Sebelumnya, baca Part 1 dulu biar nyambung cuy hehehe...
1.
Konsumsi
dan Produksi Minyak Nasional
Baik, berikut
adalah data konsumsi minyak nasional:
Gini deh, kita
main itungan bodoh-bodohan saja. Terlihat kan bahwa semakin tahun, dengan
asumsi pertumbuhan ekonomi konstan maka GAP antara konsumsi dan produksi
defisitnya akan semakin besar. Jadi omong kosong jika negara kita ikut
keanggotaan OPEC, karena sekarang Indonesia fix menjadi net importir!
“Perkembangan produksi dan pasokan minyak bumi selama 2000-2009
menunjukkan produksi minyak bumi (termasuk kondensat) Indonesia cenderung turun
dari sekitar 517 juta barrel pada 2000 menjadi sekitar 346 juta barrel pada 2009
(Gambar 3.19). Penurunan produksi tersebut disebabkan sumur-sumur produksi minyak
bumi di Indonesia umumnya sudah tua sementara produksi sumur baru relatif
terbatas. Penemuan cadangan minyak yang ekonomis untuk diproduksi juga
terbatas. Peningkatan kebutuhan BBM di dalam negeri dan penurunan produksi
minyak bumi menyebabkan ekspor minyak bumi menurun, sebaliknya impor minyak
bumi dan produk BBM sampai dengan 2009 cenderung meningkat. Impor minyak bumi
dan BBM 2006 lebih rendah dibanding 2005 keungkinan disebabkan oleh kenaikan
harga BBM hingga dua kali pada tahun 2005. Hal ini menyebabkan konsumsi BBM di
dalam negeri pada 2006 menurun dan pada akhirnya kebutuhan impor minyak bumi
juga turun.”
Sumber: Indonesia Energy Outlook:
2010. Pusat Data dan Informasi Energi Sumber Daya Mineral Kementerian ESDM.
Atau baca yang di
sini juga deh Bro: http://energitoday.com/2014/10/13/produksi-migas-nasional-menurun-konsumsi-bbm-terus-naik/
Nah, bagaimana?
Masih menganggap bahwa tidak logis jika Anggaran Negara megap-megap buat
subsidi dengan alasan HANYA karena
harga minyak dunia turun?
Think again! ;)
Emang Apa Akibat Jika Subsidi BBM Tetap Ada Seperti Sekarang?
Yah, saya
bukanlah seorang kapitalis yang setuju bahwa sebuah negara tidak layak memberi
subsidi pada rakyatnya. Percayalah, saya menggenggam erat hadits berikut:
Didalam riwayat Abu Daud disebutkan telah menceritakan kepada kami Ali
bin Al Ja’dan Al Lu`lui telah mengabarkan kepada kami Hariz bin Utsman dari
Hibban bin Zaid Asy Syar’i dari seorang laki-laki Qarn. (dalam jalur lain
disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada
kami Isa bin Yunus telah menceritakan kepada kami Hariz bin Utsman telah
menceritakan kepada kami Abu Khidasy dan ini adalah lafazh Ali, dari seorang
laki-laki Muhajirin sahabat Nabi saw, ia berkata, "Aku pernah berperang
bersama Nabi saw tiga kali, aku mendengar beliau bersabda: "Orang-orang
Muslim bersekutu dalam hal rumput, air dan api."(Baca takhrij
ringannya di sini: http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/kesahihan-hadist-manusia-berserikat-dengan-air.htm#.VGc2dMmyH1U
)
Ya,
saya sepakat bahwa orang miskin itu harus disubsidi dan dibantu negara. Hanya
otak-otak kapitalis kawan iblislah yang mengatakan bahwa subsidi menghambat
kemajuan suatu bangsa. Namun, sayangnya orang-orang kita itu pinter sekali.
Pinter sekali dalam mengambil keuntungan atas yang bukan haknya.
Ketika
terjadi penjomplangan harga minyak dalam dan luar negeri, maka manusia-manusia
super kreatif saudara sebangsa dan setanah air kita justru punya ide,”BBM
bersubsidi diekspor saja!” Ya, mereka menjadi eksportir haram alias penyelundup
BBM. Bahkan seringkali para pemilik kapal besar itu pergi ke laut bukan buat
cari ikan, tapi buat jual BBM di tengah laut.
Selain
itu, seringkali kita lihat mobil-mobil mewah justru beli BBM bersubsidi. Bahkan
mobil pelat merah! -___________-
Dan
satu hal yang aneh adalah saat harga rokok naik, tak ada yang demo dan orang
masih saja setia membeli rokok yang sebungkusnya lebih mahal daripada sekilo
beras yang saya konsumsi. Tapi begitu BBM naik, udah, mulai demo di mana-mana.
Yah, memang sih itu sarkasme dan kondisi ekstrim saja. Karena rokok bagaimana
pun tidak akan mempengaruhi harga sepiring nasi goreng secara signifikan.
Lihat,
apa kita rela jika anggaran megap-megap justru untuk membuat orang kaya merasa
mudah buat-buang BBM dengan mobil ber-cc besar dan dikendarai seorang diri
saja? (baca terus ya, ada penjelasannya di bawah).
Lah Elu Bacot Doang, Ada Solusi Kagak Lu?
Maaf,
saya tak punya solusinya. Karena saya cuma punya ide, dan belum mampu
menjadikannya hasil nyata. Ide saya sebagai berikut.
1. Kenapa
Pakai Minyak?
Ya, kita bukanlah
negara timur tengah yang (katanya) harga seliter air mineral lebih mahal
daripada harga seliter BBM. Kita juga bukan Amerika Serikat sang pemilik dollar
dan bisa main serang seenaknya ke negara penghasil minyak dunia. Kita adalah
Indonesia, yang kaya Gas Alam namun malah diekspor
dengan harga murah ke luar negeri dan menjadikan BBM sebagai tumpuan energy
meskipun harganya mahal. Yah, kita adalah negara hebat itu. Negara super kaya
yang diurus secara out of the box!
Kenapa kita tidak
menjadikan Gas Alam sebagai tumpuan energy? Atau batubara (yah, meski batubara
kita kandungan kalorinya rendah sih)? Kenapa dua komoditas ini justru dijual ke
luar negeri dengan kontrak bertahun-tahun dan harga murah sedangkan PLN harus
megap-megap karena tak ada duit untuk beli bahan bakar diesel(solar)? Lalu,
bukankah kita memiliki potensi bio-fuel yang melimpah? Kenapa tidak mau seperti
Brazil yang yang sukses mengekspor bahan bakar nabati? Dan kenapa kita tidak
mencoba memakai tenaga nuklir? Kenapa kita seolah begitu bergantung, atau
dibuat seolah bergantung, pada minyak yang itu harus kita impor dari negeri
padang pasir di sana? Seperti pemuda-pemuda galau yang pikirannya nikah mulu
itu, seolah tanpa nikah tak akan ada khilafah (oke, ini lebay). Ada apa ini
sebenarnya?
Ya, itu adalah
solusi yang saya tawarkan. Stop pemakaian BBM ketika bisa diganti dengan BBG. Memang,
akan ada investasi yang sangat besar dalam program konversi itu. Tapi, mau kita
dikadalin dollar terus?
2. Menaikkan
Harga Bukan Solusi Terbaik, Akan Ada Inflasi!
Yap, patut diingat
aka nada pengkadalan kedua. Mau setuju atau tidak, inflasi juga akan memberatkan
negara. Inflasi terjadi karena uang tidak memiliki nilai riil. Dia hanya kertas
bertuliskan angka yang bisa—ajaibnya—ditukar dengan beras dan wanita (uups).
Maka, ‘kebijakan’ yang
hanya menaikkan harga BBM bukanlah
suatu langkah yang cerdas. Karena itu logika yang para pedagang rokok di pinggir
jalan pun paham. Belinya naik, maka jualnya juga naik. Tapi kan ini negara. Tidak
sesederhana itu.
Saya punya ide
untuk entah bagaimana caranya, mengubah sistem perdagangan sekarang yang tidak
adil ini. Harus ada perubahan. Bahkan kadang berpikir sistem barter itu lebih
adil. Atau boleh juga dengan emas. Tapi mau bikin uang emas dan perak gimana,
wong gunung emas kita sudah dikontrak Freeport :’)
3. Transportasi
Massal
Ini susah juga
cuy. Sering saya melihat mereka yang naik mobil padahal sendiri. Udah gitu
naiknya Toyota Fortuner yang lebarnya gak kira-kira, lewat jalanan Kota Bandung
yang sempit, bikin macet, dan yang nyetir mbak-mbak. Sudah, bakal bikin macet
yang gitu-gitu.
Maka diperlukan
suatu transportasi massal yang nyaman, dan akomodatif pada masyarakat. Justru
di sinilah seharusnya subsidi (untuk awalnya) diberikan. Jangan malah dijadiin
program bagi-bagi duit gratis ke masyarakat.
4. Jangan
Naikkan Gaji Pejabat atau Pegawai Negara Jika Tak Mau Rakyat Tambah Marah!
Saya sebagai
seorang anak dari seorang Bapak yang wiraswasta kecil-kecilan, seringkali muak
melihat ketika gaji orang-orang “di sana” naik tiap tahun. Bahkan naik tiap
harga BBM naik. Lah, enak kali. Di saat saya juga ikut Bapak pusing—setiap
langkah perekonomian besar dalam keluarga, Bapak sudah mengajak saya memikirkan
bagaimana mengelolanya sejak usia 17 tahun—bagaimana enaknya melakukan usaha
kami. Menaikkan harga, takut pelanggan pergi. Tetap dengan segitu, alamat uang
saku dipotong. Dilemma cuy!
Lalu bapak-bapak
di atas sana dengan enaknya berkata bahwa gajinya kurang. Karena dibanding
CEO-CEO perusahaan oil and gas kalah jauh. Ya jelas kalah jauh, wong yang di
oil and gas itu taruhannya nyawa. Sedangkan “kalian” cuma berantem di gedung
hijau untuk urusan bikin undang-undang yang mbulet itu. Demi kepentingan
kelompok kalian saja. Apalagi urusan rebutan kepemimpinan lembaga, “kalian”
bikin susunan lembaga tandingan. Yuck, childish!
Yah, kira-kira
itulah sekelumit pemikiran ngawur saya tentang kenaikan harga BBM esok hari :)
Sumber inspirasi
menulis: Diskusi di Kelas “Perancangan dan Konstruksi Perpipaan” dengan Dr. Ir.
IGN Wiratmaja Puja, Msc.
Siapa beliau? Baca
di sini http://apcngi.org/wiratmaja-puja-indonesia-bisa-adopsi-kebijakan-thailand-soal-bbg/
0 komentar:
Posting Komentar