Sabtu, 05 Juli 2014

Posted by Heri I. Wibowo | File under : , , ,
                Pertama-tama, setelah memuji Allah dan kemudian bershalawat pada Rasul-Nya saya ingin meminta maaf kepada Anda—siapapun Anda—yang bertanya di sini. Maaf, karena saya menjawabnya di blog alih-alih menjawab singkat dengan “iya dan si fulanah” atau “tidak dan buat apa”. Karena jawaban yang akan saya berikan ini teramat panjang, bahkan lebih panjang dari yang saya antisipasi sebelumnya. (Selain itu karena jawaban di sini bisa di-edit sih :p)


:v


                Pertanyaan semacam ini tidak hanya sekali ditanyakan kepada saya. Entah itu seorang kawan, saudara, sahabat, atau sekedar kenalan yang bertanya untuk melanjutkan obrolan iseng. Sungguh, saya tidak terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan semacam ini. Bahkan saya senang, karena merasa diperhatikan.

                Baiklah, mari kita lihat bagaimana (bukan apa) jawaban saya sebenarnya…

                Bismillah…

                Saya akan memulai jawaban saya dengan suatu cerita.


                Suatu hari Jeruk jalan-jalan ke pasar yang menjual busana bersama temannya. Mungkin sekedar ingin tahu pasarnya di mana sehingga nanti tahu tempat yang recommended untuk mencari busana. Atau bisa saja dia hanya mengantarkan teman atau saudaranya melihat-lihat dan sekedar menemani saja. Sungguh, dari rumah dia belum mempersiapkan sejumlah uang dengan sebab memang belum merasa membutuhkan suatu busana dan rezekinya belum sampai untuk membeli busana tersebut. Atau jeruk sebenarnya telah memiliki rezeki, tapi rezekinya masih lebih dibutuhkan di sector lain. Namun pasar tersebut memiliki keistimewaan: bahwa busana yang dijual benar-benar limited edition, artinya hanya ada satu untuk setiap model di mana ketika model itu terjual tak akan ada model sama yang dijual. Kecuali pemilik lama karena suatu hal jadi tidak memilikinya lagi. Selain itu bajunya juga unik—kalau tidak dikatakan aneh—yaitu bahwa mereka hanya bisa dibeli jika si baju merasa cocok dengan yang mau beli. Jadi harus ada kecocokan dua, tidak, tiga pihak di sini. Yaitu busana, pemiliknya, dan pembeli itu sendiri.

                Sesampainya di pasar, banyak sekali busana yang dijual. Ada yang dijual dengan diobral—goceng dapat 5—namun juga ada yang harganya mahal sekali. Bahkan untuk melihatnya saja harus ada akad tertentu dengan pemiliknya karena saking istimewa model dan bahannya. Nah, sembari berjalan-jalan tersebut Jeruk mulai melirik kiri dan kanan. Depan dan belakang. Serong juga hehe.

                Sungguh banyak yang bagus-bagus. Bahkan tidak mustahil Jeruk sempat mengajak kawannya tadi berhenti dan menunjukkan baju yang disukainya juga. Berkata,”Eh Bro, kemeja yang ini boleh lah buat kau. Eh, yang warna biru tua itu juga mantap.” Atau mungkin satu ketika ada salah satu outlet tanya,”Mas Jeruk, model yang dicari yang kayak gimana ya?”

                Yang lebih ‘WAH’ ada orang sedang pegang mic dan tanya,”Wahai Bung Jeruk, adakah pakaian yang menarik hatimu? Kau tertarik dengan yang mana?” Dan jawaban jeruk akan terdengar sampai beberapa tempat di pasar yang unik itu (seperti pertanyaan di ask.fm yang jadi inspirasi tulisan ini).

                Jeruk tentu bisa saja dengan mudah berkata,”Oh, tentu dong ada yang saya suka. Saya suka yang model ini di toko yang itu. Barangnya oke punya, bahannya impor blablabla.” Sudah macam bener-bener mau beli saja dia. Atau bahkan dia pun datang langsung ke toko yang bersangkutan dan berkata,”Eh Mbak, saya suka baju yang ini. Hai baju, saya suka lho sama kamu. Bisa dicoba dulu? Mungkin cocok deh hehe.”

                 Atau tak ingin langsung dicoba, tapi dia bilang,”Baju, saya suka sama kamu. Kamu merasa cocok gak sama saya? Ah, gak mau dicoba? Yaudah deh, kita coba patut-patut aja di cermin sana. Eh, boleh Pak? Baik, saya lihat dulu coba Pak.”

                Atau ini yang suram bener,”Hai baju, saya merasa cocok nih sama kamu. Kamu cocok gak sama saya? Eh, tapi jangan panggilin yang jual dulu, aku mau lihat dulu beneran cocok gak sama kamu. Enggak, aku gak akan nyoba kok, cuma mau tanya-tanya aja. Berapa gitu ukuranmu? M? XL? Oh, kalau kamu nyucinya susah gak? Lalalalala…”

                “Wah, yang ini belum mau dijual ya Pak? Kenapa? Belum jadi? Wah tapi dari modelnya saya suka itu Pak, yaudah nanti kalau udah jadi bilang ya Pak, ini nomor HP saya…”

                Menurut saya ada beberapa kerugian jika jenis-jenis jawaban di atas yang diberikan oleh Jeruk dengan kondisi Jeruk sebagaimana tersebut sebelumnya.

                Pertama, seandainya nanti saat merasa sudah butuh dan ada rezeki ternyata ada busana lain yang menarik hati. Jeruk dengan reseknya berkata,”Ah, gak jadi beli ah! Duit dan badan saya terlalu bagus buat dipasangin busana kayak gini. Saya mau beli yang itu aja.”

                Demikianlah, suatu hari nanti mungkin benar kualitas diri dan rezeki yang ada pada tangan si Jeruk lebih banyak daripada yang dulu dibayangkannya akan ia miliki. Tentu, normal saja jika saja dia mau mencari yang lebih bagus kualitasnya. Atau malah yang masih terbungkus rapi. Atau malah tertarik dengan pakaian “yang tersembunyi” tadi. Peduli apa, wong dia layak kok mendapatkannya!

                Tapi jika dilihat dari sudut pandang si busana dan penjualnya, apakah tidak terasa kejam? Apalagi si pakaian sudah demikian mengharap untuk dibeli, mempersiapkan dirinya dengan menolak calon pembeli-pembeli lain dengan alasan tak ingin membuat Jeruk kecewa, atau karena memang telah merasa cocok dengan Jeruk. Sehingga yang lain dibilangnya tidak ada yang pas di ‘mata’ si busana. Sedangkan  yang lebih suram, mungkin saja akibat dipegang atau dicoba si Jeruk bajunya jadi kusut bahkan ada kancing yang lepas. Ketika ditanya calon pembeli lain, sang penjual hanya dapat menjawab dengan menunduk,”Akibat ada orang iseng lewat dan nyoba-nyoba kemarin…”

                Katakanlah bajunya masih utuh, bersih! Tapi itu kan luarnya. Bagaimana dengan rasa kecewa akibat tidak jadi dibeli Jeruk hingga akhirnya untuk pembeli berikutnya dia tidak selektif lagi? Siapa yang akan mengobati sakit hati akibat menunggu untuk kemudian tidak jadi dihampiri? Siapa sangka nanti ia tidak melindungi dan memperindah tampilan pemiliknya yang sekarang dengan sepenuh hati sehingga tidak enak keduanya?

                Kedua, dengan Jeruk mendeklarasikan rasa sukanya maka baju yang merasa mendapat angin tersebut akan menjadi layak untuk “diperjuangkan sampai berdarah-darah”. Bahkan dengan harga yang tidak masuk akal, sedangkan Jeruk yang telah demikian buta tidak melihat kanan kiri, tidak konsultasi dengan orang-orang terdekatnya, ahli fashion, dan “membayar” dengan harga berapa pun. Kalau demikian bisa kita katakan telah terjadi inflasi di jual-beli-YANG-TERTUNDA tersebut sehingga ketika mendapatkannya akan kecewa,”Lah, ternyata gak bagus-bagus banget. Duh, kecewa gue…”

                Ketiga, ketika seantero pasar telah tahu di mana jeruk menambatkan hatinya maka baju-baju di toko lain pun tak akan antusias menanggapi kedatangan Jeruk ke tempatnya. “Ngapain? Toh dia sudah suka sama baju koko yang ada di sana tuh”,”Minggir deh Mas Jeruk, ini ada satu orang yang mau tanya-tanya. Anda menghalangi jalannya!” dan seterusnya. Jadi keren kan, ternyata tak hanya si busana yang punya pasaran tapi pembeli pun punya pasaran di sini!

                Keempat, hal yang demikian juga bisa terjadi pada sang busana. Katakanlah ada calon pembeli lain yang lebih baik dari Jeruk, sebut saja dia Tomat. Nah, Mas Tomat ini bahkan sudah mulai tanya-tanya kepada bapak pemilik busana. Atau gak usah dulu deh, dia baru mulai tanya-tanya sama sang busana. Namun entah info darimana dia tahu bahwa busana tersebut telah dipesan oleh Jeruk sehingga dia pun cari yang lain. Sebabnya karena dia tak mau menyakiti hati Jeruk sebagai sesama calon pembeli dan dia merasa malas membeli busana yang bisa dipesan-pesan. Apalagi jika Tomat ini cukup sensitive, sehingga khawatir jika Tomat hanyalah “yang kedua” (lihat masalah pertama ada bagian akhir-akhirnya).

                Kelima, katakanlah situasi benar-benar oke. Empat hal resek di atas tidak terjadi, namun qadarullah ada yang lebih dalam. Ketika Jeruk datang dengan persiapan matang, ternyata busana itu keburu dibeli oleh orang lain. Rasa sakit yang dialami Jeruk pun berlipat-lipat, karena dia telah mengusahakan semua “penebusan” ini untuk busana yang itu. Tapi sekarang, oh tidaaaaaaak…!!!! *dramatisir bolehlaaaah :v

                Dan ketika akhirnya dia membeli baju yang lain, sebagus apa pun baju yang dibeli sekarang maka akan terasa hanya sebagai “pelampiasan”. Bahwa hati jeruk masih tertambat pada baju yang dulu akibat sudah sangat banyak investasi yang ia keluarkan untuk mempertahankan baju itu agar tidak lekas dilepas oleh pemiliknya. Belum lagi kehancuran kesenangan dalam masa-masa mengumpulkan rezeki akibat terlalu sering berangan-angan.

                Sekarang mari kita ganti jawaban si Jeruk dengan begini:

“Wah, iya. Baju-baju di sini keren-keren. Ada lah satu atau beberapa yang saya suka, tentu ada. Namun saya pikir akan lebih bijaksana jika biar saya dan kawan saya yang ini yang tahu demi menjaga keseimbangan yang telah tercipta di sini. Karena toh sekarang saya belum akan membeli yang mana pun, karena memang belum ada kemampuan. Biar saya kumpulkan dulu, karena saya yakin pasar ini tak akan pernah kehabisan stok barang bagus bukan?

Dan lagi dengan begini hidup saya akan lebih ringan untuk mengerjakan pekerjaan lain yang tidak kalah pentingnya, karena wallahi, pekerjaan saya, kami, dan kita masih banyak daripada ‘sekedar’ urusan 'memilih dan membeli busana'.”

                Nah, jawaban Jeruk di atas inilah yang akan saya gunakan untuk menjawab Anda yang bertanya—siapa pun Anda :)

                Oh ya, perumpamaan di atas saya ambil dari sini:

Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah Mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia Menerima tobatmu dan Memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah Ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beri‘tikaf ** dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah Menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa.
(QS. Al-Baqarah: 187)

------------------------------------------------------------------

**I’tikaf ialah berada dalam masjid dengan niat beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah.
dan ini tafsirnya menurut Ibnu Abbas. Ada pembahasannya juga di sini.

                Lalu ada beberapa pihak yang mungkin akan berkata,”Lho Mas Jeruk, kan nanti kalau diambil orang duluan akan menyesal!”

                Jeruk pun sudah menjawabnya di atas sesungguhnya dengan kalimat yang menunjukkan ia tak takut kehabisan stok. Namun baiklah, akan saya kutipkan perkataan indah ini:

“Semoga Hafsah mendapat pasangan yang lebih baik dari Utsman dan Utsman mendapat pasangan yang lebih baik dari Hafsah.” (sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Hafshah_binti_Umar )


Nah, kalau Jeruk mungkin menjawabnya begini:

“Semoga dia mendapat yang lebih baik dan cocok daripada saya,
dan saya juga mendapat yang lebih baik dan cocok daripada dia.”

See, a win-win solution eh?  Dan sekali lagi, saya idem dengan jawaban Jeruk ;)


Note: Saya belum mendapatkan sumber hadits dari perkataan Rasul tersebut, namun kisah tersebut cukup masyhur. Wallahu’alam…


0 komentar:

Posting Komentar