Malam minggu kemarin, sepulang
dari acara latihan PD, aku diajak ngobrol oleh anak Ibu Kos yang sekarang
tinggalnya di samping kamarku. “Widiiih, pulang latihan mas, kok sampai malem?”
tanyanya.”Biasa mas, ngobrol-ngobrol dulu tadi hehe,” jawabku sambil memasukkan
anak kunci ke lubangnya.
“Enggak malam
mingguan mas?”
“Ya gini malam
mingguan saya, latihan-latihan buat nglemesin otak,”
“Emang otaknya
kaku mas? Wah, pacarnya ikut latihan juga?”
“Enggak lah mas,
orang tadi cowok semua yang ngobrol-ngobrol abis latihannya haha,”
“Duh, kasian
dong pacarnya gak diapelin hehe,”
“…” speechless.
“Oh ya ding,
biar pacarnya tambah kangen ya mas, hehe,” kata dia lagi.
“Eh, iya kali
mas hahaha, mari mas, tak ganti baju dulu pasir semua ini kayaknya di kaki
hehe,”
“Ya, mangga mangga mas Heri,” berakhirlah
percakapan aneh sepulang latihan itu.
Sebenarnya aku sudah lupa
tentang percakapan ini, hingga aku membaca di note atau status kawan FB yang
menuliskan tentang dilemma dirinya dalam memaknai pacaran—dan aku, ditandai -_-
Ya sudah, aku baca saja. Kuakui,
cukup bagus sih. Namun lebih dari itu, kini aku kembali bertanya-tanya,”Mengapa
seseorang berpacaran?”. Atau LEBIH TEPATNYA,”Mengapa seseorang tak mau
berpacaran?”
Dan mulailah aku observasi sana
sini, tanya orang di kelas, di jalan, di masjid, ya observasi dadakanlah hehe.
Atau, sebenarnya observasi ini telah kulakukan dari dulu, namun bukan untuk
observasi itu sendiri. Sekedar mendengarkan beberapa orang bicara, dan aku
menanggapi. Kata orang sih namanya curhat. Dari situ aku membagi seseorang yang
tidak berpacaran menjadi 3. Apakah saja itu?
Yang Pertama
Dia tidak punya pacar. Dia adalah
orang yang tak tergantung pada siapa pun, tak menghabiskan uang ortu buat
pacaran, juga lebih focus buat belajar.
Namun, sebenarnya dia sangat
ingin pacaran. Penulis ingat, dulu ada lagunya “The Rock”, grup band-nya Ahmad
Dhani yang judulnya—asem, lupa. Pokoknya yang ada Tuhan diminta buat ngirimin
pacar. Emang pacar itu catering ya? hahaha. Bayangin,”Pak, beli pacarnya satu. Yang
rambutnya panjang bergelombang, matanya bulat, senyum manis, pinter masak, gak
gampang ngambek, dan yang pasti: setia. Dibungkus ya Pak, sambelnya yang
banyak!” Kalau ada udah pada pesen berapa bungkus ya :v
Oke, kembali ke pembahasan. Intinya,
dia sungguh-sungguh ingin memiliki pacar. Karena hidupnya penuh dengan kesepian
dan kesendirian, dan pacarlah solusinya—begitu pikirnya. Namun, sayang beribu
sayang, nian beribu nian—sayang nian—dia tak bisa mewujudkannya. Entahlah, aku
tak tahu apa yang membuatnya tidak kunjung mendapatkan pacar meski ia begitu
menginginkannya. Sampai merengek-rengek ke Tuhan. Yang Islam pas tahajud berdoa
minta pacar, yang Kristen ke gereja berdoa minta pacar, begitu juga agama-agama
lainnya. Yang ribet yang atheis nih, mau minta ke siapa dia? Wkwkwkwkwk.
Jadi, mereka yang demikian ini
tak mau berpacaran:
“Bukan
karena prinsip, namun karena nasib”
Kasiaaaaaan
L
Yang Kedua
Dia
adalah seseorang yang sebenarnya sangat mampu untuk pacaran. Katakanlah, ganteng,
cantik, punya duit, baik, bersih, gaul, pintar, wawasan luas, supel, gemar
membaca, gemar makan ikan dan rajin menabung(apa pula ini). Namun, ada sesuatu
yang membuatnya tak mau untuk berpacaran—dulu.
Beberapa ada yang berkata bahwa
ia sedang ingin menyembuhkan patah hati dengan mantannya yang dulu. Mengomentari
tentang patah hati, bagi seorang mahasiswa mechanical
engineering sebenarnya ini adalah
ladang riset dan pendapatan yang potensial. Siapa tahu untuk disertasi doctor
kalian bisa merumuskan “Teorema kegagalan perasaan”—menemai teorema kegagalan “Tresca”
atau “Von Misses”. Bisa juga membuka jasa konsultan rekonstruksi perasaan
hahaha.
Lalu ada lagi yang berpendapat
bahwa sekarang mau konsen sekolah atau kuliah dulu. Katanya, malu pada orang
tua jika gagal di akademik hanya karena pacar. Atau memang dia adalah anak
beasiswa yang harus berjuang mempertahankan IPK agar beasiswa tetep
lanjut(bukan penulis lho ini!). Yaaah, cukup logis aku kira.
Ada pula yang berkata tak mau
pacaran selama duit masih minta sama ortu. Bahkan ada lagu dari jurusan sebelah
yang berbunyi,”…karna dirimu, dalam seminggu habis weselku…” Hahaha, anak ITB
tingkat 2 ke atas tahulah apa judul lagu ini dan himpunan mana yang punya. Nanti
kalau sudah kerja baru asyik nraktir pacar, puas, gitu katanya.
Nah, buat kawan-kawan yang demen
di masjid beda lagi alasannya. Mereka mau pacaran, asalkan kalau sudah menikah.
Buku yang mereka rekomendasikan biasanya “Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan”
karya Akhi Salim A. Fillah. Bingung kan? Orang-orang biasanya pacaran buat
perkenalan ke jenjang pernikahan, eh ini malah menikah buat bisa pacaran
hehehe. Yaaah, biarlah, itulah hebatnya mereka karena mereka sungguh takut
dengan apa yang disebut taqrabu zina.
Nah, beberapa contoh di atas
adalah mereka yang bisa disebut tak mau pacaran:
“Bukan
karena nasib, namun karena prinsip”
Apapun
prinsipnya. Keren kaaaaan? ;)
Yang ketiga
Mereka di golongan ketiga ini
pun juga tak berpacaran(ya iyalah, ini tulisan kan membahas orang yang tak mau
pacaran). Dia memiliki segudang prinsip yang kira-kira sama dengan golongan
kedua.
Namun sayang, mereka pun
sebenarnya—ehem—cukup berbakat sebagai jomblo.
Mentang-mentang gak punya pacar tingkahnya suram sekali. Tidak punya duit,
tidak baik, tidak bersih, tidak gaul, tidak pintar, tidak berwawasan luas, tidak
supel, tidak gemar membaca, tidak gemar makan ikan dan tidak rajin menabung(apa
pula ini). Awut-awutan lah pokoknya.
Dan maaf sekali, untuk yang
demikian ini mari kita sebut alasannya tak mau berpacaran:
“Memang karena prinsip, namun didukung oleh nasib”
So,
itulah beberapa kategori orang yang tak mau pacaran. Iseng-iseng aja sih nulis
ini hahaha. Sok, kalau mau ditanggapi silahkan hehe.
0 komentar:
Posting Komentar