Pernah nonton film ‘Wreck-It
Ralph’ ? Kalau saya, pernah (terus gue harus bilang wiw gitu?). Haha, sabar
pak. Biar saya ceritakan ulang sedikit cerita yang ada di sana. Atau lebih
tepatnya, saya tidak ingin bercerita tentang si Ralph, melainkan si Felix
(bukan nama salah satu ustadz lho).
Felix dengan palunya. sumber: http://carboncostume.com/wordpress/wp-content/uploads/2013/02/Fix-It-Felix-Jr-pic-jpeg.jpg |
Seseorang yang hanya memiliki palu
akan memperlakukan setiap hal seperti
paku.
Ya, memang begitulah hakikat
manusia. Mereka memiliki seperangkat bakat atau kemampuan yang entah itu “pemberian”
semata atau hasil usaha yang nantinya akan berguna sebagai “alat” dalam
menyelesaikan setiap persoalan hidupnya. Sebagai contoh, seseorang yang hebat dalam
ilmu sains fisika tentu akan menyelesaikan sebagian besar hidupnya secara
saintifik. Sebagaiman seorang ahli sastra akan menyelesaikan masalah-masalah
hidunya seindah sajak(semoga bener hehe).
Nah, kini mari kita bicarakan
sesuatu. Baguskah seseorang yang ahli dengan palu—saja? Tentu! Mereka telah
menjadi spesialis bahkan seringkali mengaplikasikan ilmunya pada setip sendi
kehidupannya. Paradigma mereka demikian kokohnya. Namun alangkah baiknya jika
setelah mapan kemampuan memalunya, ia mulai belajar sedikit-sedikit tentang
memanah, menebas dengan pedang, atau mungkin sekedar menulis dengan pena.
Pelatih saya pernah berkata,”Kita
ini belajar silat bukan buat nantangin tiap orang yang ada di jalan. Tapi,
kalau ada seseorang yang mengganggu jalan kita dan kita gak suka serta setelah
negosiasi gagal setidaknya kita masih punya satu opsi: berantem.”
Mungkin biar saya perjelas
maksudnya. Katakanlah di jalan, ada dua anak alay yang ikutan geng motor nyegat
kita—na’udzubillah, hanya contoh saja. Dia dengan enaknya minta dompet kita,
padahal kenal juga kagak. “Siapa elu minta-minta duit, temen bukan adik juga
bukan”. Oleh karenanya mulai dibuka kotak “peralatannya”.
Kotak pertama yang kita buka
tentu kotak “agama”. Kita mulai membongkar ingatan tentang dalil menolak
memberikan harta pada dua kampret ini. Ternyata, ada kewajiban untuk mempertahankan
harta bahkan dijamin mati syahid jika mati dalam pelaksanaannya. Kemudian ambil
alat kedua, kotak logika. Taksir untung rugi jika kita menolaknya. Ini akan
terbantu jika kita memiliki alat yang bernama kemampuan membela diri. Dengannya
kalkulasi dapat dilakukan lebih matang. Kalau perlu dan punya, ambil kotak
pengetahuan anatomi tubuh. Jika tahu, kita dapat menyerang dengan dampak
minimal menyebabkan kecacatan. Dengan alat-alat yang ada, sekarang kita mampu
melakukan sesuatu yang lebih terukur dibandingkan orang lain yang hanya
memiliki JENIS peralatan lebih sedikit.
Tetapi ingat, jangan
bermain-main dengan alat yang kita miliki. Karena seperti bahaya yang akan
dialami jempol jika kita main-main dengan palu padahal belum ahli tentu aka
nada resiko yang sama pada “alat” yang kita punya. Maka, kalau belum ahli
beladiri ya usahakan berantem jadi opsi terkhir sebagaimana jika cupu dalam
agama lebih aman untuk bertanya kepada yang lebih tahu.
Dan inilah akhir tulisan saya
ini. Semoga ada yang bisa mengerti omongan ngacak saya malam ini hehehehe.
0 komentar:
Posting Komentar