Senin, 26 Mei 2014

Posted by Heri I. Wibowo | File under : , , ,


                Alhamdulillah, hari ini sudah di rumah. Namun bukan ini yang ingin saya bagi melainkan hasil obrolan saya dua hari yang lalu, Sabtu 24 Mei 2014.

                Saat itu merupakan hari di mana otak saya terasa menurun performanya. Logika terasa berkabut dengan hal-hal yang selama ini saya anggap terlalu sentimentil. Kalau sudah begini biasanya hal yang dilakukan adalah curhat sama teman. Tetapi jika saya memiliki cara yang lebih murah: lelahkan badan hingga tidak membuat panjang angan-angan.

                Jadilah sore itu saya ke Saraga (Sarana Olahraga Ganesha), beli tiket renang 3 ribu rupiah dan parkir seribu rupiah. Byuuuur! Segar! Sejam bolak-balik saya pikir cukup untuk sedikit melemaskan otot dan otak sehingga saya berencana ke sekre PD ITB buat meminjam sand sack sebagai pelampiasan. Eh, tak disangka ada orang pakai baju putih yang basah kuyup keringat lagi duduk membaca buku. Ya, itulah dia pelatih saya sedang refreshing dengan belajar teknik pedang.

                Kebetulan nih, bisa pinjam goloknya buat mainan hehe. Dan jadilah waktu itu saya privat teknik pedang, teknik harimau, dan serang hindar teknik harimau pula. Tepar? Pasti. Senang? Jelas. Puas? Ya! Galau? Gak jadi :P

                “Yaudah Her, kita fight yok!” kata beliau.

                “Wah, ampun Kang! Besok saya pulang nih haha,” kata saya. Serem juga fight sama ini orang meski cuma latihan dengan tangan yang sudah gemetar akibat main golok 1,3 kg dan nafas megap-megap akibat latihan teknik harimau.


                Kelar latihan dan sholat maghrib, ternyata hujan turun dengan lebat pun. Dan jadilah kami mengobrol. Sebuah obrolan yang syarat wawasan. Jauh dari obrolan galau nan tidak mutu karena beliau sudah bukan jomblo lagi hahaha. Beliau termasuk laki-laki yang menikah muda namun tidak pernah koar-koar atau share hal begituan di jejaring sosialnya.

                Oke, apa saja yang kami obrolkan?

Perang Yang Sesungguhnya

                Obrolan sebenarnya melompat tak beraturan kesana-kemari. Dari topic A ke C lanjut ke Z terus ke F dan kadang balik lagi ke C. Begitu seterusnya. Namun, untuk memudahkan pembaca demikian saya rangkum berdasarkan topiknya.

                Kami membahas mengenai perkembangan politik dunia. Dan hal ini bagi saya tentu bersinggungan dengan eskalasi militer yang terjadi, khususnya ASEAN dengan konflik Laut China Selatannya. Mulai dari perlombaan senjata, peluang Indonesia, Armada Ke-7 Amerika, hingga Kerja Praktek saya di PT Pindad.

                Namun pada suatu titik, percakapan berbelok dengan tajam…

                “Ada perang lain yang sebenarnya lebih dekat dengan kita. Sebuah perang yang memang harus dan lebih nyata untuk kita menangkan: sistem riba.”

Sistem Riba

                Sistem riba yang dimaksud di sini tidak hanya tentang bunga melainkan lebih luas dari itu. Bahkan uang kertas sendiri sebenarnya adalah manifestasi nyata dari sistem riba yang akan menghasilkan penyakit-penyakit turunan seperti inflasi dan utang berantai.

                Hal pertama yang beliau kritisi adalah pemeo bahwa seorang pengusaha itu harus punya hutang. Bahwa hutang (bagaikan) merupakan tanda majunya suatu usaha. Hingga suatu prestasi jika bank mampu menyalurkan kredit sebanyak mungkin. Padahal jika menengok ajaran agama Islam, bahkan terdapat suatu doa untuk berlindung pada hutang menurut suatu hadits. Hal ini menunjukkan bahwa hutang—yang bahkan tidak memakai riba—adalah suatu bahaya. Rasul demikian takut akan hutang. Apalagi jika utang itu berbunga dan manusia berlomba memperbanyak utangnya. Bukankah ada yang aneh?

                Menyambung tentang bisnis, beliau berkata bahwa pekerjaan yang paling berkah itu ada pada bisnis. Karena dengan berbisnis akan bisa membantu orang lain dengan menciptakan lapangan kerja. Selain itu, bisnis nantinya dapat diwariskan kepada anak cucu (yang ini kata salah satu Ustadz saya). Dan prinsip dari bisnis itu adalah saling untung, bukan satu untung satu rugi.

                Artinya, ketika transaksi terjadi—menurut Islam—kedua belah pihak harus ridha dan saling merasa beruntung. Pembeli mendapat barang/jasa yang diinginkan, penjual mendapat margin atas jerih payahnya. Dan syarat perdagangan dalam Islam setidaknya adalah adanya penjual, pembeli, akad, dan barang/jasa yang diperjualbelikan. Hal inilah yang berbeda dengan bisnis yang berlandaskan riba.

                “Contohnya apa Kang?”

                Asuransi. Ya, salah satu contohnya menurut beliau adalah asuransi. Karena tidak mungkin kedua belah pihak merasa diuntungkan. Artinya, jika saya kecelakaan maka saya yang diuntungkan karena saya membayar biaya perawatan lebih ringan dari seharusnya sedangkan pihak asuransi tentu rugi karena akan lebih besar dari premi. Sedangkan jika tidak terjadi apa-apa sebenarnya saya rugi karena saya membayar premi for nothing. Hal ini sangat mirip dengan judi. Dan sebenarnya jasa yang dibisniskan juga kurang jelas.

                Selain itu beliau juga mempertanyakan tentang pajak. Pajak merupakan bukti di mana negara tidak mampu mencukupi kebutuhan rakyatnya akibat privatisasi barang tambang. Padahal dalam Islam pajak tidak dikenal kecuali pada kondisi darurat, perang misalnya. Nah sekarang, pejabat yang bisa menarik pajak sebanyak mungkin dianggap berprestasi. Kalau demikian apa bedanya dengan preman pasar yang akan menjamin “keamanan” jika membayar retribusi. Bahkan sekarang sebagian masyarakat harus membayar dua kali, demi “keamanan” dan keamanan. Dan ingat, zakat berbeda dengan pajak karena sekarang umat Islam pun harus membayar keduanya bukan?

                Yang lebih aneh adalah jika gaji pegawai pemerintah dinaikkan dengan menarik uang pajak lebih tinggi. Kalian tentu paham di mana anehnya hehe.

Merubah Ciptaan

                Masih menurut beliau, ada hal yang harus diwaspadai yaitu tentang rekayasa genetika. Beliau mengambil dalil berikut:
dan pasti akan kusesatkan mereka, dan akan kubangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan akan kusuruh mereka memotong telinga-telinga binatang ternak, (lalu mereka benar-benar memotongnya),** dan akan aku suruh mereka mengubah ciptaan Allah, (lalu mereka benar-benar mengubahnya).” **Barangsiapa menjadikan setan sebagai pelindung selain Allah, maka sungguh, dia menderita kerugian yang nyata.
(QS. An-Nisa: 119)
------------------------------------------------------------------
**Menurut kepercayaan Arab Jahiliah, hewan-hewan yang akan dipersembahkan kepada patung-patung berhala, harus dipotong telinganya terlebih dahulu, dan binatang yang seperti ini tidak boleh dikendarai dan tidak boleh dipergunakan lagi, serta harus dilepas lagi
------------------------------------------------------------------
**Mengubah ciptaan Allah dapat berarti mengubah yang Diciptakan Allah seperti mengebiri binatang. Ada yang mengartikannya dengan mengubah agama Allah

Logika beliau, ayam pedaging itu pertumbuhannya sangat tidak wajar. Setiap hari hanya disuruh makan saja. Tentu ini membuat tubuhnya rentan terhadap penyakit sehingga harus disuntik dengan banyak antibiotic. Jika dimakan ada dua kemungkinan buruknya: Sel manusia ikut bermutasi sehingga tercipta kanker dan jadi timbunan obat-obatan.

                Dan buruknya lagi, pada tumbuhan maka perubahan genetika tidak hanya terjadi pada tumbuhan yang dihasilkan dari laboratorium karena penyerbukan juga akan merubah anak dari tumbuhan yang sebenarnya natural. Masalahnya—kata beliau—dirancang keturunan ketiga biasanya mandul sehingga petani terpaksa beli bibit ke pihak pembuat karena sudah dipatenkan. Kasian kan petani yang awalnya tak berniat beli bibit unggul tersebut?

                “Tapi kan Kang, tujuannya adalah untuk menutupi kebutuhan pangan yang terus meningkat? Jadi perlu direkayasa ayam yang cepet gendut, tanaman yang tahan hama, tanaman yang banyak buahnya?”

                “Saya balik bertanya, sebenarnya makanan yang tidak cukup atau distribusinya yang tidak adil?” jawab beliau dengan pertanyaan. Dan entah kenapa, saya cenderung setuju bahwa permasalahan pangan sekarang adalah ketidakadilan distribusi. Silahkan lihat Afrika.

                Namun ada sudut pandang lain. Karena malamnya saya ada halaqah, maka hal ini sempat saya tanyakan pada Ustadz. Beliau menjawab:

                “Jika itu demi kemashlahatan manusia dengan timbangan kejujuran dan keadilan secara komprehensif para ahli, maka hal tersebut tidak apa-apa dengan dalil bahwa segala hal yang ada di dunia ini untuk kemashlahatan manusia. Dan selama hal itu bukan tindakan dzalim atau pun merusak ciptaan Allah.”

Itulah dua hal terbesar yang kami bicarakan. Satu-satunya tulisan yang sempat saya buat di rumah nih, di tengah-tengah kesibukan mengurus SKCK karena banyaknya hari libur dalam seminggu itu haha.

0 komentar:

Posting Komentar