Kamis, 05 April 2012

Posted by Heri I. Wibowo | File under :

            Aku, sampai saat ini, kalau dihitung dengan sesuatu yang kau anggap tahun, aku sudah 18 tahun hidup. Lebih 11 bulan tepatnya haha. Dan jujur aku masih memandang hidupku dari sudut pandangku. Sekali lagi, hanya dari sudut pandangku. Baiklah, inilah ceritaku tentang hidup, sebatas yang aku tahu.
            Dalam hidup, kita pasti tidak mungkin senang terus atau sedih terus. Itu satu fakta yang harus kita pelajari dan kita terima. Jika kau tidak mau menerimanya, terserah. Mungkin kau tipikal seorang yang over-ceria atau over-melankolik (memang ada ya? hehe).
Lupakan. Kembali pada pokok pembicaraan kita. Senang, sebenarnya apa sih itu senang? Mungkin dia sejenis dengan ceria, bahagia, riang, gembira dan lainnya. Hanya kadar dan situasi sajalah yang menurutku menentukan namanya. Setuju? Nah, senang ini biasanya kita dapat saat dipuji orang,diberi hadiah, dapat sms dari pacar, atau bahkan hanya karena kita tidak telambat masuk kuliah. Berarti, kalau begitu jalan buat senang itu banyak ya? Oke, kita potong dulu sampai disini.
            Sekarang aku mau membahas tentang sedih. Sedih, susah, gundah, galau,suwung, adalah negasi dari senang. Sesuatu yang biasanya malas kita terima keberadaannya. Atau parahnya lagi, hanya pada situasi ini seseorang mengingat Tuhannya. Ah, suram deh kalau yang ini. Tapi gak apa-apalah daripada selalu lupa pada-Nya. Jadi, sedih adalah sesuatu yang bikin hati tidak enak, dan sebagian besar orang tak mau menerimanya? Tepatkah ini? Menurutku, TIDAK!!!!
            Lho, kenapa? Coba deh bayangkan, hidup kamu isinya senang terus. Terus, terus terus dan selamanya terus bahagia. Bahasa dongengnya, happily ever after. Lalu di sini akan dikenal satu emosi lagi, yaitu bosan. Bosan? Gak deh, kan seneng terus bos! Halah, coba deh kamu bayangkan, seminggu aja. Full seminggu kamu makan makanan yang sama, yang paling enak deh menurutmu. Ha! Kebayang kan?
            Oh ya, aku hampir saja lupa. Pembahasan konyol kita ini aku batasi hanya pada kehidupan dunia lo. Dan kalau aku persempit, sebenarnya ini adalah sudut pandangku selama 18 tahun ini hehehe. Sampai di mana tadi, ah ya, bosan. Ini, aku kasih satu quote buat kamu ya. Aku dapat ini dari bukunya Fahd Djibran,” hidup ini berdiri di atas dua kaki. Yang satu adalah kebahagian dan satu lagi adalah kesedihan. Jadi, kenapa kau biarkan dirimu pincang dalam menjalani hidup ini?”. Dalam Al-Qur’an Allah juga Berfirman kan? Bahwa kejayaan itu dipergilirkan di antara manusia? Jadi kita sungguh-sungguh menyalahi kodrat kalau cuma pengen seneng terus atau konyolnya, sedih terus. Eh, emang ada ya orang yang pengen sedih terus? Jawabnya, ADA! Contoh gampangnya aja nih. Orang yang enggan bersyukur. Tahu kan maksudku?
            Hmm, kalau begitu kita harus gimana dong? Menurutku ya, berdasar pengetahuan dan pengalaman hidupku, ternyata hidup ini lebih seru jika bahagia dan gundah, luka dan sembuh, sesal dan penerimaan, mendapat dan kehilangan, berhasil dan gagal, semuanya pernah kita rasakan. Memang, kadang ada perih yang begitu menyesak di dada, hingga semua air mata terasa akan tumpah. Tapi, bukankah hanya dengan begitu kita bisa merasakan bagaimana nikmatnya kebahagian? Tangis adalah sesuatu yang mengenalkan kita pada tawa sebagaimana sesal pada penerimaan. Bayangkan, kalau di dunia tidak ada kejahatan, bagaimana kita dapat mengetahui yang kebaikan? Dan Allah pun telah memberikan pada kita pilihan untuk beriman atau kafir. Baik atau jahat. Menurut perkataan seseorang, manusia bisa lebih buruk dari setan namun sebaliknya, dia bisa menjadi lebih baik dari malaikat. Inilah kenapa manusia disebut sebagai makhluk yang paling sempurna, yang dipilih oleh-Nya untuk memimpin di bumi. Pada dasarnya, kita ada di tengah-tengah dua kutub itu. Tergantung pada kita untuk condong pada kebaikan atau pada keburukan.
            Dan, sebenarnya tidak masalah kalau sekali-kali kita terpeleset ke bagian kiri. Mana ada sih orang yang suci dari dosa? Boleh saja kok menurutku kita berlaku sedikit jahat, dan itu sebabnya Tuhan memberikan media taubat. Tidak mungkin Dia menciptakan sesuatu yang sia-sia. Dan ini juga berlaku jika kadang kau terjerebab dalam jurang penyesalan dan penderitaan. Itu sesungguhnya adalah media Tuhan mengingatkanmu akan apa itu kebahagiaan, ketentraman dan mungkin apa itu berdoa. Begitu juga saat senang, waspadalah, jangan berlebihan, agar kau tetap ingat masa-masa sedihmu, dan sekali lagi apa itu berdoa.
Namun ingat! Sungguh tidak sehat kalau kau hanya memikirkan tentang kesenangan, apalagi deritamu. Coba deh tanya setiap orang di dunia ini. Baik yang wajahnya cantik, jelek, ceria, serius dan yang suram. Tanya mereka satu-satu! Pasti semua punya masalah. Tapi penyikapan mereka atas masalah itulah yang membuat setiap orang berbeda. Aku pun pernah berlaku sangat tolol, karena alih-alih mencari solusi atas setiap masalah, aku justru  mencari kekurangan dari setiap hal. Mencacatnya. Tetapi kemudian aku bangkit, dengan saran dari teman-temanku, doa orang-orang yang menyayangiku, motivasi dari dalam diriku dan yang paling penting, rahmat Tuhanku. It’s ok, berlaku jujurlah. Aku contohnya. Hal-hal itu bukan untuk ku ingat-ingat terus apalagi ku sesali, menjadi beban hidupku. Benar memang pengalaman itu guru yang berharga. Biasanya kalian sembunyi di balik kata-kata ini untuk mencari pembenaran atas rasa sakit yang terus kalian ingat dan sandang itu bukan? Hmm, aku beritahu ya apa bedanya pengalaman dan ingatan. Pengalaman itu lebih dekat dengan kenangan, biasanya kita tak tahu detilnya hanya tahu bagaimana perasaan kita tentang peristiwa itu. Sedangkan ingatan adalah segala hal yang memang kalian ingat-ingat, seperti rumus-rumus kimia yang bikin aku pusing itu tuh hehehe.
Well, ingatan itu lebih mudah kita kontrol. Yang bikin masalah biasanya kenangan. Memang benar kenangan akan rasa sakit itu ada agar kita tidak jatuh dalam lembah yang sama, tapi cukup ambil seperlunya. Jangan sampai kenangan buruk kalian ambil sedemikian banyaknya, sampai-sampai di kepala kalian yang ada hanya penyesalan demi penyesalan. Ayo, bangkit! Masa depan masih terbentang! Bangkit! Kalau aku saja bisa, kalian pasti juga bisa!
            Buang saja semua serpihan penderitaan yang memang tak bisa kita rubah lagi. Terima semuanya. Apalah yang bisa kita lakukan? Kalau kita sudah melakukan sesuatu, ya berarti memang itulah takdir kita. Lempar kata “jika aku begini, pasti jadinya tidak begitu”. Buang! Buang kata-kata yang sejenis! Delete dari dalam jiwamu! Hidup ini telalu pendek untuk sekedar memikirkan apa yang tidak kita punya. Lihat saja apa yang kau miliki alih-alih milik orang lain.
            Ok, ambil nafas sejenak. Dari tadi tulisan ini dipenuhi sama tanda seru ya? Hehehe, maaf-maaf. Aku cuma terlalu bersemangat atas apa yang ingin aku bagi pada kalian. Dan, kita kembali lagi menuju tentang banyaknya hal yang seharusnya kita syukuri. Setiap hela nafas, itu pun wajib disyukuri meski kita sering lupa. Bayangin deh, gimana kalau satu menit saja, setelah kita menghembuskan nafas,kita gak bisa tarik nafas lagi. Kebayang kan? Jadi, mari, kita syukuri hidup ini. Setiap masalah yang ada dalam hidup itu hanya warna-warna gelap yang kan menegaskan warna-warna cerah di sekitarnya. Sebab, pada akhirnya kita tahu bahwa pedih dan luka hanyalah jalan menuju keteguhan, kesabaran, dan keberanian(Fahd Djibran).
            Sekarang aku akan membahas tentang rehat. Rehat, ya, istirahat. Dalam hidup ini, kita sebagai seorang petualang waktu, perlu rehat. Namun kita jangan sampai berkenalan dengan yang namanya ‘menyerah pada kata “berhenti” atau “sudah”’. Sebab, para petualang waktu hanya mengenal kata “jeda”, untuk masuk jauh ke dalam “diri”, untuk kemudian “pergi” menuju , meminjam istilah Fahd Djibran, “Rumah Sejati”, “Rumah Cinta”.
            Apa yang harus dilakukan untuk bisa rehat? Aku beri satu contohnya. Sholat adalah rehatmu. Rehat teragung yang diajarkan baginda Rasulullah Muhammad SAW. Jujur ku akui, bagiku, hidup ini sungguh melelahkan. Memayahkan. Bayangkan apa yang terjadi kalau kau tidak mengambil jatah istirahatmu kawan. Sholat adalah istirahatmu, istirahatku, istirahat kita. Sholat adalah hak kita. Dalam sholat, sebenarnya kita sedang mengadukan apa saja pada Yang Membuat Hidup. Rehat dalam hidup itu ada banyak macamnya. Kau menyendiri, sebagaimana dalam sholat, berdoa atau tafakkur, sejatinya kau sedang masuk ke dalam dirimu yang paling dalam. Instropeksi diri. Menyadari bahwa diri kita lemah, tempat semua dosa dan salah. Dan karenanya kita harus memakluminya jika kita sangat membutuhkan rehat. Perjalanan hidup itu panjang kawan. Sungguh panjang dan melelahkan. Aku ingat kata-kata Imam Syafi’I,”berlelah-lelahlah, karena manisnya hidup baru terasa setelah lelah berjuang”. Bagiku, hidup adalah perjuangan. Dan tidak ada perjuangan yang hanya berisi senang-senang saja. Inilah hidup, tempat kita berlelah-lelah, berdarah-darah, dan tempat untuk meminta belas kasih-Nya.  Menyepilah, tafakkurlah. Karena “kerumunan justru merupakan hal yang sering kali menghilangkan kesadaran”, kata Kierkegaard.
            Kau mungkin bisa melupakan setiap masalah ketika sedang bersama teman-temanmu, bergembira ria, di tempat-tempat yang penuh dengan hedonisme. Tapi ayolah, jujurlah. Apakah tawamu itu asli? Menurutmu, lebih baik senyum bahagia yang datang dari hati atau tawa palsu yang dipaksakan? Aku tidak menyuruhmu menjadi ansos, hanya, berilah dirimu waktu untuk sendiri. Hanya dirimu dan Tuhanmu.
            Oke, kita sampai pada akhir tulisan konyolku tentang hidup ini hehehehe. Aku juga tidak tahu kalau pada akhir-akhir tulisan ada banyak hal-hal yang cukup berat. Sekali lagi, aku hanya ingin berbagi. Agar kita mensyukuri hidup kita. Agar kita bisa bahagia, bahagia yang sesungguhnya. Tentang penerimaan, ikhlas dan rasa bersyukur. Tentang masa depan, tak usahlah terlalu dikhawatirkan. Di “sana”, ada “Sesuatu” yang telah mengaturnya. Hidup ini bagaikan puzzle yang harus kau satukan seiring waktu yang berjalan, sampai akhir hidupmu. Maknailah hidupmu, nikmati setiap alur cerita yang ada. Senang, sedih, tawa, tangis, sesal, ikhlas, pahala, dosa, adalah bukti tentang kesempurnaan kita. So, sekali lagi, jalani dan nikmati hidupmu, semangat, dan yang pasti, “rehat”-lah. 

0 komentar:

Posting Komentar