Jumat, 11 Januari 2013

Posted by Heri I. Wibowo | File under :
              





             Lagi-lagi sebuah ironi. Ironi tentang (yang katanya) hukum, yang menghukum, dan yang dihukumi. Sebuah cerita, yang akan mengusik sanubari. Jika ketulusan masih terwujud di dalam hati.

                Kata orang hukum bisa dijual dan dibeli. Asal orang itu punya kuasa, bukan harga diri. Dia lebih takut dicaci penduduk bumi, daripada laknat Ilahi. Atau bahkan ia tak malu lagi? Meski sekedar terhadap public negeri ini?

                Oke, cukup bersajaknya hehehe. Aku mau cerita, curhat tepatnya. Tentang kegetiran yang aku-juga banyak orang-rasakan. Ada dua kisah dan silahkan kawan semua membandingkannya.

                Di suatu negeri yang katanya kaya sekali, tersebutlah sedang terjadi parody politik. Di mana parody ini dimulai ketika orang-orang yang tidak becus berusaha menjadi pengurus negeri. Bermodalkan uang, kekuasaan, keturunan, atau yang terparah tampang. Itu terbukti, ketika selebriti di negeri itu mulai memasuki bursa wakil rakyat. Entahlah siapa sebenarnya yang diwakili. Namun yang lebih entahlah, sebenarnya system pemerintahan apa yang dipakai di negeri itu. Yang aku tahu sih sistemnya mahal, mandul, dan impoten dalam menghasilkan suatu kemanfaatan.


                Lalu terjadilah dagelan politik itu. Seorang selebriti, yang sedang tersangkut kasus-apa ya nyebutnya? Korupsi?-dan beritanya ramai di media. Media negeri itu. Dia menelikung dana yang katanya sangat banyak. Banyaaaaaaak sekali. 32 milyar mata uang negeri itu katanya.

                Cerita terus bergulir, hingga energy orang-orang negeri itu-pembesar dan rakyatnya-habis untuk mengomentari dan mengurusi kasusnya bukannya untuk membangun negeri yang makin hari makin terjerumus ke kondisi autopilot itu. Juga kasus-kasus lainnya, misal tentang kisah bank penuh riba di negeri itu yang katanya di korupsi. Sudah uangnya haram, di ambil dengan cara yang haram lagi --“.

                Kembali pada sang selebriti yang kita singgung di awal tadi. Proses peradilan(adil?) berjalan begitu lama, juga melelahkan. Melampaui kejemuan dalam menonton opera sabun di negeri itu yang judulnya “Tersandung”. Dan dari segitu banyak uang yang(katanya) ditelikung, dia hanya (katanya)di kurung sekitar 4 tahun. Dan parahnya, dia juga hanya (katanya)didenda 250 juta mata uang negeri itu. Tanpa harus megembalikan uang yang ditelikung. Wat de hel??!!! Padahal kalo mau zakat, kayaknya 250 juta aja masih kurang. Pantesan korupsi di negeri itu gak habis-habis, orang dendanya aja bisa dirasain sebagai zakat profesi     -,-!

                Sekarang kita lihat apa yang terjadi pada rakyat negeri itu. Bukan, aku tidak ingin membandingkan dengan hukuman yang dialami pencuri ayam yang digebukin atau pencopet dompet tak ada duitnya dibakar hidup-hidup. Terlalu sadis, dan terlalu mainstream. Karena aku anti-mainstream :p

                Eh, balik lagi ke awal kisah. Cerita yang ingin kubagikan ini sungguh mengiris hati. Aku pernah membaca koran. Koran negeri yang sama dengan negeri kisah yang pertama. Kubaca, ada sebuah kasus pencurian. Dan entah kenapa, objek pencurian tetaplah ayam. Kenapa ayam begitu mainstream hahaha.

                Kemudian, kasus itu pun dibawa ke (katanya) pengadilan di sana. Pengadilan yang berbelit-belit dan menguras financial. Baik financial pelaku, korban, maupun Negara. Entahlah, aku kurang paham hukum. Namun yang aku pahami, jika suatu proses hukum membebani korban dengan biaya melebihi kerugiannya tentu ada sesuatu yang tidak beres. Karena menurut wawancara di koran itu, biaya selama proses(katanya)peradilan itu bisa digunakan buat membeli kambing. Tak simpulin ya, nih: LOE KECOLONGAN AYAM, TERUS DIPROSES HUKUM, TAPI PAS DALAM PEMROSESAN ITU KAMU KELUAR DUIT YANG BISA BUAT BELI KAMBING. DAN SEKALI LAGI, LOE YANG KECOLONGAN AYAM! Kalo gue sih, mending gak usah proses hukum segala kalau tahu gitu. Itu kalau gue lho bang hehehe.

                Jadi ironinya adalah: SEMAKIN BANYAK YANG KAU CURI, SEMAKIN CERIA DIRIMU. SEMAKIN RENDAH TINGKAT EKONOMI DAN SOSIALMU SEMAKIN SUSAH DIRIMU DALAM PROSES HUKUM MESKI KAU ADALAH KORBAN.

                Anekdot dari seorang kawan: HUKUM DI NEGERIKU SEPERTI MEMOTONG BAMBU-YANG SATU DIANGKAT YANG SATUNYA DIINJAK  :v

                Kalian pasti bertanya, bagaimana kondisi hukum di negerimu sendiri hai penulis tak tahu diri??!! Sayangnya akan kujawab,”Tak jauh beda kawan :P”.


kisah2 di atas terinspirasi dari sini lho kawan2 hehehe

0 komentar:

Posting Komentar