Minggu, 29 September 2013

Posted by Heri I. Wibowo | File under : ,

                Lagi-lagi mendapat pengalaman berharga. Pengalaman yang akan sulit aku lupakan, di mana logika terkalahkan oleh perasaan(lebay).
 
                Beberapa hari lalu—tepatnya pada tanggal 26 September—peristiwa ini terjadi. Saat itu, selesai mata kuliah Metrology Industry di mana di kelas lebih banyak waktu yang  kuhabiskan untuk menyelesaikan PR yang bahkan belum satu huruf pun kugoreskan(jangan ditiru kawan-kawan) daripada memperhatikan materi. PR ini terpaksa diselesaikan mepet waktu pengumpulan karena kesibukan non-akademik bertemu manajemen waktuku yang cupu. Dan saat itulah yang ada di otakku, setelah kelar kuliah dan mengumpulkan PR adalah pulang untuk terkapar di atas kasur tercinta. Meski jam 11—2 jam lagi—ada kuliah Hukum Perburuhan. Yaaah, aku pikir tak apalah sesekali tidak hadir demi badan yang lebih sehat dan segar(cuma alibi haha). Apalagi nanti jam 4 sore aku ada praktikum metrology industry shift malam. Serem juga dong praktikum di bunker pas malam Jum'at dengan modal otak yang kosong dan kelelahan. FYI, di praktikum ini kami akan dipulangkan jika 5 nyawa saat Tes Awal habis atau menjatuhkan alat praktikum. Dan satu kelompok hanya terdiri 2 orang.

                Namun dalam perjalanan pulang seorang kawan dalam gerombolan pengumpul PR bertanya dalam bahasa jawa(sampai bingung, kuliah di tanah Sunda ngomongnya jawa mulu -_-),”Eh Her, habis ini awakmu mau ke mana?”

“Balik Om, tepar aing(sok sunda :P). Mblenyek-mblenyek nih badan ”

“Lah, bolos kuliah berarti?”

“He eh Om, sekali-kali. Emang ada apa gerangan?”

“Ya kan aku tadi udah cerita adikku besok Sabtu ultah dan aku pengen ngasih hadiah jilbab. Nah, masalahnya, temenku yang cewek yang tak kira bisa nemenin buat beli malah gak bales. Gimana kalo kamu Bro yang mbantuin?”

“Heh???!!!(Dalam pikiranku, ya kali bolos kuliah buat nemenin cowok beli jilbab -_-a) Waduh Om, yang bener aja.”

“Darurat ini, ayolaaaaaah. Tapi ya gak papa deh kalo mau balik.”

“He eh, sorry ya Bro, ngantuk nih. Sorry banget lho,” kataku gak enak.

“Woles, woleeeees (y).”

                Lalu, setelah 5 langkah aku teringat kata-kata di film “3 Idiots” tentang “Kamu memiliki banyak ujian dalam masa kuliahmu, namun kamu hanya memiliki seorang ayah” waktu dilemma si Raju mau nungguin ayahnya atau ikut ujian. Dalam kasusku,”Kamu punya banyak waktu buat tidur, tapi cuma sekali waktu buat nemenin kawanmu beli jilbab”. Kedua, aku kagum pada perhatiannya pada sang adik. Kalo hadiah ini buat pacarnya, gak akan aku pertimbangkan. Ketiga, hadiahnya adalah jilbab. Bermanfaat sekali, bukan yang aneh-aneh. Dan terakhir, pengen lihat toko yang jualan jilbab bagus itu kayak apa isinya siapa tahu nanti beliin “seseorang” hehehe.

                “Eh Bro Bro, ane anterin deh. Yook, tidur bisa dipending lah.”

                “Weh, bener nih. Sip-sip, suwun Her,” jawab dia.

                Singkat cerita, sampailah kami di toko Rabb*ni. Itu tuh yang deket Unpad, sayang Unpad yang ini isinya magister hahaha. Waktu nyampe, beuh, udah ciut nyali ini hati. “Bro Bro, balik aja yok. Salah habitat dan salah armor ini,” bisikku. “Halah, santai Bro, tanggung nih udah nyampek,” jawabnya sok cool. Dan berjalanlah kami menuju pintu masuk. Masih berjarak 5 meter dari pintunya, bahkan sebelum nginjak lantai keramiknya itu pintu sudah terbuka.

“Wah, sensornya canggih nih,” komentarku.

“Bukan canggih, jangkauannya aja yang diperlebar Bro,” koreksi kawanku itu.

“Assalamualaykum. Maaf Mas, mau cari siapa?” tanya pak satpam mengagetkan kami.

“Wa’alaykumsalam, eh Pak, harus resevasi dulu ya?” tanyaku.

“Ada acara ya Pak?” tanya kawanku.

“Lho, Mas-Mas ini bukan karyawan ya?” tanya pak satpam lagi. Asem, dipikir kami karyawan teknisi karena ngomongin sensor kali ya. Mana temenku pake jaket himpunan lagi -_-

“Eh, bukan Pak. Kami mau, eh ***(nama kawanku), kita mau ngapain?” mulai bodoh.

“Gini Pak, kami mau cari-cari jilbab.”

“Oh, saya kira karyawan. Mari Mas, tasnya dititipin dulu di loker.”

                Akhirnya, terbebas dari halangan pertama. Dan langsung masuk. Wih, adem AC-nya hahaha. Selain itu, aku bingung dengan apa yang akan kami lakukan.

“Eh, cari yang kayak gimana ***?” tanyaku.

“Yang segiempat, kainnya kayak wol, terus lebar, motifnya yang bagus,” jawabnya. Wah, ini anak udah nge-tag. Alamat cepet ini. Tapi, semua itu salah…

                Mulailah kami berjalan ke sana ke mari. Dia mencari, dan aku hanya melihat-lihat sambil kebingungan sama model jilbab yang muter-muter itu. Berapa lama ya pakainya? Setelah 15 menit, aku samperin kawanku,”Gimana, udah nemu?”

“Gak ada Her.”

“Ya tanya Mbak-nya aja deh. Sini, Mbak, jilbab yang segi empat di mana ya?”

“Ini mas.” Sambil nunjuk kumpulan jilbab di sebelah kami. Jadi selama ini kami sudah dekat dengan target????

“Oh, iya ding yang ini hehehe. Tuh ***, pilih aja.”

                Dan mulailah dia milih-milih sambil minta pendapatku gimana. Ya terang aja kalau aku bilang, bagus-bagus aja hahaha. Tapi dia gak sreg semua ternyata, karena dia mencari yang kainnya agak tebal. Langsung aku tunjuk yang dipojokan,”Tuh aja ***.”

“Lah, itu kan sorban Her,” jawabnya datar.

“Lho, sapa tau cocok. Kan ada filmnya, wanita berkalung sorban hahaha.”

                15 menit berlalu. Dan kami, tetap kebingungan. Lalu dia melihat sebuah jilbab di manekin dan bertanya ke Mbak-nya.

                “Mbak, yang itu ada yang lebih panjang?”

                “Ada Mas, tinggal ukurannya saja. Itu silahkan dipilih.”

                Dia pun ambil satu dan bilang,”Her, beli baju aja dicobain kan. Jilbab juga bisa kan berarti?”

                “Yoi Bro, cobain aja…” Dan kami mulai sadar sesuatu hal yang penting: SIAPA YANG MAU MENCOBA???

                Awakmu mau nyobain gak?”

                “Yang bener ajalah Bro -_-!”

                “Sana, kamu tanya Mbak-nya mau nyobain gak hehe,” kata dia seenaknya.

                “Lah, kok aku. Wah, kacau sih kacau, suram.”

                “Yaudah deh, salah fatal nih beli jilbab tanpa cewek.”

                Dan akhirnya, setelah beberapa menit semakin menunjukkan kebodohan kami tinggalkan toko itu dengan satu pelajaran penting:



"Pikirkan dulu apa yang hendak kau lakukan, bukan lakukan dulu apa yang hendak kau pikirkan."


 
                Dan alhamdulillah, aku pun tidak jadi bolos kuliah. Karena aku pikir-pikir aku pun takut akibatnya. Bukan takut kosong absennya, namun takut kalau jadi kebiasaan. Karena jujur tapi agak sombong, selama kuliah aku belum pernah bolos hehehe. Selain itu, praktikumku lancar jaya hehe. I love Modul 9, profile projector hahaha.

                Oh ya, akhirnya dengan menyusun ulang teknis lapangan kawanku itu berhasil membelikan juga sebuah jilbab buat adiknya lho. Good Job Bro!!!

NB: Makasih juga buat yang udah membantu saya dalam membantu kawan saya :D

               


0 komentar:

Posting Komentar