Hari ini aku ingin berbagi
tentang pelajaran hidup yang aku dapat. Pelajaran ini kudapat, lagi-lagi dari
dosenku yang hebat-hebat di Teknik Mesin ITB. Sebenarnya sudah kepikiran untuk
membuat tulisan yang berisi kumpulan quote dosen-dosen Mesin ITB, tapi masih
sedikit sih. Yah, mungkin sebulan lagi aku posting—InshaaAllah.
Kembali ke tujuan awal tulisan. Tadi
pagi, ketika kuliah Getaran Mekanik Dasar ternyata ada kawan yang terlambat
masuk. Dosenku ini dengan sopan berkata,”Mas, Anda terlambat ya?” sontak aku
menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang terlambat.
“Eh, iya Pak,” kata temanku
dengan sopan.
“Wah Mas, ini sudah lebih dari
15 menit. Maaf ya Mas, Anda harus keluar,” kata dosenku lagi.
“Baik Pak, maaf ya Pak saya
sudah mengganggu kuliah,” kata temanku itu lagi.
Dari sini aku belajar satu hal,
bahwa tak perlu marah-marah untuk menyadarkan kesalahan orang lain. Coba kalau
tadi beliau marah-marah dan berkata kasar, yang ada malah temanku itu tadi mendendam
dan bisa benci sama itu dosen. Akhirnya jadi malas kuliah, bolos terus, dan
tidak lulus mata kuliah ini. Kalau begini yang repot kan semua orang. Dengan mengingatkan
kesalahan secara baik-baik justru temanku lebih cepat sadar dan bahkan ikhlas untuk
keluar dari ruangan.
“Saya di sini bukan hanya memberi
kuliah kepada Anda semua. Saya juga seorang pendidik, otomatis saya juga harus
mendidik Anda semua. Mendidik kamu agar nantinya kamu siap terjun ke lapangan. Bukannya
sombong, tapi meski saya mengajar di sini saya juga sering turun ke lapangan
dulunya. Sekarang saya sudah jarang karena asisten saya saja sudah bisa
menyelesaikan permasalahan-permasalahan di industry. Baru ketika dia tidak bisa,
saya turun langsung ke tengah lautan buat menyelidiki tingkat getaran pipa-pipa
itu. Sehingga saya tahu, dari omongan orang di lapangan kelebihan anak ITB itu
percaya diri dan kemampuannya memang tinggi. Namun kelemahannya itu suka tidak
taat aturan dan susah bekerja dengan orang lain,” kata beliau panjang lebar. Aku
pikir, asyiiiik, dapat sharing buat kerja nanti. Dan akhirnya keluar quote
sakti beliau:
“Sepintar
apapun kamu, tapi kalau kamu tidak bisa bergaul dan tepat waktu: kamu gak ada
gunanya.”
Deg! Keras sekali teguran beliau.
Dan teguran ini langsung menohok saya yang sering menyepelekan pentingnya tepat
waktu. Bahkan saya tidak pernah terpikir bahwa ketidak tepatan waktu akan
membuat seseorang tidak berguna.
“Anak
saya yang pertama sekarang juga lagi bekerja. Dia pernah mengeluh tidak tidur
selama 4 hari. Ya memang begitu, di lapangan itu keras. Slumberg*r misalnya. Biasanya
dia anak mama, rasain aja sekarang mesti gak tidur 4 hari. Mas, kamu
bangsat!!(sambil nunjuk seorang kawan yang ada di kursi barisan depan)” kata
beliau tiba-tiba. Tentu kami terkejut, kenapa kata-katanya kasar sekali. Beliau
cepat-cepat menyambung.
“Di
lapangan itu mungkin saja kamu ini dimaki-maki sama klien. Itu sudah biasa,
jadi nanti waktu training kamu juga sering dimaki-maki. Dan seringpula kamu
dibuat tidak tidur seminggu, biar nanti kamu ini tidak shock kalau sudah kerja.
Apalagi kalau kamu kerja di luar negeri, anak buah kamu ini gede-gede badannya.
Dua meter, jempolnya aja segede kepala kamu(tawa kami semakin keras). Makanya dari
sekarang jangan manja,” kata beliau, dan disambung dengan quote sakti beliau
yang kedua:
“Dalam
hidup kamu tidak akan pernah selalu mendapat apa yang kamu inginkan.”
Beliau
berkata bahwa jika kita tidak menyadari hal di atas kita akan sulit bahagia.
“Kamu
itu jangan cuma jadi orang yang hanya melakukan apa yang disukai. Tapi cobalah
untuk menjadi seseorang yang menyukai apa yang harus dilakukan. Kamu sukanya
main game, lalu tiap hari cuma nge-game terus, ya game over hidup kamu. Mungkin
kamu enggak suka kuliah ini, tapi kamu harus lulus. Ya sudah, jalani saja
dengan senang hati. Jangan menggerutu. Ingat ya, jangan sekedar melakukan apa
yang kamu sukai, tapi sukai juga apa yang harus kamu lakukan. Karena inilah
hidup,” ah, teringatkan lagi pada kata-kata itu.
“Kamu ini katakanlah naksir sama
Nikita Willy, apa iya kalau tidak dapat kamu bakal nunggu dia sampai tua? Jadi jomblo
abadi? Kalian kan anak teknik, ya mikir dikit pakai otak lah. Misal nanti kalian
maunya kerja di perusahaan minyak, tapi tidak diterima. Apa iya mau nganggur
terus kalian? Atau misalnya kalian ternyata mau kerja di perusahaan lain, tapi
bawaannya mengeluh terus. Percaya sama saya, orang seperti itu tak akan pernah
bahagia. Mbok diterima dulu kerja di
sana, cari pengalaman, semangat, nanti siapa tahu bisa buat pengalaman pas nglamar
ke perusahaan minyak,” wah, malah nyinggung-nyinggung Nikita Willy -_-. Dan
keluarlah quote sakti beliau yang ketiga:
“Dalam hidup ini lebih banyak
yang harus diperjuangkan daripada yang kamu nikmati.”
“Contohnya nih, kamu pas makan
nasi. Apa iya itu nasi tiba-tiba ada? Kan tidak to? Kalian perlu beli dulu,
belinya perlu duit. Duitnya dicari dulu. Pas udah ada duit pun harus berjalan
ke warung. Sekarang udah ada beras, sudah bisa dimakan? Belum, kalian mesti
mencuci dulu berasnya, terus dimasak dan nunggu mateng. Baru pas mateng bisa
dimakan. Selesai? Belum juga, kalian harus mencuci piring kan?” Wah, sungguh
membuka kesadaran kata-kata beliau yang ini. Dan kata-kata beliau setelah
inilah yang membuat kami terbahak-bahak.
“Ini
kan hidup di dunia, bukan di surga. Kalau di surga kalian bisa aja tinggal
menikmati. Jadi ingat ya, ini dunia, bukan surga. Eh, tapi istri saya hidup
sama saya sekarang lebih enak daripada di surga," aku berpikir, karena
cintakah?
“Soalnya
kalau di surga kan kita minta apel, itu apel baru ada kan? Kalau istri saya
pengen apa, sering saya bilang,’Lha, itu di kulkas sudah ada’. Jadi apelnya
sudah ada bahkan sebelum dia minta hahaha,” kami tertawa semua. Tentu kami
sadar ini hanyalah candaan beliau untuk mengurangi keseriusan kami, karena
setelah itu kami kembali belajar Getaran Mekanik Dasar. Dan dosen saya tersebut
adalah Kaprodi Teknik Mesin ITB, Prof. Dr. Ir. Zainal Abidin. Mesin angkatan
79, cerita tentang hebatnya beliau bisa dibaca di blog ini: http://gatotwid.wordpress.com/2013/05/14/zainal-abidin-anak-penjual-rempeyek-yang-jadi-profesor/
Saya,
sekali lagi bangga jadi mahasiswa beliau, dan mahasiswa dari dosen-dosen hebat
di Teknik Mesin pada khususnya dan ITB pada umumnya. In Harmonia Progressio!
0 komentar:
Posting Komentar