Aku,
sampai saat ini, kalau dihitung dengan sesuatu yang kau anggap tahun, aku sudah
18 tahun hidup. Lebih 11 bulan tepatnya haha. Dan jujur aku masih memandang
hidupku dari sudut pandangku. Sekali lagi, hanya dari sudut pandangku. Baiklah,
inilah ceritaku tentang hidup, sebatas yang aku tahu.
Dalam
hidup, kita pasti tidak mungkin senang terus atau sedih terus. Itu satu fakta
yang harus kita pelajari dan kita terima. Jika kau tidak mau menerimanya,
terserah. Mungkin kau tipikal seorang yang over-ceria atau over-melankolik
(memang ada ya? hehe).
Lupakan. Kembali
pada pokok pembicaraan kita. Senang, sebenarnya apa sih itu senang? Mungkin dia
sejenis dengan ceria, bahagia, riang, gembira dan lainnya. Hanya kadar dan
situasi sajalah yang menurutku menentukan namanya. Setuju? Nah, senang ini
biasanya kita dapat saat dipuji orang,diberi hadiah, dapat sms dari pacar, atau
bahkan hanya karena kita tidak telambat masuk kuliah. Berarti, kalau begitu
jalan buat senang itu banyak ya? Oke, kita potong dulu sampai disini.
Sekarang
aku mau membahas tentang sedih. Sedih, susah, gundah, galau,suwung, adalah negasi dari senang.
Sesuatu yang biasanya malas kita terima keberadaannya. Atau parahnya lagi,
hanya pada situasi ini seseorang mengingat Tuhannya. Ah, suram deh kalau yang
ini. Tapi gak apa-apalah daripada selalu lupa pada-Nya. Jadi, sedih adalah
sesuatu yang bikin hati tidak enak, dan sebagian besar orang tak mau
menerimanya? Tepatkah ini? Menurutku, TIDAK!!!!
Lho,
kenapa? Coba deh bayangkan, hidup kamu isinya senang terus. Terus, terus terus
dan selamanya terus bahagia. Bahasa dongengnya, happily ever after. Lalu di
sini akan dikenal satu emosi lagi, yaitu bosan. Bosan? Gak deh, kan seneng
terus bos! Halah, coba deh kamu bayangkan, seminggu aja. Full seminggu kamu
makan makanan yang sama, yang paling enak deh menurutmu. Ha! Kebayang kan?
Oh
ya, aku hampir saja lupa. Pembahasan konyol kita ini aku batasi hanya pada
kehidupan dunia lo. Dan kalau aku persempit, sebenarnya ini adalah sudut
pandangku selama 18 tahun ini hehehe. Sampai di mana tadi, ah ya, bosan. Ini,
aku kasih satu quote buat kamu ya. Aku dapat ini dari bukunya Fahd Djibran,”
hidup ini berdiri di atas dua kaki. Yang satu adalah kebahagian dan satu lagi
adalah kesedihan. Jadi, kenapa kau biarkan dirimu pincang dalam menjalani hidup
ini?”. Dalam Al-Qur’an Allah juga Berfirman kan? Bahwa kejayaan itu
dipergilirkan di antara manusia? Jadi kita sungguh-sungguh menyalahi kodrat
kalau cuma pengen seneng terus atau konyolnya, sedih terus. Eh, emang ada ya
orang yang pengen sedih terus? Jawabnya, ADA! Contoh gampangnya aja nih. Orang
yang enggan bersyukur. Tahu kan maksudku?
Hmm,
kalau begitu kita harus gimana dong? Menurutku ya, berdasar pengetahuan dan
pengalaman hidupku, ternyata hidup ini lebih seru jika bahagia dan gundah, luka
dan sembuh, sesal dan penerimaan, mendapat dan kehilangan, berhasil dan gagal,
semuanya pernah kita rasakan. Memang, kadang ada perih yang begitu menyesak di
dada, hingga semua air mata terasa akan tumpah. Tapi, bukankah hanya dengan
begitu kita bisa merasakan bagaimana nikmatnya kebahagian? Tangis adalah
sesuatu yang mengenalkan kita pada tawa sebagaimana sesal pada penerimaan.
Bayangkan, kalau di dunia tidak ada kejahatan, bagaimana kita dapat mengetahui
yang kebaikan? Dan Allah pun telah memberikan pada kita pilihan untuk beriman
atau kafir. Baik atau jahat. Menurut perkataan seseorang, manusia bisa lebih
buruk dari setan namun sebaliknya, dia bisa menjadi lebih baik dari malaikat.
Inilah kenapa manusia disebut sebagai makhluk yang paling sempurna, yang
dipilih oleh-Nya untuk memimpin di bumi. Pada dasarnya, kita ada di
tengah-tengah dua kutub itu. Tergantung pada kita untuk condong pada kebaikan
atau pada keburukan.
Dan,
sebenarnya tidak masalah kalau sekali-kali kita terpeleset ke bagian kiri. Mana
ada sih orang yang suci dari dosa? Boleh saja kok menurutku kita berlaku
sedikit jahat, dan itu sebabnya Tuhan memberikan media taubat. Tidak mungkin
Dia menciptakan sesuatu yang sia-sia. Dan ini juga berlaku jika kadang kau
terjerebab dalam jurang penyesalan dan penderitaan. Itu sesungguhnya adalah
media Tuhan mengingatkanmu akan apa itu kebahagiaan, ketentraman dan mungkin
apa itu berdoa. Begitu juga saat senang, waspadalah, jangan berlebihan, agar
kau tetap ingat masa-masa sedihmu, dan sekali lagi apa itu berdoa.
Namun ingat!
Sungguh tidak sehat kalau kau hanya memikirkan tentang kesenangan, apalagi
deritamu. Coba deh tanya setiap orang di dunia ini. Baik yang wajahnya cantik,
jelek, ceria, serius dan yang suram. Tanya mereka satu-satu! Pasti semua punya
masalah. Tapi penyikapan mereka atas masalah itulah yang membuat setiap orang
berbeda. Aku pun pernah berlaku sangat tolol, karena alih-alih mencari solusi
atas setiap masalah, aku justru mencari
kekurangan dari setiap hal. Mencacatnya. Tetapi kemudian aku bangkit, dengan
saran dari teman-temanku, doa orang-orang yang menyayangiku, motivasi dari
dalam diriku dan yang paling penting, rahmat Tuhanku. It’s ok, berlaku jujurlah. Aku contohnya. Hal-hal itu bukan untuk
ku ingat-ingat terus apalagi ku sesali, menjadi beban hidupku. Benar memang
pengalaman itu guru yang berharga. Biasanya kalian sembunyi di balik kata-kata
ini untuk mencari pembenaran atas rasa sakit yang terus kalian ingat dan
sandang itu bukan? Hmm, aku beritahu ya apa bedanya pengalaman dan ingatan.
Pengalaman itu lebih dekat dengan kenangan, biasanya kita tak tahu detilnya
hanya tahu bagaimana perasaan kita tentang peristiwa itu. Sedangkan ingatan
adalah segala hal yang memang kalian ingat-ingat, seperti rumus-rumus kimia
yang bikin aku pusing itu tuh hehehe.
Well, ingatan itu lebih mudah kita
kontrol. Yang bikin masalah biasanya kenangan. Memang benar kenangan akan rasa
sakit itu ada agar kita tidak jatuh
dalam lembah yang sama, tapi cukup ambil seperlunya. Jangan sampai kenangan
buruk kalian ambil sedemikian banyaknya, sampai-sampai di kepala kalian yang
ada hanya penyesalan demi penyesalan. Ayo, bangkit! Masa depan masih
terbentang! Bangkit! Kalau aku saja bisa, kalian pasti juga bisa!
Buang
saja semua serpihan penderitaan yang memang tak bisa kita rubah lagi. Terima
semuanya. Apalah yang bisa kita lakukan? Kalau kita sudah melakukan sesuatu, ya
berarti memang itulah takdir kita. Lempar kata “jika aku begini, pasti jadinya
tidak begitu”. Buang! Buang kata-kata yang sejenis! Delete dari dalam jiwamu!
Hidup ini telalu pendek untuk sekedar memikirkan apa yang tidak kita punya.
Lihat saja apa yang kau miliki alih-alih milik orang lain.
Ok,
ambil nafas sejenak. Dari tadi tulisan ini dipenuhi sama tanda seru ya? Hehehe,
maaf-maaf. Aku cuma terlalu bersemangat atas apa yang ingin aku bagi pada
kalian. Dan, kita kembali lagi menuju tentang banyaknya hal yang seharusnya
kita syukuri. Setiap hela nafas, itu pun wajib disyukuri meski kita sering
lupa. Bayangin deh, gimana kalau satu menit saja, setelah kita menghembuskan
nafas,kita gak bisa tarik nafas lagi. Kebayang kan? Jadi, mari, kita syukuri
hidup ini. Setiap masalah yang ada dalam hidup itu hanya warna-warna gelap yang
kan menegaskan warna-warna cerah di sekitarnya. Sebab, pada akhirnya kita tahu
bahwa pedih dan luka hanyalah jalan menuju keteguhan, kesabaran, dan
keberanian(Fahd Djibran).
Sekarang
aku akan membahas tentang rehat. Rehat, ya, istirahat. Dalam hidup ini, kita
sebagai seorang petualang waktu, perlu rehat. Namun kita jangan sampai
berkenalan dengan yang namanya ‘menyerah pada kata “berhenti” atau “sudah”’.
Sebab, para petualang waktu hanya mengenal kata “jeda”, untuk masuk jauh ke
dalam “diri”, untuk kemudian “pergi” menuju , meminjam istilah Fahd Djibran,
“Rumah Sejati”, “Rumah Cinta”.
Apa
yang harus dilakukan untuk bisa rehat? Aku beri satu contohnya. Sholat adalah
rehatmu. Rehat teragung yang diajarkan baginda Rasulullah Muhammad SAW. Jujur
ku akui, bagiku, hidup ini sungguh melelahkan. Memayahkan. Bayangkan apa yang
terjadi kalau kau tidak mengambil jatah istirahatmu kawan. Sholat adalah
istirahatmu, istirahatku, istirahat kita. Sholat adalah hak kita. Dalam sholat,
sebenarnya kita sedang mengadukan apa saja pada Yang Membuat Hidup. Rehat dalam
hidup itu ada banyak macamnya. Kau menyendiri, sebagaimana dalam sholat, berdoa
atau tafakkur, sejatinya kau sedang masuk ke dalam dirimu yang paling dalam.
Instropeksi diri. Menyadari bahwa diri kita lemah, tempat semua dosa dan salah.
Dan karenanya kita harus memakluminya jika kita sangat membutuhkan rehat.
Perjalanan hidup itu panjang kawan. Sungguh panjang dan melelahkan. Aku ingat
kata-kata Imam Syafi’I,”berlelah-lelahlah, karena manisnya hidup baru terasa
setelah lelah berjuang”. Bagiku, hidup adalah perjuangan. Dan tidak ada
perjuangan yang hanya berisi senang-senang saja. Inilah hidup, tempat kita
berlelah-lelah, berdarah-darah, dan tempat untuk meminta belas kasih-Nya. Menyepilah, tafakkurlah. Karena “kerumunan
justru merupakan hal yang sering kali menghilangkan kesadaran”, kata
Kierkegaard.
Kau
mungkin bisa melupakan setiap masalah ketika sedang bersama teman-temanmu,
bergembira ria, di tempat-tempat yang penuh dengan hedonisme. Tapi ayolah,
jujurlah. Apakah tawamu itu asli? Menurutmu, lebih baik senyum bahagia yang
datang dari hati atau tawa palsu yang dipaksakan? Aku tidak menyuruhmu menjadi
ansos, hanya, berilah dirimu waktu untuk sendiri. Hanya dirimu dan Tuhanmu.
Oke,
kita sampai pada akhir tulisan konyolku tentang hidup ini hehehehe. Aku juga
tidak tahu kalau pada akhir-akhir tulisan ada banyak hal-hal yang cukup berat.
Sekali lagi, aku hanya ingin berbagi. Agar kita mensyukuri hidup kita. Agar
kita bisa bahagia, bahagia yang sesungguhnya. Tentang penerimaan, ikhlas dan
rasa bersyukur. Tentang masa depan, tak usahlah terlalu dikhawatirkan. Di
“sana”, ada “Sesuatu” yang telah mengaturnya. Hidup ini bagaikan puzzle yang
harus kau satukan seiring waktu yang berjalan, sampai akhir hidupmu. Maknailah
hidupmu, nikmati setiap alur cerita yang ada. Senang, sedih, tawa, tangis,
sesal, ikhlas, pahala, dosa, adalah bukti tentang kesempurnaan kita. So, sekali
lagi, jalani dan nikmati hidupmu, semangat, dan yang pasti, “rehat”-lah.
0 komentar:
Posting Komentar