Sudah
banyak pembahasan tentang music. Ada yang membahasnya dari sisi pikologi, seni,
social, budaya, dan tentu agama. Nah, sepertinya saya paling nyambung dengan
yang terakhir. Setidaknya, dibanding dengan yang lain hehehe.
Kemudian,
sering kita mendengar perbedaan pendapat tentang hukum music dalam aturan agama
Islam. Ada yang menghalalkan, mengharamkan, memakruhkan, juga memubahkan. Semuanya
pasti punya landasan dan alasan, namun tentu ada satu dalil dan hujjah yang
lebih kuat daripada yang lain. Dan inilah arti pentingnya kita belajar agama. Belajar
agama bukan berarti belajar yang ritual saja, karena agama ini sungguh agama
yang komprehensif, menyeluruh, kaffah. Setiap sendi kehidupan kita ada tuntunan
dan hikmahnya.
Kembali
pada music. Saya tidak sedang ingin mengajari Anda tentang hukum dalam hal ini,
meski saya sampai sekarang masih mengambil pendapat bahwa hukumnya berdasarkan
jenis, peruntukan, dan waktu mendengarnya. Silahkan Anda bertanya pada
seseorang yang mengetahui hujjah dan dalilnya, tentu yang berdasarkan Al-Qu’an
dan Sunnah.
Oke,
kalau begitu sebenarnya penulis mau gimana sih? Hehehe, sebenarnya saya juga
agak bingung bagaimana menulisnya. Saya coba saja menulis tentang pandangan
saya, dengan logika seorang yang sedang berusaha menjadi pemuda baik.
Music terkadang
mampu membuat kita begitu menghayati setiap liriknya. Menjadikan seolah yang
diceritakan dalam lagu itu adalah diri kita sendiri. Tentunya, jika liriknya
membangun sih tidak apa-apa. Namun, bagaimana jika itu lagu sedih(kata orang
jaman sekarang sih galau, padahal arti galau di KBBI itu gak gitu2 juga kali
-,-), didengarkan dalam keadaan sedih, bersama orang-orang senasib, dan (parahnya)
bertujuan untuk membuat makin sedih?
“
Anjir, ini lagu cocok banget dah ama
situasi gue”,” Kok pas banget sih?”, “ Asem,
marai tresnaku marang slirane tambah jeh, tapi lha piye, ko dadi kaya ning lagu
iki ya?”, dan sebagainya adalah ungkapan-ungkapan yang sering kita katakan-setidaknya
rasakan-saat mendengar lagu-lagu jaman sekarang yang (kebanyakan ) bertema “galau”.
Bahkan penulis dulu juga sering kok, jadi santai saja. Ini gak sepenuhnya salah
kita, lingkugan juga punya andil. Namun selalu menyalahkan lingkungan tanpa
berusaha menguatkan diri, yaaaah, tidak asyik juga.
Lalu,
terlihat kan betapa tidak produktifnya ini jika terjadi pada kita, katakanlah,
menjelang UTS Fisika? ^^V
Jika
untuk saya sendiri, saya akui saya masih punya perbendaharaan lagu dalam folder
“my music”. Tetapi, sebisa mungkin saya sedang mengurangi populasi
lagu-lagu galau dan menggantinya dengan lagu yang lebih baik. Bisa seperti “Becak
Fantasi”(hehehe, seorang kawan ada yang nge-fans banget sama Bang Jubing nih) atau
yang menyemangati diri seperti contohnya “Nasyid”. Intinya, kurangi deh lagu2
yang bikin cengeng. Namun, tetap yang paling baik adalah menggantikannya dengan
lantunan kitab suci Al-Qur’an. Tidak keren kan jika nanti kta sakaratul maut dan sedan di-talqien malah nyanyi? Hahahaha...
Penulis sedang berusaha-dan mohon doa dari
pembaca budiman-agar menjadi manusia yang lebih baik. Oh ya, berikut
saya sertakan salah satu lirik dari Nasyid “Izzatul Islam” yang berjudul “Generasi
Harapan”.
Dimana dicari pemuda Kahfi
Terasing demi kebenaran hakiki
Dimana jiwa pasukan Badar berani
Menoreh nama mulia perkasa abadi
Umat melolong di gelap kelam
Tiada pelita penyinar terang
Penunjuk jalan kini membungkam
Lalu kapankah fajar kan datang
Mengapa kau patahkan pedangmu
hingga musuh mampu membobol bentengmu
Menjarah menindas dan menyiksa
Dan kita hanya diam sekedar terpana
Bangkitkan negri lahirkan generasi
Pemuda harapan tumbangkan
kedzaliman
Wajah dunia Islam kini memburam
Cerahkan dengan darahmu
Panji Islam telah lama terkuali
Menanti bangkit kepalmu
Allahu Akbar!!
Sekali lagi, penulis tidak sedang berusaha menggurui. Hanya ingin berbagi,
dan jika ada yang salah mohon dikoreksi. Dan selalu membuka diri, untuk setiap kesempatan berdiskusi. Karena kebenaran datangnya dari Ilahi
Rabbi, sedang manusia tempat kesalahan itu sendiri… :)
0 komentar:
Posting Komentar