Sabtu, 15 November 2014

Posted by Heri I. Wibowo | File under : , ,
Sebelumnya, baca Part 1 dulu biar nyambung cuy hehehe...




1.       Konsumsi dan Produksi Minyak Nasional
Baik, berikut adalah data konsumsi minyak nasional:



Gini deh, kita main itungan bodoh-bodohan saja. Terlihat kan bahwa semakin tahun, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi konstan maka GAP antara konsumsi dan produksi defisitnya akan semakin besar. Jadi omong kosong jika negara kita ikut keanggotaan OPEC, karena sekarang Indonesia fix menjadi net importir!


“Perkembangan produksi dan pasokan minyak bumi selama 2000-2009 menunjukkan produksi minyak bumi (termasuk kondensat) Indonesia cenderung turun dari sekitar 517 juta barrel pada 2000 menjadi sekitar 346 juta barrel pada 2009 (Gambar 3.19). Penurunan produksi tersebut disebabkan sumur-sumur produksi minyak bumi di Indonesia umumnya sudah tua sementara produksi sumur baru relatif terbatas. Penemuan cadangan minyak yang ekonomis untuk diproduksi juga terbatas. Peningkatan kebutuhan BBM di dalam negeri dan penurunan produksi minyak bumi menyebabkan ekspor minyak bumi menurun, sebaliknya impor minyak bumi dan produk BBM sampai dengan 2009 cenderung meningkat. Impor minyak bumi dan BBM 2006 lebih rendah dibanding 2005 keungkinan disebabkan oleh kenaikan harga BBM hingga dua kali pada tahun 2005. Hal ini menyebabkan konsumsi BBM di dalam negeri pada 2006 menurun dan pada akhirnya kebutuhan impor minyak bumi juga turun.”
Sumber: Indonesia Energy Outlook: 2010. Pusat Data dan Informasi Energi Sumber Daya Mineral Kementerian ESDM.


Nah, bagaimana? Masih menganggap bahwa tidak logis jika Anggaran Negara megap-megap buat subsidi dengan alasan HANYA karena harga minyak dunia turun?

Think again! ;)

Emang Apa Akibat Jika Subsidi BBM Tetap Ada Seperti Sekarang?

                Yah, saya bukanlah seorang kapitalis yang setuju bahwa sebuah negara tidak layak memberi subsidi pada rakyatnya. Percayalah, saya menggenggam erat hadits berikut:

Didalam riwayat Abu Daud disebutkan telah menceritakan kepada kami Ali bin Al Ja’dan Al Lu`lui telah mengabarkan kepada kami Hariz bin Utsman dari Hibban bin Zaid Asy Syar’i dari seorang laki-laki Qarn. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Isa bin Yunus telah menceritakan kepada kami Hariz bin Utsman telah menceritakan kepada kami Abu Khidasy dan ini adalah lafazh Ali, dari seorang laki-laki Muhajirin sahabat Nabi saw, ia berkata, "Aku pernah berperang bersama Nabi saw tiga kali, aku mendengar beliau bersabda: "Orang-orang Muslim bersekutu dalam hal rumput, air dan api."(Baca takhrij ringannya di sini: http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/kesahihan-hadist-manusia-berserikat-dengan-air.htm#.VGc2dMmyH1U )

                Ya, saya sepakat bahwa orang miskin itu harus disubsidi dan dibantu negara. Hanya otak-otak kapitalis kawan iblislah yang mengatakan bahwa subsidi menghambat kemajuan suatu bangsa. Namun, sayangnya orang-orang kita itu pinter sekali. Pinter sekali dalam mengambil keuntungan atas yang bukan haknya.

                Ketika terjadi penjomplangan harga minyak dalam dan luar negeri, maka manusia-manusia super kreatif saudara sebangsa dan setanah air kita justru punya ide,”BBM bersubsidi diekspor saja!” Ya, mereka menjadi eksportir haram alias penyelundup BBM. Bahkan seringkali para pemilik kapal besar itu pergi ke laut bukan buat cari ikan, tapi buat jual BBM di tengah laut.

                Selain itu, seringkali kita lihat mobil-mobil mewah justru beli BBM bersubsidi. Bahkan mobil pelat merah! -___________-

                Dan satu hal yang aneh adalah saat harga rokok naik, tak ada yang demo dan orang masih saja setia membeli rokok yang sebungkusnya lebih mahal daripada sekilo beras yang saya konsumsi. Tapi begitu BBM naik, udah, mulai demo di mana-mana. Yah, memang sih itu sarkasme dan kondisi ekstrim saja. Karena rokok bagaimana pun tidak akan mempengaruhi harga sepiring nasi goreng secara signifikan.
                Lihat, apa kita rela jika anggaran megap-megap justru untuk membuat orang kaya merasa mudah buat-buang BBM dengan mobil ber-cc besar dan dikendarai seorang diri saja? (baca terus ya, ada penjelasannya di bawah).

Lah Elu Bacot Doang, Ada Solusi Kagak Lu?

                Maaf, saya tak punya solusinya. Karena saya cuma punya ide, dan belum mampu menjadikannya hasil nyata. Ide saya sebagai berikut.

1.       Kenapa Pakai Minyak?

Ya, kita bukanlah negara timur tengah yang (katanya) harga seliter air mineral lebih mahal daripada harga seliter BBM. Kita juga bukan Amerika Serikat sang pemilik dollar dan bisa main serang seenaknya ke negara penghasil minyak dunia. Kita adalah Indonesia, yang kaya Gas Alam namun malah diekspor dengan harga murah ke luar negeri dan menjadikan BBM sebagai tumpuan energy meskipun harganya mahal. Yah, kita adalah negara hebat itu. Negara super kaya yang diurus secara out of the box!

Kenapa kita tidak menjadikan Gas Alam sebagai tumpuan energy? Atau batubara (yah, meski batubara kita kandungan kalorinya rendah sih)? Kenapa dua komoditas ini justru dijual ke luar negeri dengan kontrak bertahun-tahun dan harga murah sedangkan PLN harus megap-megap karena tak ada duit untuk beli bahan bakar diesel(solar)? Lalu, bukankah kita memiliki potensi bio-fuel yang melimpah? Kenapa tidak mau seperti Brazil yang yang sukses mengekspor bahan bakar nabati? Dan kenapa kita tidak mencoba memakai tenaga nuklir? Kenapa kita seolah begitu bergantung, atau dibuat seolah bergantung, pada minyak yang itu harus kita impor dari negeri padang pasir di sana? Seperti pemuda-pemuda galau yang pikirannya nikah mulu itu, seolah tanpa nikah tak akan ada khilafah (oke, ini lebay). Ada apa ini sebenarnya?

Ya, itu adalah solusi yang saya tawarkan. Stop pemakaian BBM ketika bisa diganti dengan BBG. Memang, akan ada investasi yang sangat besar dalam program konversi itu. Tapi, mau kita dikadalin dollar terus?


2.       Menaikkan Harga Bukan Solusi Terbaik, Akan Ada Inflasi!

Yap, patut diingat aka nada pengkadalan kedua. Mau setuju atau tidak, inflasi juga akan memberatkan negara. Inflasi terjadi karena uang tidak memiliki nilai riil. Dia hanya kertas bertuliskan angka yang bisa—ajaibnya—ditukar dengan beras dan wanita (uups).

Maka, ‘kebijakan’ yang hanya menaikkan harga BBM bukanlah suatu langkah yang cerdas. Karena itu logika yang para pedagang rokok di pinggir jalan pun paham. Belinya naik, maka jualnya juga naik. Tapi kan ini negara. Tidak sesederhana itu.

Saya punya ide untuk entah bagaimana caranya, mengubah sistem perdagangan sekarang yang tidak adil ini. Harus ada perubahan. Bahkan kadang berpikir sistem barter itu lebih adil. Atau boleh juga dengan emas. Tapi mau bikin uang emas dan perak gimana, wong gunung emas kita sudah dikontrak Freeport :’)

3.       Transportasi Massal

Ini susah juga cuy. Sering saya melihat mereka yang naik mobil padahal sendiri. Udah gitu naiknya Toyota Fortuner yang lebarnya gak kira-kira, lewat jalanan Kota Bandung yang sempit, bikin macet, dan yang nyetir mbak-mbak. Sudah, bakal bikin macet yang gitu-gitu.

Maka diperlukan suatu transportasi massal yang nyaman, dan akomodatif pada masyarakat. Justru di sinilah seharusnya subsidi (untuk awalnya) diberikan. Jangan malah dijadiin program bagi-bagi duit gratis ke masyarakat.

4.       Jangan Naikkan Gaji Pejabat atau Pegawai Negara Jika Tak Mau Rakyat Tambah Marah!

Saya sebagai seorang anak dari seorang Bapak yang wiraswasta kecil-kecilan, seringkali muak melihat ketika gaji orang-orang “di sana” naik tiap tahun. Bahkan naik tiap harga BBM naik. Lah, enak kali. Di saat saya juga ikut Bapak pusing—setiap langkah perekonomian besar dalam keluarga, Bapak sudah mengajak saya memikirkan bagaimana mengelolanya sejak usia 17 tahun—bagaimana enaknya melakukan usaha kami. Menaikkan harga, takut pelanggan pergi. Tetap dengan segitu, alamat uang saku dipotong. Dilemma cuy!

Lalu bapak-bapak di atas sana dengan enaknya berkata bahwa gajinya kurang. Karena dibanding CEO-CEO perusahaan oil and gas kalah jauh. Ya jelas kalah jauh, wong yang di oil and gas itu taruhannya nyawa. Sedangkan “kalian” cuma berantem di gedung hijau untuk urusan bikin undang-undang yang mbulet itu. Demi kepentingan kelompok kalian saja. Apalagi urusan rebutan kepemimpinan lembaga, “kalian” bikin  susunan lembaga tandingan. Yuck, childish!

Yah, kira-kira itulah sekelumit pemikiran ngawur saya tentang kenaikan harga BBM esok hari :)

Sumber inspirasi menulis: Diskusi di Kelas “Perancangan dan Konstruksi Perpipaan” dengan Dr. Ir. IGN Wiratmaja Puja, Msc.


0 komentar:

Posting Komentar