sesuatu yang tidak wajib secara syar’I dan tidak menarik hati. Sekarang mari kita lihat shahabat. Usmah bin Zaid, pada waktu berusia 18 tahun ketika menjadi panglima perang yang memimpin para shahabat dalam proses penakhlukkan Persia. Kalau antum, sudah memimpin apa?” Dan kami pun hanya bisa tertunduk mendengarnya. Mau menjawab,”Pernah jadi ketua kelas ustadz” juga malah kelihatan makin cupu.

“Jadi dalam Islam itu tidak ada dikotomi antara usia dan pendidikan. Seperti kisah Umar dengan anak kecil yang menjadi juru bicara bagi kaumnya. Sehingga QS. Al Mujadilah ayat 11 benar-benar teraplikasikan dengan indahnya,” sambung ustadz.

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan Memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan Mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Teliti apa yang kamu kerjakan.(QS. Al-Mujadilah: 11)
Ibnu Mas’ud berkata: Orang mukmin yang berilmu memiliki tingkatan 700 derajat di atas orang mukmin. Jarak satu derajat dengan derajat lainnya sama dengan500 tahun perjalanan.

Saya jadi berpikir, Imam Syafi’I juga telah hapal Al-Qur’an pada usia 7 tahun. Namun apakah beliau kehilangan kebahagiaan dan kemampuan fisiknya? Oh tidak, beliau adalah ulama sekaligus pemanah dan penunggang kuda yang hebat. Beliau pun pernah merasakan malam-malam ribath. Jadi, jika anak-anak sekarang yang kutu buku biasanya lemah fisik itu tak ditemui dalam generasi awal Islam. Karena Islam itu adil, sehingga tak pernah membatasi kemampuan umatnya. Mereka yang memang berpotensi akan semakin cemerlang, dan yang kurang potensinya juga akan semakin merasa tertantang.

Sarana Ilmu

Dan Allah Mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia Memberimu pendengaran, penglihatan dan hati nurani, agar kamu bersyukur.(QS An-Nahl: 78)

Simpulan:
1.       Ilmu (syar’I) itu dibagi dua: Ushul & Furu’
2.       Pokok dari ilmu adalah untuk membuat semakin takut kepada Allah
3.       Ilmu Kauni seharusnya juga demikian
4.       Sekulerisasi pendidikan membuat umur terbuang sia-sia
5.       Tiga sarana lewatnya ilmu adalah telinga, mata, dan hati. Dan agar llmu mudah masuk, maka kebersihan tiga organ ini mutlak harus dijaga

Wallahu’alam…

0 komentar:

Posting Komentar