Wahai si ahli ibadah
dua tanah suci Makah dan Madinah
Andai engkau melihat
kami
Niscaya engaku
menyadari
Bahwa ibadahmu hanya
main-main tiada arti
Di pipimu butir
tangis air mata membasahi
Sementara leher kami
dilumuri dengan darah suci
Kudamu letih dalam
kebatilan
Sedang kuda kami
kelelahan di hari pertempuran
Aroma wangi
menyelimutimu
Adapun wewangian kami
Tombak-tombak dan
debu-debu perang yang lebih harum
Telah datang kepada
kami ucapan Nabi Mulia
Yang selalu benar
tiada pernah dusta
Bahwa letupan debu
dari telapak kuda fisabilillah
Mengalahkan api
neraka yang menyala-nyala
Inilah kitabullah
yang pasti benarnya
Dihadapan kita ia
bicara
Bahwa sang syahid itu
tidaklah mati
Ibadah, Belajar, dan Berjihad sumber: http://shoutussalam.com/2014/03/di-pinggiran-timur-aleppo-daulah-islam-iraq-dan-syam-menebarkan-kemakmuran-dan-rasa-aman/ |
Dikisahkan,
ketika perintah untuk berperang melawan Romawi
dikumandangkan, Ibnu Mubarak, seorang ahli hadits yang di kenal sangat zuhud
yang tengah mengajar murid-muridnya di Masjidil Haram segera keluar
meninggalkan majelis tersebut untuk mengambil hewan tunggangannya beserta
pedang dan baju besinya. Kemudian beliau langsung bertolak ke medan perang. Penduduk
kota Mekkah pun bertanya kepadanya, “Tetaplah engkau disini wahai Ibnu Mubarak,
bukankah banyak orang selainmu yang telah ikut berperang?”
Namun ia menjawab dengan membacakan
sebuah syair yang berbunyi :
Kebencian hidup dan
takut kepada Allah telah mengeluarkanku
Untuk menjual diriku
dengan yang tidak terukur nilainya
Aku telah menimbang
yang abadi dengan fana
Demi Allah ternyata
keduanya tidak sama
Tidak sampai di situ, ditengah-tengah
perang Abdullah bin Al-Mubarak menerima sepucuk surat dari Imam Fadhl Ibn Iyadh
rekan beliau yang juga mengajar di Masjidil Haram. Isinya sebagai berikut, “Wahai
Ibnu Mubarak, mengapa engkau keluar dari Masjidil Haram dan meninggalkan
mengajarkan ilmu? Maka beliau menulis surat balasan dengan syair yang
fenomenal dan bersejarah sebagaimana tertulis pada awal tulisan ini.
Demikianlah keutamaan seorang yang
berjihad. Bahkan, seorang ahli ilmu dan ahli ibadah pun tidak dapat
menyamainya.
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa seorang
sahabat Rasulullah melewati sebuah perkampungan, yang didalamnya terdapat
sumber mata air yang memancar. Mata air itu membuatnya takjub. Ia berkata,
“Seandainya aku menetap dan menyendiri disni.” “Tidak (aku tidak akan lakukan
ini) hingga aku bertanya pada Rasulullah.” Lanjutnya, lalu ia bertanya tentang
hal itu! Jawab Rasulullah,
“Sungguh seseorang
yang tetap berada di jalan Allah (jihad) jauh lebih baik dibanding amal ibadah
yang ia lakukan pada keluarganya selama 60 tahun (dalam riwayat lain dikatakan
70 tahun) Apakah engkau tidak ingin diampuni oleh Allah dan masuk ke dalam
surga? Berjhadlah di jalan Allah. Orang yang berperang di jalan Allah pasti
masuk surga
(HR
Ahmad dan Tirmidzi)
Kini bagaimanakah diri kita(atau
saya saja)? Disebut ahli ibadah saja sangat belum pantas, sedangkan tentang
ilmu kini sedang menuntutnya dengan tenaga yang seolah hanyalah sisa-sisa dan
terbatas. Dan berjihad pun belum bisa mendapatkan jalannya untuk diretas. Kemudian,
bagaimanakah diri kita?
0 komentar:
Posting Komentar