Waktu saya masih SD, SMP, dan
SMA buku tulis yang saya gunukan belumlah berbentuk binder. Namun buku tulis biasa dengan merk yang sudah sangat
familiar di bumi nusantara ini: S*nar D*nia. Nah, sekarang jika Anda tak
keberatan silahkan ambil buku tersebut, pegang dengan erat, dan mulai bersiap
akan tulisan saya hari ini.
Hal pertama yang perlu Anda
adalah membukanya, dan melihat kalimat-kalimat bijak yang ada di bawahnya. Pada
salah satu halaman (halaman kedua biasanya) akan tertulis:
sumber: http://triwahyudi.com/wp-content/uploads/experience-is-the-best-teacher-183x300.jpg |
Benarkah Seperti Itu?
Kalimat di atas semakin terasa
kebenarannya karena pada halaman berikutnya tertulis:
“You’ll never
know till you have tried”
Lalu saya
bertanya,”benarkah seperti itu?”
Saya mulai bisa mengendarai
sepeda motor ketika kelas 6 SD—dengan asistensi sepupu dan tanpa sepengetahuan
orang tua tentunya. Semua berjalan dengan baik, hingga pada suatu Hari Minggu ketika
saya kelas 1 SMP seperti biasa mendapat tugas untuk membeli koran di pinggir
jalan. Biasanya saya jalani ini sekalian dengan bersepeda pagi. Namun melihat
ada sepeda motor ibu saya terpakir di luar malah jadi pengen nyobain. Ya sudah,
sukses. Orang tua yang melihat saya sudah bisa mengendarai sepeda motor tersebut
akhirnya sedikit demi sedikit mulai membolehkan saya memakainya. Sampai di sini
kalimat “You’ll never know till you have tried” terasa kesaktiannya.
Hingga saat kelas 2 saya dipaksa
orang tua untuk ikut les Bahasa Inggris (inilah les terakhir yang saya ikuti,
eh sekarang malah kerja sambilan jadi guru les hehe). Karena les-nya malam
hari, saya diijinkan untuk selalu memakai sepeda motor. Lucunya, entah kenapa
saya dahulu begitu malas memakai helm padahal ibu sudah me-wanti-wanti. Mungkin takut wajah ganteng saya tidak kelihatan kali ya?
Nah, suatu malam hujan turun
dengan sangat lebat. Sudah di jalan, kepalang tanggung pula. Karena belum tahu
bahwa hujan itu membawa rahmat—dalam artinya yang paling harfiah, hingga Rasul
pernah sengaja hujan-hujanan demi mengambil berkahnya—dan doktrin dari orang
terdahulu jika hujan membuat pilek, saya pun seolah menjadi Stoner dengan
Ducati-nya. Padahal sepeda motor saya hanya 100 cc (belum punya yang 150 cc
hehe). Hingga pada suatu tikungan, seperti motornya Kak Stoner yang ada masalah
di belokan, begitu pula motor saya. Jika Kak Stoner gara-gara setingan
motornya, maka saya gara-gara setingan jalan(berpasir) dan otak(masih tolol
waktu itu). Jadilah saya terjatuh dengan keras—bahasa Semarangan-nya ngglangsar. Mesin sempat mati, dan
ketika sampai di rumah ternyata saya baru tahu bahwa dahi saya keluar kecapnya,
tentu dengan luka wajib di lutut, siku, dan bahu yang bahkan jaket saya sampai
sobek.
Ibu
saya sampai nangis melihatnya sedangkan bapak hanya bilang(dengan bahasa jawa
dan agak cengengesan),”Anak laki-laki kan? Gara-gara tingkah laku sendiri kan?
Kalau sampai nangis jangan pernah naik motor lagi ya.”
Dengan cengengesan juga saya
bilang,”Santai Pak hehehe…” Dan FYI, sepeda motor itulah yang kini menemani
saya menerjang jalanan kota Bandung. Sudah 14 tahun usianya hehe.
Nah, setelah itu saya jadi paham
manfaat ber-helm. Saya sungguh jarang untuk mengendarai sepeda motor tanpa helm—kecuali
waktu nebeng dadakan hehe. Di sini terlihat bahwa kata-kata Kaprodi saya lebih
tepat:
“Pengalaman
adalah guru yang paling kejam.
Karena ia
memberikan ujian terlebih dahulu sebelum memberikan pelajaran.”
Apakah Harus Selalu Dicoba?
Menurut Anda, baikkah jika kita
mengkonsumsi narkoba? Baik? Wah, ya sudah deh.
Ehm, begini saja deh. Andaikan Anda
belum pernah belum pernah memakainya dan berkata bahwa itu buruk, maka saya
tanyakan,”Darimana anda tahu?”
Tentu Anda tak perlu
menjawabnya. Hanya sekedar pertanyaan retoris saja kok. Jadi jika begitu
kalimat yang You’ll blablabla di atas
tidak benar dong? Ya, tidak benar.
Kenapa?
Saya pernah mendapat mendapatkan
kutipan sebagai berikut:
“Orang yang
bodoh adalah orang yang tidak mampu belajar dari pengalamannya.
Orang yang
cerdas adalah orang yang mampu belajar dari pengalamannya.
Orang yang bijak
adalah orang yang mampu belajar dari pengalaman orang lain.”
Namun memang ada hal-hal di
dunia ini yang sangat membutuhkan pengalaman. Salah satunya engineering. Anda tentu pernah menonton
video tentang jembatan yang diterpa angin lalu meliuk-liuk dan akhirnya ambrol
itu kan? Halah, yang di Amerika itu lho. Dalam perancangan jembatan itu, para
perancangnya telah menghitung bahwa jembatan itu kuat untuk dilewati kendaraan.
Jadi, secara scientific (saat itu) tak ada masalah dong? Namun, mereka
melupakan satu aspek penting: resonansi.
Resonansi terjadi ketika frekuensi sumber atau
gaya eksitasi (dari luar gampangnya) sama dengan frekuensi pribadi sistem
(dibawakan oleh rumus √(K/M) ). Misal frekuensi
pribadi Anda music dangdut, maka Anda tak akan bergoyang ketika mendengar music
metal—atau paling ngangguk-ngangguk sedikit. Namun ketika saya putarkan music dangdut
(sebagai gaya eksitasi, jika pada jembatan kalau tidak salah adalah frekuensi
angin), Anda pun menggila. Begitu pula mechanical
system. Agak OOT, susah banget lho ilmu tentang getaran ini apalagi jika
komponennya juga bergerak hehe.
Oleh karenanya pengalaman sangat
penting dibidang engineering. Bagaimana
penentuan safety factor untuk wire rope pada sistem katrol crane. Itu semua berdasarkan pengalaman.
Mungkin ada sainsnya sebenarnya, namun belum ditemukan karena belum ada
penelitiannya. Seperti tentang resonansi itu. Baru sangat terlihat gunanya
ketika ternyata frekuensi pribadi begitu penting. Jadi memang sains dan teknik
itu saling melengkapi.
“Engineering
adalah kombinasi dari Science dan pengalaman.
Karena tidak
semua masalah di dunia ini bisa diselesaikan dengan Science saja.”
-Pak
Zainal-
Intinya, ada hal-hal di dunia
ini yang cukup layak untuk kita rasakan—juga tanggung akibatnya. Tetapi ada
pula hal-hal lain yang cukup kita yakini—karena kita tidak siap untuk
menanggungnya. Oleh karenanya itu kenapa kita diberi otak sepaket dengan
logika, bukan hanya perasaan. Karena tidak semua hal harus kita rasakan untuk
kita pahami, melainkan ada pula hal-hal tertentu yang cukup kita pikirkan untuk
dapat memahaminya.
Bukan begitu kawan? ;)
0 komentar:
Posting Komentar