Alhamdulillah, buletin IMAM FTMD udah bisa terbit. Saya sebagai salah satu tim redaksi akan memposting edisi pertamanya, yang kebetulan tulisan saya juga hehehe. Yaah, meski udah agak lama, gak papa deh. Mangga...
TENTANG CINTA
Assalammu’alaykum, Segala puji bagi Allah Ta’ala, Tuhan Semesta Alam dan tiada sekutu
bagi-Nya. Yang mana dari-Nya segala cinta, dan kita pun akan kembali pada-Nya.
Tidak lupa shalawat dan salam bagi kekasih Allah, Muhammad shallallahu ‘alaihi
wa sallam, keluarganya,
sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti ajarannya hingga hari kiamat kelak.
Masih hangat sepertinya pembicaraan
yang “katanya” tentang hari kasih sayang (baca:valentine). Tapi sekarang kita
tidak sedang ingin mengomentari tentang valentine itu sendiri. Kita akan
mencoba menelaah sesuatu yang sering didengung-dengungkan saat valentine. Yang
kata orang bisa bikin orang gak doyan makan kecuali laper dan gak bisa tidur
kecuali ngantuk. Yap, apalagi kalau bukan cinta?
Wah,
cinta? Mulai menarik nih kayaknya. Hmm, kita awali dari definisinya saja dulu.
Apakah cinta itu seperti kata si Pat Kai dalam kera sakti,”penderitaan tiada
akhir”? Atau menurut orang jawa, sesuatu
yang hadir karena terbiasa. Witing tresna
jalaran saka kulina, begitu bahasa aslinya.
Namun, dengan definisi-definisi yang
sering kita dengar itu tidakkah kita merasa aneh? Kita merasakan seolah arti
cinta telah terbatasi, terutama di kalangan remaja dan pemuda. Bahkan lebih
miris lagi, artinya selain dipersempit juga terdistorsi sebagai ungkapan yang diselimuti
dengan nafsu dan syahwat. Keanggungan cinta telah luntur, dan cinta pun sekedar
menjadi kata benda, sebuah barang dagangan yang murah. Bukan lagi sebuah kata
kerja yang mana dengannya terlahir perbuatan-perbuatan besar dalam
berkontribusi untuk membangun peradaban umat manusia.
Bukankah dengan cinta seorang
manusia lahir? Dan dengan cinta pula Hukum Newton, Relativitas Einstein,
terciptanya pesawat, dan segala kemajuan di bidang ilmu pengetahuan terjadi?
Itu baru tataran manusia yang cinta
terhadap ilmu pengetahuan, dan boleh jadi pula mereka buta akan Islam. Lalu
bagaimana kita sebagai umat Islam memaknai cinta? Bagi seorang muslim, dalam
bahasa yang mudah, cinta hanya boleh dipersembahkan mutlak kepada Sang Maha
Cinta, lalu cinta-cinta yang lainnya adalah konsekuensi dan sarana untuk
memperkuat cintanya pada Tuhannnya saja. Sangat simpel namun luas. Dan ini
bukanlah sebuah cinta buta yang hanya akan melahirkan penyesalan dan
pembodohan.
“Dan di antara manusia ada orang-orang
yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya
sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat
cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu
mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu
kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka
menyesal)”. (Qs. Al Baqarah:165)
“Katakanlah(Muhammad):
Jika kalian mencintai Allah, ikutilah aku. Niscaya Allah mencintai kalian dan
mengampuni dosa-dosa kalian. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
(Qs ‘Ali Imran:31)
Ada sebuah teladan yang indah pada
diri Rasulullah dan shahabat-shahabatnya. Jikalau Rasul terlalu sempurna, baik
kita telaah cinta dari sudut pandang seorang Abu Bakar. Dalam perang Tabuk,
seruan jihad harta disambut ‘Umar dengan segera. Saat Rasulullah bertanya
berapa yang ia tinggalkan untuk keluarga, ‘Umar mengatakan,”Sebanyak yang aku
serahkan pada Allah dan Rasulnya.” Tapi betapa tercenung ia saat hal yang sama
ditanyakan pada Abu Bakar, ia menjawab,”Cukuplah Allah dan Rasulnya yang aku
tinggalkan untuk keluargaku!”. Sebuah kisah yang tentunya akan membuat kita
malu jika masih saja terjebak dalam pengertian cinta yang cengeng dan tidak terbuktikan.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu
adalah mereka yang apabila disebut Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila
dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan
kepada Tuhanlah mereka bertawakkal”. (Qs. Al Anfal:2)
Bukan berarti saya mengharuskan bisa
sepadan dengan mereka. Bukan, itu akan cukup sulit. Karena mentor mereka,
seseorang yang mentarbiyah mereka, adalah manusia paling hebat sepanjang masa,
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bukan, bukan itu. Saya hanya ingin kalian bisa lebih
mencintai dengan lebih logis. Karena cinta adalah sebuah energi yang tak ada habisnya, maka biarkan ia menemukan
muaranya terhadap sesuatu yang besar. Agar darinya terlahir pula hal-hal yang
agung. Dan akhirnya, agar cinta berbuah surga.
Demikian luas dan hebat arti cinta,
maka jangan kita persempit. Kalau ingin lebih banyak tahu tentang cinta, saya
sarankan baca buku karya Akhi Salim A. Fillah,”Jalan Cinta Para Pejuang”. Di
situlah kalian akan tahu bagaimana cinta itu membangun, bukan meruntuhkan.
Menguatkan, bukan melemahkan. Menguntungkan, tidak merugikan. Menghidupkan,
bukan mematikan. Memajukan, bukan memundurkan.
“Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang
(sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas ’Arsy, dan
menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang
ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda
(kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu”. (Qs. Ar Ra’d:2)
Sekian tulisan yang ringan ini. Bila ada manfaatnya, mari kita ambil sebagai tambahan amal shalih. Namun jika terdapat kesalahan, tinggalkan jauh-jauh agar pundi-pundi dosa saya tidak bertambah. Sesungguhnya cinta sejati hanyalah cinta karena Allah Ta’ala.
Sekian tulisan yang ringan ini. Bila ada manfaatnya, mari kita ambil sebagai tambahan amal shalih. Namun jika terdapat kesalahan, tinggalkan jauh-jauh agar pundi-pundi dosa saya tidak bertambah. Sesungguhnya cinta sejati hanyalah cinta karena Allah Ta’ala.
0 komentar:
Posting Komentar