Dalam hiruk pikuk perjalanan,
tak ada yang lebih membantu dibanding seorang kawan. Setidaknya untuk tidur
bergantian, agar selalu terjaga barang bawaan. Ah, entahlah apa yang sebenarnya
kini kutuliskan. Mungkin sekedar sebuah catatan, dalam perjalanan menuju
perantauan. Dari tanah yang sudah sejak lama kuinginkan, merekam jejak kaki
yang kutorehkan. Dari sebuah provinsi
yang juga kerajaan. Karena meski Semarang dan Yogyakarta tidaklah berjauhan,
namun kesempatan belum dihadirkan.
Mata pun seakan sulit terpejam. Ketika
jendela menampilkan lukisan alam. Bahkan kehidupan orang-orang yang seolah
bergumam. Namun hei! Lihatlah kawanku yang kini telah memejam.
Kembali saja kuliskan kata-kata,
untuk sebuah cerita. Cerita kesenangan hati akan nikmat yang tiada tara. Kesehatan
dan kebebasan yang membuat merasa sungguh merdeka.
Merbabu dan Merapi, seolah tak
mau sendiri. Seakan ingin membuatku menyadari, bahwa lelaki sejati harus terus
mendaki. Merbabu, Merapi, atau pun kehidupan ini. Dan pasangan muda suami-istri
yang duduk di depan kami, di dalam kereta ekonomi ini. Mengingatkanku bahwa
jodoh, rezeki, dan mati telah selesai dirancang bahkan sebelum penciptaan
langit dan bumi. Lalu, kenapa
orang-orang suka galau sendiri? Atau lebih parah lagi, menjadikannya amal jama’i.
Ah, semua takdir ini. Bahkan perjalanan ini, sepulang menghadiri muktamar kedua
MPI.
Kembali saja, kuingin bercerita
tentangnya. Tentang alam yang kusuka sejak TK. Saat kehidupan dan kebahagiaan
begitu sederhana.
Lalu lihatlah ladang di sana. Penuh
keajaiban rezeki untuk negeri kita. Para petani yang bekerja dengan ikhlas dan
sederhana, tentunya sangat senang dengan sebuah sapa. Dan padi mungkin berdoa,
mereka tak ingin ada rekayasa genetika.
Lalu sungai tak lupa
mengingatkanku, bahwa ada cerita dan hikmah di balik airnya yang menelisik
sela-sela batu. Bahwa seringkali kita sungguh tak perlu, membuang tenaga dan
waktu. Hanya untuk terpaku, bahwa jalan cuma
satu. Padahal sungguh tidak begitu. Seperti kata ustadz kemarin malam Sabtu. Tentang
bagaimana menjual es krim di kutub utara supaya laku.
Bahkan saat kupikiran, rel
kereta pun memberikan pelajaran. Tak peduli bagaimana jalan kehidupan. Sesungguhnya
kita sedang mengarah pada satu tujuan. Tuhan…
0 komentar:
Posting Komentar