Rabu, 25 April 2012

Posted by Heri I. Wibowo | File under : ,

               
                Sudah banyak pembahasan tentang music. Ada yang membahasnya dari sisi pikologi, seni, social, budaya, dan tentu agama. Nah, sepertinya saya paling nyambung dengan yang terakhir. Setidaknya, dibanding dengan yang lain hehehe.
                Kemudian, sering kita mendengar perbedaan pendapat tentang hukum music dalam aturan agama Islam. Ada yang menghalalkan, mengharamkan, memakruhkan, juga memubahkan. Semuanya pasti punya landasan dan alasan, namun tentu ada satu dalil dan hujjah yang lebih kuat daripada yang lain. Dan inilah arti pentingnya kita belajar agama. Belajar agama bukan berarti belajar yang ritual saja, karena agama ini sungguh agama yang komprehensif, menyeluruh, kaffah. Setiap sendi kehidupan kita ada tuntunan dan hikmahnya.
                Kembali pada music. Saya tidak sedang ingin mengajari Anda tentang hukum dalam hal ini, meski saya sampai sekarang masih mengambil pendapat bahwa hukumnya berdasarkan jenis, peruntukan, dan waktu mendengarnya. Silahkan Anda bertanya pada seseorang yang mengetahui hujjah dan dalilnya, tentu yang berdasarkan Al-Qu’an dan Sunnah.
                Oke, kalau begitu sebenarnya penulis mau gimana sih? Hehehe, sebenarnya saya juga agak bingung bagaimana menulisnya. Saya coba saja menulis tentang pandangan saya, dengan logika seorang yang sedang berusaha menjadi pemuda baik.
Music terkadang mampu membuat kita begitu menghayati setiap liriknya. Menjadikan seolah yang diceritakan dalam lagu itu adalah diri kita sendiri. Tentunya, jika liriknya membangun sih tidak apa-apa. Namun, bagaimana jika itu lagu sedih(kata orang jaman sekarang sih galau, padahal arti galau di KBBI itu gak gitu2 juga kali -,-), didengarkan dalam keadaan sedih, bersama orang-orang senasib, dan (parahnya) bertujuan untuk membuat makin sedih?
                “ Anjir, ini lagu cocok banget  dah ama situasi gue”,” Kok pas banget sih?”, “ Asem, marai tresnaku marang slirane tambah jeh, tapi lha piye, ko dadi kaya ning lagu iki ya?”, dan sebagainya adalah ungkapan-ungkapan yang sering kita katakan-setidaknya rasakan-saat mendengar lagu-lagu jaman sekarang yang (kebanyakan ) bertema “galau”. Bahkan penulis dulu juga sering kok, jadi santai saja. Ini gak sepenuhnya salah kita, lingkugan juga punya andil. Namun selalu menyalahkan lingkungan tanpa berusaha menguatkan diri, yaaaah, tidak asyik juga.
                    Lalu, terlihat kan betapa tidak produktifnya ini jika terjadi pada kita, katakanlah, menjelang UTS Fisika? ^^V
                Jika untuk saya sendiri, saya akui saya masih punya perbendaharaan lagu dalam folder “my music”. Tetapi, sebisa mungkin saya sedang mengurangi populasi lagu-lagu galau dan menggantinya dengan lagu yang lebih baik. Bisa seperti “Becak Fantasi”(hehehe, seorang kawan ada yang nge-fans banget sama Bang Jubing nih) atau yang menyemangati diri seperti contohnya “Nasyid”. Intinya, kurangi deh lagu2 yang bikin cengeng. Namun, tetap yang paling baik adalah menggantikannya dengan lantunan kitab suci Al-Qur’an. Tidak keren kan jika nanti kta sakaratul maut dan sedan di-talqien  malah nyanyi? Hahahaha...
               Penulis sedang berusaha-dan mohon doa dari pembaca budiman-agar menjadi manusia yang lebih baik. Oh ya, berikut saya sertakan salah satu lirik dari Nasyid “Izzatul Islam” yang berjudul “Generasi Harapan”.

 Dimana dicari pemuda Kahfi
Terasing demi kebenaran hakiki
Dimana jiwa pasukan Badar berani
Menoreh nama mulia perkasa abadi

Umat melolong di gelap kelam
Tiada pelita penyinar terang
Penunjuk jalan kini membungkam
Lalu kapankah fajar kan datang

Mengapa kau patahkan pedangmu
hingga musuh mampu membobol bentengmu
Menjarah menindas dan menyiksa
Dan kita hanya diam sekedar terpana

Bangkitkan negri lahirkan generasi
Pemuda harapan tumbangkan kedzaliman

Wajah dunia Islam kini memburam
Cerahkan dengan darahmu
Panji Islam telah lama terkuali
Menanti bangkit kepalmu
Allahu Akbar!!

                Sekali lagi, penulis tidak sedang berusaha menggurui. Hanya ingin berbagi, dan jika ada yang salah mohon dikoreksi. Dan selalu membuka diri, untuk setiap kesempatan berdiskusi. Karena kebenaran datangnya dari Ilahi Rabbi, sedang manusia tempat kesalahan itu sendiri… :)

0 komentar:

Posting Komentar