Rabu, 06 Juni 2012

Posted by Heri I. Wibowo | File under :

KITA SATU DAN BERSAUDARA


Satu adalah suatu kata yang sebenarnya dapat kita maknai dengan banyak arti, satu terkadang melambangkan nilai, angka, tempat kedudukan, prestisi, kesatuan, kerukunan atau bahkan yang terkadang dimaknai sebagai jumlah (jumlah istri ya??wkwkwk ). Sedangkan saudara, adalah orang yag yang hendaknya kita sayangi, kita jaga dan kita cintai dengan penuh kasih dan  sayang, (ngomong-ngomong, dari edisi pertama kok ngomongin sayang2an mulu ya?? -_-). Yaudah deh daripada berlama-lama cinta2annya, mari kita kaji makna ikatan persaudaraan menurut pemahaman dan point of view yang benar yakni menurut agama Allah (Islam).

1. Makna Persaudaraan Islam (Ukhuwah Islamiyyah).
Dalam Islam, semua muslim adalah saudara, Allah berfirman:
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.” (QS Al Hujurat [49]: 10)
Rasulullah saw bersabda:
"Dan jadilah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara”. (HR. al-Bukhari, Abu Daud, at-Tirmidzi, Malik)

Sehingga, tiada keraguan lagi bahwa semua mukmin, muslim, yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat dengan ikhlas serta tidak membatalkannya, maka mereka adalah saudara satu sama lain. Tidak boleh bagi mereka untuk memutus ikatan persaudaraan/silaturrahmi ini.

2. Ikatan Iman adalah Ikatan Terkuat
Setelah kita mengerti makna & urgensi dari ikatan persaudaraan Islam, sekarang mari kita mengkaji perbandingan ikatan Islam dengan ikatan di luar Islam. Untuk itu, mari kita merujuk pada hadits berikut.
Rasulullah bersabda:
"Ikatan iman yang paling kuat adalah: loyalitas karena Allah dan saling memusuhi karena Allah , cinta karena Allah dan benci karena Allah ”. (Shahih al-Jami' 2539)

Rasulullah juga bersabda tentang keutamaan ikatan persaudaraan Islam:
"Akan tetapi persaudaraan Islam lebih utama”. (Dari beberapa riwayat al-Bukhari (Jami' al-Ushul 8/589 no. 6408))

Lalu bagaimana dengan ikatan selain ikatan persaudaraan Islam?
Rasulullah saw bersabda:

“Tidaklah termasuk golongan kami barangsiapa yang menyeru kepada ashobiyyah (fanatisme golongan). Dan tidaklah termasuk golongan kami barangsiapa yang berperang atas dasar ashobiyyah. Dan tidaklah termasuk golongan kami barangsiapa yang terbunuh atas nama ashobiyyah.” (HR Abu Dawud 4456)

Rasulullah telah menjelaskan bahwa bukanlah umat beliau, siapa saja yang menyeru, berjuang, atau mati atas dasar Ashobiyyah yakni fanatik (ta’ashub) golongan, suku, ras, bangsa, nasab/kekeluargaan, serta ikatan lain di luar ikatan Iman dan Islam.

Nabi Nuh telah berlepas diri dari putranya yang kafir kepada Allah meskipun ada hubungan nasab. Nabi Ibrahim telah berlepas diri dari bapaknya yang kafir kepada Allah meskipun ada hubungan nasab. Serta Nabi Muhammad diutus bukan untuk menyeru/memperjuangkan urusan bangsa Arab, bukan memperjuangkan kepentingan suku/kabilah Quraisy, namun untuk menyeru/memperjuangkan agama Allah, agama yang Para Nabi dan Rasul diutus karenanya, yakni agama Islam dengan ikatan Tauhid dan Iman.

3. Dahulukan dan utamakan ikatan Iman

Dalam berbagai kesempatan, telah dijumpai bagaimana ikatan Iman dan Islam, ikatan yang berasal langsung dari Yang Menciptakan dan Merajai Manusia, “dikesampingkan” atas nama SARA (Suku, Agama, dan Ras). Hal ini sungguh menyedihkan dan sangat disesalkan. Ikatan yang mulia ini “dilepas sejenak” ketika berada dalam organisasi atau perkumpulan di luar Islam dengan alasan demi menjaga keutuhan ikatan/persaudaraan organisasi itu serta menganggap agama (Islam) berpotensi memecah – belah ikatan organisasi itu. Seakan – akan ikatan Islam, ikatan yang dapat menuntun ke surga dan mencegah dari gejolak api neraka ini, dianggap remeh, tidak ada manfaatnya, yang bisa dikalahkan oleh ikatan organisasi itu. Padahal ikatan organisasi tersebut hanyalah ikatan yang lemah, fana’, yang tidak ada artinya di sisi Allah, yang tidak akan menolong, membela dan memberikan hujjah saat kita “disidang” oleh Pengadilan Allah Yang Maha Agung. Namun, kebanyakan orang tidak mengetahuinya.

Padahal Allah telah memperingatkan:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali[1] dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ?” (QS An Nisaa’ [4]: 144)

[1] Wali jamaknya auliyaa berarti teman akrab, pemimpin, pelindung atau penolong.
Penjelasan yang sama juga terdapat di QS Ali Imraan [3] ayat 28.

Namun, yang perlu dicatat, ikatan Islam tidak menutup adanya toleransi, seperti yang dicontohkan para Khalifah Islam yang mampu menjaga toleransi antara muslim dengan non muslim yang tinggal dan patuh pada aturan di wilayah Kekhalifahan (non muslim seperti ini disebut kafir dzimmi). Tetapi, toleransi juga ada batasnya. Tidak serta merta dengan alasan toleransi dan isu SARA, ikatan dan aqidah Islam menjadi dilemahkan dan dikesampingkan.

4. Penutup
Allah berfirman:
“Engkau (Muhammad) tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapaknya, anaknya, saudaranya atau keluarganya. Mereka (kaum) itulah orang-orang yang dalam hatinya telah Ditanamkan Allah keimanan dan Allah telah Menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari Dia. Lalu Dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah Ridha terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Merekalah hizbullah (golongan Allah). Ingatlah, sesungguhnya hizbullah (golongan Allah) itulah yang beruntung.” (QS Al Mujadalah [58]: 22)
Untuk itu kepada muslim FTMD 2011 khususnya serta kepada muslim lain pada umumnya, kami katakan “BIN (Brother In imaN)”. Untuk itu, mari mengucapkan salam “assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh (semoga keselamatan, rahmat dan barakah Allah terlimpahkan kepadamu)” kepada sesama muslim.
Yang benar hanya dari Allah, sedangkan yang salah dari kami dan bisikan syaithan. (IMAM ’11)


2 komentar: